Los Angeles at 09.00 PM
Seorang pria bertudung hitam muncul dari balik gang setelah melakukan pendaratan sempuran. Tumpangan yang dikendarai juga menghilang begitu saja, layaknay sebuah sihir. Pria itu masuk ke gang lain yang lebih gelap, acuh melewati para gelandangan.
Tidak peduli meskipun mereka terus memanggilnya dengan sbeutan tuan. Tak lama berjalan, ada seorang pria menghadap ke timur dengan memakai jaket besar. Karena dingin, kedua tangannya di masukkan ke dalam saku.
Melihat orang yang ditunggu sudah datang, dia langsung menunduk hormat. “Anda sudah tiba dengan selamat, Tuan.”
“Bagaiman persiapannya?” tanya pria bertudung hitam itu.
“Tuan Martin sudah akan berangkat ke Perancis. Apakah Anda akan ikut serta?”
Mereka berdua berjalan sambil beriringan, melewati beberapa gang dan lorong gelap. “Aku rasa, aku bisa terbang ke sana dengan identitas orang lain. Persiapkan segalanya dengan teliti terus keberadaan naga itu. Jangan kira dia akan kabur dengan mudah. Aku tak akan membiarkan dia kembali ke Planet Aques.”
“Baik, saya undur diri.” Pria itu pun pergi melanjutkan tugasnya. Sementara pria bertudung tersebut berhenti di sebuah ruko kosong dan tanpa tak terawat sama sekali. “Sudah lama sekali. Aku dan Lanka tidak mengunjungimu.”
Dia masuk begitu saja karena sudah terbiasa. Matanya menatap ke arah kanan untuk melihat sofa lusuh dan juga beberapa potret masa lalunya yang berada di dinding. Masih terlihat bagus, tapi karena banyak debu foto yang ada di dalam pigura jadi tak kelihatan.
“Tenang saja, aku akan membuat Lanka berada di sisiku untuk selamanya.” Hanya ini yang bisa dilakukan oleh pria itu untuk kebahagian semua orang. Meskipun mengarungi samudra yang luas, tentu akan dilakukannya.
Disis lain, pesawat yang ditumpangi Justin, Steve dan Zack sudha terbang ke udara. Mereka duduk saling menjauh satu sama lain. Pesawat pribadi milik Wilson Company memang terihat mewah, dan itu sengaja ditunjukkan agar Zack kagum.
Sayangnya, usaha Steve sia-sia karena Zack tak peduli sama sekali. “Justin, apakah naga itu tak takut naik pesawat?”
Masih ingat dibenak mereka pertama kali datang ke bumi melihat pesawat yang terbnag takut hingga bersembunyi.
“Kelihatannya dia menyesuaikan dengan baik.” Justin terus menatap Zack yang sedang memikirkan sesuatu.
“Sepertinya dia mencintai gadis bernama Liana itu.” Steve menduganya, tapi tak tahu tanggapan Zack yang mendengar ocehan tersebut. Cukup keras karena pria itu memang sengaja melakukannya.
“Tutup mulutmu!” sentak Justin karena kalungnya sedikit bercahaya.
Steve tersenyum karena dugaan itu benar. Zack mempunyai perasaan kepada Liana. Namun pada kenyataannya tidak, karena bukan Ares yang memilikinya, tapi hati Zack sendiri.
Meskipun Zack asli sudah tiada, tapi hatinya masih berdetak untuk orang yang dicintai. Ares benci perasaan aneh itu. Perasaan kesal karena tak diketahui penyebabnya.
Ini semua demi kebaikannya. Jika dia bersamaku, dia akan mati sia-sia. Dia juga akan menjaid kelemahanku.
Otak Zack realistis karena selalu memikirkan masa depan. Segala hal akan rumit jika Liana ikut. Yang pasti, dia tak akan mengambil resiko lebih jauh.
“Steve,” panggil Zack dengan suara dingin.
“Ada apa?” jawab pria itu terkesan cuek.
“Jika kau mengatakan hal itu lagi, aku akan menghabisimu,” ancam Zack dengan aura naga yang dimilikinya. Steve menelan ludah kepayahan, menganggukkan kepala meskipun sulit.
“Aku hanya bercanda,” jawabnya tersenyum garing.
Sementara itu, Liana yang baru saja pulang dari kantor polisi merasakan kelelahan hati dan pikiran. Semuanya sudah tidak seperti dulu lagi karena Zack telah tiada. Dulu saat mereka masih bersama, Zack selalu menyambutnya ketika pulang, bahkan dia juga memasak.
“Aku merindukanmu, Zack.” Untuk sekian kalinya, Liana terisak karena kehilangan cinta karena orang lain. Jika saja Zack tak kenal Petra, maka dia masih hidup.
“Bagaimana aku bisa hidup tanpamu.”
Semua kenangan terlihat jelas di otaknya, berputar-putar sampai kepalanya sakit. Liana tak bisa lagi hidup tanpa Zack. Akan tetapi, dia juga harus melanjutkan hidupnya lagi untuk masa depan.
“Aku harap, kau masuk surga.” Liana berjalan menuju ke jendela kaca, menatap bintang dan langit. “Dan orang yang ada ditubuh Zack, senantiasa diberi keselamatan.”
Dia gadis baik, mendoakan kebaikan untuk Ares yang tidak pernah mendapatkan itu dari manusia. Semua manusia di Planet Aques hanya menyembah untuk meminta perlindungan dan pertolongan. Tidak ada yang memberikan doa kepadanya.
Doa itu pun di dengar oleh Zack. Seketika, dia membuka kedua matanya karena suara Liana menggema. “Sampai saat ini, manusia itu yang baik kepadaku.”
Entah kenapa air matanya keluar tanpa peringatan. Dia merasakan hal aneh di dalam dirinya. Zack memutuskan menatap indahnya langit malam yang tampak di penuhi bintang.
“Aku harus segera mendapatkan kekuatanku kembali,” kata pria itu sambil mengepalkan tangannya kuat.
Planet Aques
Lanka berbaring di atas ranjang sambil menatap langit kamar. Pemborantakan yang dilakukan oleh ssaudaranya, tak menyenangkan dia sama sekali. Tapi, karena keinginan bertahan hidup tinggi, membuatnya dilema.
“Kenapa kakak jadi seperti itu?”
Penduduk Planet Aques sangat baik kepada mereka berdua. Tapi apa yang mereka dapatkan? Sebuah penghinatan besar yang tidak terduga.
Lanka bangkit sambil batuk-batuk. Penyakit genetik yang sudah menggerototi tubuhnya sejak lahir membuat sang kakak siap melakukan apa saja, termasuk membunuh orang yang melawan. Begitu besar kasih sayangnya sampai dia sendiri takut.
“Tuan,” panggil salah satu pelayan wanita yang setia mendampinginya.
“Kemana kakak pergi?” tanya Langka berusaha berdiri. Pelayan itu juga ikut membantunya.
“Tuan pergi ke Planet Bumi,” jawab pelayan wanita itu sambil menunduk.
“Moria, aku tahu hidupku sudah di ambang batasnya.” Lanka berusaha berdiri. “Aku tak ingin kakakku bertindak lebih jauh lagi.”
“Tuan,” panggil Moria sambil meneteskan air mata. “Tuan pasti akan menyelamatkan anda.”
“Moria, kau tahu sendiri penyakitku tak bisa disembuhkan. Penyakit yang tidak ada obatnya dan bahkan dokter sekalipun tidak tahu sama sekali.”
Lanka tak ingin menyia-nyiakan waktu hanya untuk keburukan di masa hidupnya. “Aku harus mengatur ksatria dibawah naunganku. Suatu saat jika terjadi bencana di Planet ini, setidaknya aku bisa membuat kakakku sadar.”
Inilah Lanka, sangat rendah hati dan juga baik. Berbanding terbalik dengan sang kakak yang begitu kejam.
“Tapi, Tuan,” tolak Moria dengan hati-hati. Lanka langsung mengangkat salah satu tangannya.
“Berjanjilah padaku, jangan sampai kakakku tahu,” pinta Lanka sambil tersenyum.
Siapa sangka, Tuhan berpihak pada Lanka bahwa pola bintang akan hidup jika sang naga tiada. Kesempatan itu di bisa digunakannya untuk membangun kekuatan selama sang kakak pergi memburu naga itu.
“Aku harap Ares bertahan dan segera kembali ke Planet Aques.”
Lanka sendiri begitu menghormati Ares. Karena pernah ditolong oleh naga itu. Dia tak pernah berpikir sedikitpun untuk mencelakainya atau menyetujui pemberontakan yang dilakukan sang kakak. Namun karena tak punya kekuasaan, dia tidak punya pilihan lain.
Bersambung