Seperti yang telah direncanakan sebelumnya, bahwa Zack pergi ke rumah Emma. Pria itu datang bersama dengan Hans atas usul dari Steve. Dan Justin menyetujui dengan sangat mudah. Mungkin karena Hanas adalah satu-satunya manusia bumi.
Ketika sampai di rumah Emma, mereka berdua disambut dengan baik oleh para pelayan. Salah satu pelayan mengajaknya masuk ker ruang kerja. Dua orang wanita tampak berbincang serius, tapi sesekali tertawa.
“Nona, ada tamu.”
Sontak mereka berdua menoleh ke arah pelayan. Wanita yang dikenal Zack langsung datang menyambutnya.
“Kemarilah..., kami sudah lama menunggumu.” Dia tersenyum lebar dan hangat sambil menyambut kedatangan kedua pria itu.
“Wait...!” teriak gadis itu sambil berdiri. “Jadi, dia yang akan menjadi pengasuh Emma, Dok?”
“Seperti yang kau lihat. Dan itu benar adanya.” Wanita itu datang menghampiri Zack.
“Dokter Niken...! Aku tak setuju sama sekali,” tolak gadis itu dengan cepat. Dia memandnag sinis ke arah Zack, tapi seperkian detik berubah saat melihat Hans yang wajahnya snagat bersahabat. “Aku pilih dia,” tunjuknya kepada Hans.
“Emely..., kau tak bisa mengambil keputusan sepihak seperti itu. Zack adalah orang yang tepat untuk Emma. Jangan meremehkan seseorang dari fisiknya.” Niken menyentuh bahu Zack. “Abaikan Emely, dia memang seperti itu.”
Zack tak peduli dengan situasi sekarang, karena dia memang tidak peka dalah hal emosi mengenai perasaan.
“Kenapa harus dia? Punya kualifikasi apa dia?” Emely masih saja meremehkan Zack yang berdiam diri.
“Kau sendiri punya kualifikiasi apa sampai menyewa seorang pengasuh untuk Emma.” Seklai bicara, Zack mengeluarkan kata-katanya yang kejam. Lidah tajamnya mampu membuat Emely tertohok, sakit tidak berdarah.
“Jaga mulutmu!” sentak Emely cukup keras.
Emma yang ada di ruangan samping pun keluar hendak memeriksa sesuatu. Meskipun ia tertutup, tapi telinganya tetap mendengar dengan baik. Melihat keponakannya yang sedang menonton, sikap Emely langsung berubah.
“Silahkan membawa tamu kita ke ruang khusus, Dok,” pinta Emely sambil tersenyum. Niken hanya bisa menggelengkan kepala. Bukan hal baru lagi kalau sikap gadis itu cepat berubah layaknya roll coaster.
“Apa-apa an itu,” sindir Zack sambil balik badan. Akhirnya pria itu tahu, kenapa Emely bisa berubah seratus persen. Itu karena bocah perempuan yang terus menatapnya.
“Emma..., kau bisa kembali ke kamar. Aku akan bicara dengan pengasuhmu lebuh dulu,” pinta Nike dengan lembut. Emma mengangguk, langsung pergi begitu saja.
“Aku tidak menyangka kau membawa orang lain,” kata Niken mengawali pembicaraan mereka. Wanita itu membuka pintu berwarna coklat. “Ini kamarmu. Dan untuk kau,” tunjuknya ke Hans. “Sayang sekali kau tak akan tingga di sini, tapi kau boleh ke mari setiap hari.”
“Kenapa dia tak tinggal?” tanya Zack ingin tahu.
“Keluarga Geraldin tak bisa menyambut orang asing tanpa terikat kerja. Dan dia adalah orang lain. Siapa namamu?” tunjuk Niken kepada Hans.
“Hans Walker,” jawab Hans singkat. Niken menatap Hans dari atas sampai bawah. Pemuda itu tampak menyembunyikan sesuatu dengan sangat baik.
Mungkin hanya perasaanku saja, batin Niken sambil menggelengkan kepala.
“Sekarang kau boleh pergi,” pinta Niken kepada Hans.
“Bisakah dia tinggal? Aku tak kenal orang yang ada di rumah ini.” Zack tidak ingin Hans pergi meninggalkan dirinya.
“Besok aku akan datang,” kata Hans sambil bangkit. “Kalau begitu, aku pamit pulang.” Pria itu pergi begitu saja tanpa mendengar Zack yang terus memanggilnya.
“Maafkan aku, Zack. Aku tak bisa melibatkan orang asing meskipun dia adalah temanmu.” Niken mengambil surat kontrak untuknya. “Baca denagn teliti. Jika ada masalah, kau bisa tanya kepadaku.”
Hans tampak kecewa, tapi tetap diam seperti biasa. Nanti jika misi tersebut selessai. Justin akan merasakan akhibatnya.
Tiba-tiba saja, ditempat lain Justin yang sedang bersantai mendadak merasakan jantungnya yang nyeri. Ia langsung bangkit memanggil Steve.
“Ada apa?” tanya Steve tampak sedang video call dengan seorang gadis.
“Matikan itu dulu! Kita perlu bicara.” Rasa sakit yang diderita oleh Justin mulai reda. “Dadaku sakit.”
“Bagian mana yang sakit?” tanya Steve dengan wajah cemasnya.
“Aku rasa Zack marah padaku. Karena aku kontraktor, jadi aku bsia merasakannya.” Justin duduk dengan dengan lemas. “Aku takut dia tak akan berhasil. Apalagi Niken telah mengusir Hans.”
“Jadi, naga sombong itu benar-benar sendirian sekarang!” pekil Steve tak percaya. Justin langsung memukul kepalanya ckup keras.
“Kenapa kau jadi bahagia?” Ia heran dengan sikap temannya itu.
“Jelas... kapan lagi ada kesempatan membuly naga itu. Apa kau ingat, dia pernah membakar pakaianku hingga tinggal bagian celana dalamnya saja.” Steve begitu malu karena imagenya sebagai raja sirna sudah.
Tawa Justin pecah seketika, “Itu karena kau menjahilinya.” Namun tawa itu luntur sudah. “Amerta, kenapa dia berkhianat?”
“Amerta bukan orang yang mudah memutarkan perasaan. Dia pasti punya maksud lain, Jus.” Steve merasa ada yang janggal dengan kasus keracunan Ares. “Kau tennag saja, aku sudah menaruh orang kepercayaan terbaik di tempat itu.”
“Jadi, dia tidak meninggal?” Justin oercaya bahwa Amerta masih hidup.
“Orang sehebat Amerta mati dengan mudah adalah hal yang tak mungkin. Dia pasti menggunakan tubuh pengganti.” Steve bangkit dari sofa. “Aku yakin, dia sedang merencanakan sesuatu.
Apa yang dikatakan mereka berdua benar adanya. Amerta sedang berjalan di tengah gelapnya lorong. Pria itu memakai tudung hitam agar orang tidak mengetahui keberadaannya. Saat sampai di pintu berwana emas, ia langsung masuk begitu saja.
“Sudah lama tempat ini tak di urus.”
Beberapa buku tersusun rapi di rak. Bukanya hanya satu, tapi ada puluhan rak buku. “Pasti ada. Aku harus mencarinya.”
Amerta berusaha mencari buku di rak pertama, tapi tidak ada petunjuk sama sekali. “Aku yakin kalau pernah membaca buku itu, tapi dimana?”
Pria itu pindah ke rak ke dua. Belum sempat mengambil buku, pintu terbuka oleh seseorang. Tampak dua pria sedang panik.
“Kita harus memberitahu Tuan Besar mengenai perubahan Tuan Lanka,” kata pria berkepala botak.
“Tapi, Tuan sedang melakukan perjalanan ke bumi. Kita tak bisa memberi informasi tidka penting seperti itu.”
“Tuan Lanka paling penting dimata beliau.”
Perkataan dua orang itu tak salah. Memang benar, Lanka adalah orang spesial di mata pria misterius tersebut.
“Aku harus segera pergi seebelum mereka mengetahui keberadaanku,” gumam Amerta penuh waspada. Kedatangannya ke perpustakaan adalah untuk menggali informasi mengenai pembentukan jiwa. Dan hanya perpustakaan milik Raja Adeuslah yang sangat lengkap.
Namun saat melangkahkan kakinya, Amerta malah masuk ke ruang rahasia yang berada di bawa ruang perpustakaan. “Sialan... dimana ini?”
Karena sangat gelap, matanya tak bisa melihat apapun. “Aku harus keluar dari tempat ini sebelum Lanka curiga.”
Amerta pun memutuskan berjalan meskipun sangat sulit lantaran gelap gulita. Tapi semakin ia berjalan, perasaan tidak enak semakin menggerot bagian tubuhnya.
“Tenang..., pasti kau bisa keluar dari tempat ini,” gumam Amerta sambil mengelus d**a beberapa kali.
Berasambung