Karin membuka mulutnya dan menutup kembali, ia menggelengkan kepalanya, “Saya salah sudah meminta Bapak untuk bertanggung jawab. Saya datang kemari, bukannya untuk meminjam kemeja yang sedang Bapak kenakan, tetapi saya mau Bapak menegur kekasih Bapak, agar jangan mengganggu saya lagi, karena saya tidak peduli dia kekasih bosa tau bukan, saya akan melawannya!”
Ryan berdiri dari duduknya berjalan menghampiri Karin, dengan kemeja miliknya, yang sudah ia lepas di tangan. “Kamu memang salah! asal kamu tahu ya, saya ini bukan penganut faham wanita selalu benar, karena bagi saya, sayalah yang selalu benar.”
Ia lalu menyentuh Pundak Karin dan menyibak rambutnya yang panjang dan tergerai di pundaknya, hingga memperlihatkan leher jenjang milik Karin. “Apakah kamu sadar, kalau penampilanmu ini terlihat begitu menggoda. Dengan pakaian yang basah dan menempel di tubuhmu, membuat saya bisa melihat apa yang tercetak jelas dan sebagai lelaki yang normal tentu saja saya merasa tergoda,” bisik Ryan, sambil mengendus leher Karin.
Karin selama waktu yang singkat, tergoda dengan rayuan dan tatapan mata Ryan yang menghipnotis dan menggoda dirinya. Namun, ia cepat menjadi sadar dari bujuk rayu bos nya yang memang seorang playboy ulung.
Menggunakan kakinya yang tidak terluka, Karin menendang sisi bagian dalam paha Ryan, sehingga ia bergerak menjauh dari Karin, sambil memegang lututnya yang berdenyut sakit.
Karin pun memanfaatkan hal itu untuk ke luar dari ruangan Ryan, tetapi suara bariton pria itu menghentikan langkahnya.
“Jangan coba untuk ke luar dari ruangan ini! atau aku akan memanggil pak Margono untuk membawa paksa dirimu kembali ke sini. Saya belum memberikan balasan, setelah apa yang kau lakukan kepadaku!”
Karin membalikkan badannya, “Memangnya saya gadis bodoh, apa? yang akan diam saja, padahal sudah tahu akan mendapatkan hukuman!”
Ia pun berjalan dengan cepat ke luar dari ruangan Ryan dan mengabaikan kemarahan dari bos nya. Sesampainya di depan meja kerjanya, diambilnya jaket miliknya yang ia gantung pada sandaran kursi.
“Lebih baik memakai jaket ini! daripada mengenakan kemeja basah, apalagi milik pak bos yang menyebalkan,” gerutu Karin.
“Kenakan kemeja milik saya!” perintah Ryan galak dari balik punggung Karin. “Pakai Sekarang juga, atau saya yang akan memakaikan kemeja ini ke badanmu? silahkan pilih dalam waktu satu menit.”
Sontak saja Karin menjadi kaget, karena ulah Ryan. Secara otomatis ia membalikkan badannya dan langsung berhadapan dengan wajah Ryan yang berdiri begitu dekat dengannya.
Melihat Karin yang hanya diam saja, membuat Ryan menjadi kesal. Dipencetnya hidung Karin, “Kenapa diam saja? sudah kubilang jangan pernah berpikir untuk naksir kepadaku, karena wajah gantengku ini! Kau sama sekali bukanlah tipe gadis yang akan kupilih menjadi kekasih!”
Karin memanyunkan bibirnya ke arah Ryan, “Saya tidak pernah bilang Bapak ganteng! Bapaknya aja yanng kegeeran, siapa juga bakalan naksir dengan laki-laki macam bapak. Sudah galak, suka main perintah dan suka seenaknya sendiri saja.”
Ryan tersenyum miring dan tanpa diduga oleh Karin, ia menarik badannya hingga menempel pada dirinya. “Kamu itu pembohong yang payah! sudah ngaku saja, kalau kamu itu suka sama saya!”
“Bapak ini aneh! memaksa saya buat suka dengan Bapak. Sudah dibilang saya tidak suka, malah ngotot. Kasihan deh Bapak, ternyata Bapak itu disukai oleh wanita karena hasil paksaan dan juga harta Bapak,” sahut Karin.
“Kamu semakin berani saja melawan saya! mulutmu itu bisa berkata-kata yang pedas, lebih baik dipakai untuk ini saja…”
Secara mendadak Ryan mencium Karin, hingga Karin yang tidak siap mendapatkan serangan mendadak Ryan membuka mulutnya untuk protes dan dimanfaatkan oleh Ryan untuk memperdalam ciumannya.
Terdengar suara tepuk tangan di belakang punggung keduanya. Ryan pun langsung saja melepaskan ciuman dan pelukannya pada Karin. Dalam hatinya ia merasa kesal kepada orang yang sudah berani mengganggu kenikmatan yang baru saja dirasakannya bersama dengan Karin.
Ketika Ryan membalikkan badannya, ia menjadi tersenyum lebar melihat siapa yang telah mengganggunya. “Apa yang ibu lakukan di sini?” tanya Ryan kepada ibunya.
Ibu Ryan melihat putranya itu sekilas, perhatiannya terpusat pada wanita yang tadi berada dalam pelukan putranya. Ia merasa mengenali wanita itu dan ia ingin memastikan apakah dugaannya itu benar.
Ibu Ryan berjalan mendekati Karin dan dipegangnya dagu wanita itu dengan kasar, “Kenapa saya seperti pernah melihat wajah kamu? siapa nama orang tua kamu?” tanya ibu Ryan, sambil menatap Karin dengan begitu lekat dari atas ke bawah
Karin merasa heran, kenapa ada lagi yang menanyakan kemiripannya dengan orang lain. “Apakah ini perusahaan tempat ibu dahulu bekerja, sebelum ia membawaku pindah ke Surabaya?” gumam Karin dalam hatinya.
“Wajahmu mengingatkan diriku dengan seorang wanita yang sangat kubenci! Aku tidak tahu mengapa putraku memilihmu untuk menjadi sekretarisnya, tetapi aku tidak suka melihat kehadiranmu di dekat putraku, karena hanya membuatku menjadi marah!” peringat ibu Ryan kepada Karin.
Karin mengangkat wajahnya dengan berani, ia tidak mau memperlihatkan rasa takut, agar orang bisa mengintimidasi dirinya. “Saya bisa pastikan kepada ibu, kalau kedekatan saya dengan pak Ryan hanyalah sebatas profesionalisme saja, antara sekretaris dan bos nya. Saya tidak akan meminta maaf, karena wajah saya yang mirip dengan seorang wanita yang ibu benci. Wajah kami mungkin sama, tetapi bisa jadi kami memiliki kepribadian yang berbeda.”
Ryan yang tidak ingin melihat ibunya terlibat perdebatan dengan Karin lebih lama lagi, menarik lengan ibunya untuk masuk ke dalam ruangannya, setelah sebelumnya ia menaruh kemejanya di atas meja kerja Karin dan melalui tatapan matanya ia memerintahkan kepada Karin untuk mengenakan kemejanya.
Begitu Sudah berada di dalam ruang kerjanya, Ryan masuk ke dalam kamar yang ada di ruangannya, untuk memakai kemeja bersih dan kering. Tak lama berselang, ia pun ke luar dari dalam ruangan tersebut dan dihampirinya ibunya yang sudah duduk dengan nyamannya di atas sofa.
“Apa-apaan kamu itu Ryan? ibu sama sekali tidak habis pikir, kenapa kamu bertelanjang d**a dan memeluk sekretarismu? kelakuanmu itu, sangat tidak mencerminkan kelakuan seorang pemimpin yang baik!”
Ryan duduk di samping ibunya dan memeluk Pundak wanita, yang telah melahirkan dan membesarkannya seorang diri selama puluhan tahun. Semenjak ayahnya menghilang tanpa jejak dan sampai sekarang masih belum diketahui juga di mana keberadaan dan kabarnya.
“Ibu ku sayang! aku tadi hanya sedang memanaskan sekretarisku saja. Kasihan dia kedinginan, karena air yang disiram mantan kekasihku!”
Ibu Ryan memukul lengan putranya itu dengan keras, “Ibu tidak suka melihatmu dekat dengan sekretarismu itu! ia membuat ibu teringat dengan wanita yang diduga kuat menjadi selingkuhan ayahmu. Hanya saja, ibu belum berhasil membuktikan dugaan ibu, wanita itu menghilang bersama dengan anaknya.”
Ryan terdiam, ia teringat dengan salah seorang pegawai seniornya yang juga merasa mengenali Karin, karena wajahnya. Hal itu membuat Ryan bertanya-tanya dalam hatinya, “Ada apa dengan Karin? siapakah sebenarnya orang tua Karin? aku harus mendesak detektif yang kuperintahkan untuk memberikan laporan, biar aku mendapatkan kepastian,” gumam Ryan dalam hatinya.
“Ibu tidak usah berpikir macam-macam! aku tidak mungkin menjalin hubungan dengan sekretarisku. Sebaiknya ibu pikirkan saja kesehatan ibu, jangan memikirkan apa yang membuat ibu menjadi sakit kepala!”
Ibu Ryan menarik napas dalam-dalam, “Bagaimana ibu tidak kepikiran? punya dua orang putra, dengan kepribadian yang sangat bertolak belakang. Kakakmu sudah menikah dan mapan, ia juga tidak sama sepertimu, yang suka berganti kekasih. Ibu bingung dengan kelakuanmu itu! tidak mau kah kamu menikah dan setia pada seorang wanita saja? berhentilah bermain-main, Ryan! ingat sekarang ini kamulah yang menjadi pimpinan di perusahaan ini, menggantikan kakakmu yang lebih memilih untuk memimpin cabang yang ada di kota Surabaya.”
Ryan menghembuskan napasnya dengan kasar dan berjalan menjauh dari ibunya. “Aku tidak suka didesak! dan ibu sudah mengetahui hal itu. Aku tidak akan melakukan apa yang tidak kusukai dan ibu tidak bisa memaksaku. Aku sibuk bekerja, kalau ibu tidak ada hal penting yang ingin dikatakan, silakan ibu pergi!”
Mata ibu Ryan melotot menatap putra bungsunya, yang telah dengan teganya mengusir dirinya. Ia pun bangkit dari duduknya dan berkata dengan gusar mengingatkan kepada Ryan, “Jauhi sekretaris mu! ibu tidak senang melihat kau dekat dengannya! seandainya bisa, ibu mau kamu memecat sekretarismu itu!”
Ryan menatap ibunya dengan dingin, ia tidak habis pikir dengan ibunya, yang suka mencampuri kehidupannya, seperti ia masih kecil saja. Memilih untuk mengabaikan ibunya, dengan menekuni pekerjaan, meski terkesan kasar, tetapi itu cara ampuh yang dilakukannya untuk membuat ibunya pergi dari ruangannya.
Dengan wajah yang cemberut, ibu Ryan ke luar dari ruangan anaknya itu. Ia berhenti di depan meja Karin, yang sudah mengenakan kemeja milik Ryan. Dipukulnya meja kerja Karin dengan keras, “Saya tidak tahu rayuan apa yang kamu berikan kepada anakku! satu hal yang kamu harus ingat, saya tidak menyukaimu! katakan kepada saya, kamu putri dari Risa, bukan?”