7. Perjodohan

1005 Kata
"Zenith! Cepat turun, ada yang mencarimu di bawah." Teriakan Emma—Ibu Zenith—berhasil membuat tidur Zenith terganggu dan akhirnya membuat gadis itu membuka kedua matanya lebar. Kening Zenith mengerut mendengar teriakan ibunya barusan, dia tak salah mendengar kan? Siapa yang mencarinya? Gadis itu merasa tak memiliki kenalan semenjak dia menginjakkan kakinya di kota Los Angeles. Kecuali keluarga Deandra dan Ardito. Tapi, tak mungkin kan salah satu dari anggota keluarga itu menemuinya? Apalagi sudah dua minggu berlalu sejak pertemuan dan makan siang terakhirnya bersama keluarga besar Dito, juga ucapan Clarissa yang berhasil membuat kedua pipinya memerah sempurna jika mendengarnya. "Zenith! Hurry up, jangan membuat tamu kita menunggu lama di bawah," ujar Emma kesal karena putrinya tak kunjung beranjak dari kamar. Dengan rasa malas dan penasaran yang bercampur, gadis itu pun beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan dengan langkah lunglai ke kamar mandi. Ia membasuh wajahnya seadanya dengan air di wastafel.  Setelah memastikan wajahnya telah bersih dan wangi, ia pun berjalan malas meninggalkan kamarnya dan menuruni satu persatu anak tangga di sana.  Mata Zenith menangkap dua orang lelaki berbeda usia tengah duduk bersama di ruang tamu dan terlihat berbincang hangat. Zenith pun memperjelas penglihatannya hingga membuat kedua bola matanya membulat sempurna. "Dito?!" pekik Zenith tertahan. Dalam hati gadis itu bertanya-tanya apa tujuan Dito datang kemari.  "Zenith, come here!" pinta Tuan Greer begitu melihat Zenith yang masih setia berdiri mengamati keduanya dari tangga.  Setelah menghembuskan napas kasar, Zenith akhirnya melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda dan menghampiri keduanya. Wajah Dito juga sama terkejutnya begitu melihat Zenith lah yang turun.  "Zenith?" gumam Dito dengan suara yang sangat kecil, bahkan menyerupai sebuah bisikan. "Nah Dito, ini dia Zenith Greer, putri tunggal saya. Dia baru saja menyelesaikan pendidikan SMA-nya di Indonesia," ucap Tuan Greer memperkenalkan Zenith. "Saya sudah mengenalnya Tuan Greer, Zenith bahkan sempat makan siang bersama dengan putri dan adik saya," ucap Dito setelah tersadar dari keterkejutannya.  Pria itu masih tak menyangka bahwa gadis yang ia kenal beberapa minggu lalu adalah anak dari Tuan Greer, pria yang kini menjalin kerja sama dengannya dan membantu perusahannya melebarkan sayap lebih jauh lagi. "Ah, benarkah? Bagus kalau begitu, akan lebih mudah bagi saya untuk menjodohkan kalian."  Ucapan Tuan Greer berhasil membuat kedua mata Zenith membulat dan mematung di tempat. "Apa?! Dijodohkan?" "Iya, Zenith. Kamu mau kan? Lagipula Dito ini pria yang jujur dan pekerja keras, daddy bisa melihat itu semua. Walaupun statusnya duda, but tidak menjadi masalah. Apalagi wajahnya sangat tampan, dan kalian juga sudah saling mengenal," ucap Tuan Greer santai. "Daddy, ayolah. Sekarang sudah tak zaman untuk dijodohkan seperti ini, Zenith masih ingin menggapai impian Zenith, Daddy!" sentak Zenith secara tak sadar dengan suara meninggi. Terdengar helaan napas kasar dari Tuan Greer mendengar tolakan mentah-mentah dari sang putri. "Mau sampai kapan kamu membuat daddy menunggu Zenith? Daddy sudah semakin tua, sebentar lagi daddy akan meninggal. Siapa yang akan mengurus perusahaan kita nantinya?" "Tuan Greer, jangan menekan Zenith seperti itu. Bolehkah saya meminjam Zenith sebentar?" tanya Dito yang akhirnya angkat bicara.  Tuan Greer terlihat menganggukkan kepalanya kecil sebagai jawaban, Dito pun tersenyum kecil dan beranjak dari duduknya. Pria itu menarik tangan Zenith pelan, mengisyaratkan gadis itu untuk mengikutinya. Mau tak mau Zenith mengikuti arah jalan pria itu ke bagian belakang rumahnya, ia juga ingin menanyakan alasan pria itu menerima perjodohan konyol ini. Di bagian belakang rumah keluarga Greer, terlihat kolam renang berbentuk segi panjang yang cukup luas, juga kursi pantai dan payungnya. Zenith pun memilih untuk mengajak Dito duduk di salah satu kursi di pinggir kolam.  "Kenapa kamu menerima perjodohan konyol dari daddy? Kenapa tidak kamu tolak saja?" tanya Zenith kesal. Dito terlihat terdiam dengan pandangan lurus menatap air yang jernih di dalam kolam renang itu.  "Jawab, Dito! Diamnya kamu sama sekali ngga buat semua pertanyaan aku terjawab begitu saja," desak Zenith tak sabar. "Mungkin kalau kamu dengar jawaban saya, kamu akan berpikir saya egois. Alasan saya menerima perjodohan ini cukup simpel, saya ingin melebarkan sayap perusahaan saya lebih jauh lagi. Apalagi bisa dibilang Greer Company adalah perusahaan yang cukup berpengaruh di dunia." Dito meneguk ludahnya sendiri dan menarik napas sejenak. "Selain itu, sudah saatnya bagi Clarissa untuk mendapatkan sosok ibu yang baru baginya." Mendengar nama Clarissa membuat Zenith yang tadinya menatap lurus ke depan akhirnya menolehkan kepalanya menatap pria di sampingnya.  "Saya sadar, sekuat apa pun saya berusaha menjadi sosok orang tua tunggal yang sempurna bagi Clarissa, saya tidak akan bisa menggantikan sosok ibu dalam hidup anak itu." Hati Zenith tersentil mendengar cerita pria itu, bisa ia lihat di kedua mata Zenith betapa besar rasa sayang Dito bagi putri satu-satunya itu. "Tapi... aku belum siap, Dit. Aku bahkan ngga tahu apa aku bisa menjadi ibu pengganti yang baik bagi Clarissa." Zenith menundukkan kepalanya sejenak. "Aku... aku masih ingin bermain seperti anak-anak seumuranku, aku ngga mau terikat oleh pernikahan." "Kau akan bisa mendapatkan itu semua Zenith; kebebasanmu, impianmu, cita-citamu." Zenith menatap kedua mata Dito lekat, mencari celah kebohongan di mata pria itu, tetapi Zenith sama sekali tak melihat ada celah kebohongan di sana.  "Benarkah? Kau pasti berbohong kan! Mana ada pria yang menikah tapi tak ingin meminta haknya pada istrinya, kau juga pasti sama seperti pria lainnya." Seulas senyum tipis terbit di wajah Dito. "Saya sama seperti pria lainnya Zenith, saya juga punya napsu. Tapi, apakah pernikahan selalu harus tentang berhubungan suami-istri? Arti pernikahan tidak sesempit itu, Nith." Terdengar hembusan napas kasar dari Dito, membuat Zenith menatapnya penuh minat. Ada rasa hangat yang menjalar di hati gadis itu begitu mendengat ucapan Dito barusan. "Saya tidak seegois itu untuk merebut masa depan kamu, apalagi kamu masih sangat muda. Perjalanan kamu masih panjang, dan saya juga lebih senang kalau memiliki pendamping yang mau berusaha." Dito beranjak dari duduknya dan menepuk pundak Zenith pelan. "Saya tidak memaksa kamu untuk menerima perjodohan ini dalam waktu dekat, kamu bisa gunakan waktu semau kamu untuk berpikir. Saya yang bakal kasih pengertian untuk Tuan Greer." Setelah mengatakan hal itu Dito pun keluar meninggalkan Zenith sendiri, merenung dengan segala ucapan Dito yang berputar di pikirannya. Seolah semua itu seperti kaset rusak yang terus saja terputar berulang-ulang di dalam kepalanya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN