Disappointed

2143 Kata
            Pagi itu suasana cerah sekali. Kicauan burung yang bersahut – sahutan menjadi sebuah lagu untuk mengawali kegiatan di pagi hari. Sam beranjak dengan malas dari kasurnya. Tidurnya tidak terlalu nyenyak semalam. Mungkin ia harus memikirkan alternative lain jika ia tidak bisa tidur malam – malam selanjutnya. Seperti, menelan pil tidur mungkin. Ide yang tidak terlalu buruk.             Sam melangkah masuk dengan gontai kehalaman sekolahnya. Berhari – hari yang lalu. Sejak ia bertemu Narcissa ia jadi lebih banyak memikirkan banyak hal. Bukannya ia menyalahkan Narcissa. Sejak kemampuan aneh itu melekat pada dirinya pun sebenarnya kehidupannya sudah lama berubah. Jauh dari kata normal. Sejenak ia berpikir, apakah ada orang lain yang merasakan hal sama seperti dirinya saat ini. Sekali lagi, ia sangsi mengenai hal itu.             Perangai Sam jadi berubah – ubah semenjak kemampuan aneh itu ada pada dirinya. Terkadang menjadi lembut, terkadang menjadi sangat s***s dan bahkan menyeramkan. Itulah alasan mengapa ia ingin tinggal sendirian saja. Berbahaya menurutnya berdekatan dengan orang lain. Pada saat – saat tertentu, ia tidak tahu apa yang terjadi pada perasaannya. Disaat – saat tertentu rasanya hatinya membeku dan perasaannya mati. Dan disaat lainnya ia akan bersikap sangat lembut. Labil sekali. Terkadang, ia bahkan tidak peduli kepada orang lain dan bahkan dirinya sendiri.             -00254 “Hai Sam. Bagaimana dengan teman perempuan lo itu? Berhasil lo selamatkan?” sebuah suara sinis membuyarkan lamunan Sam sejak tadi. Ia menoleh dengan perasaan tidak suka. Pemuda itu, pemuda yang ditemuinya kemarin di taman. Pemuda yang—Sam—Sebenarnya—malas—mengakuinya, memperingatkannya mengenai kelakuan Ren kepada Narcissa.             Sam melirik sejenak kemudian tidak menanggapinya. Pemuda itu terkekeh pelan, tetapi masih tertangkap oleh pendengaran Sam. Ia meneruskan langkahnya, tidak menanggapi apapun yang dibicarakan pemuda itu.             -00254 “Tunggu Sam.” Sam melirik tajam kearah pemuda itu. Pemuda itu menarik bahu Sam dan membuatnya berhadapan dengannya.             “Jangan ganggu gue.” Desis Sam tajam.             Pemuda itu—Louis—terdiam mendengar desisan tajam Sam. Ia melepaskan genggamannya di bahu Sam kemudian tersenyum canggung.             -00254 “Yeah, maaf maaf. gue hanya ingin tanya satu hal.” Katanya kemudian.             Sam membuang muka. Malas menatap pemuda itu. “Cepatlah.” Kata Sam cepat.             Louis tersenyum. -00254 “Er… maaf sebelumnya. Tapi benarkah lo bisa melihat kebohongan?” Tanya Louis hati – hati.             Sam membelalakkan matanya. Ia langsung menoleh kearah Louis. “A—apa maksud lo?” Sam merutuki suaranya yang bergetar. Bagaimana tidak, kemarin Ren sekarang Louis. Kenapa cepat sekali berita tentang kemampuannya menyebar. Sejak hari itu, sejak ia bertengkar dengan Stefan, satu per satu orang – orang didekatnya mulai menanyakan perihal kemampuannya.             ‘Damn’ Makinya dalam hati.             Sam tidak menanggapi Louis dan langsung berjalan, atau setengah berlari kekelasnya. Rasa kesalnya sudah naik ke ubun – ubun. Ia perlu menemui Stefan, kalau perlu menghajarnya sekalian.             Langkahnya yang setengah berlari mampu membuatnya sampai lebih cepat dikelasnya. Didepan pintu ia melihat Stefan tengah duduk termenung dengan menumpukan pipinya ditangan kanan sambil menatap keluar jendela.             Sam menatapnya tajam kemudian menarik lengan Stefan dengan keras. Ia tidak mempedulikan rontaan Stefan dan bahkan tatapan bingung teman – teman sekelasnya. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah menyelesaikan urusannya dengan Stefan.             “Lo, b******k! Gue beneran bodoh sampai merasa bersalah sama lo.” Teriak Sam keras sambil melempar Stefan kearah tembok dibelakang sekolah.             Stefan meringis, merasakan lengannya membentur tembok. -00203 “Apa – apaan sih lo?” Tanya Stefan tidak terima diperlakukan seperti itu.             “Berani sekali lo nyebarin soal kemampuan gue hah? Gue pikir lo sudah cukup menjadi rendahan sejak menguping pembicaraan gue, lalu sekarang apa? Menyebarkannya?” Sam tersenyum sinis.             Stefan menatap bingung kepada Sam. -00203 “Maksud lo apaan sih?” Tanya Stefan kebingungan.             “Nggak perlu berpura – pura bodoh. lo pikir bisa membodohi gue dengan acting sok polos lo itu?” Sam menatap tajam sambil menarik kerah baju Stefan.             Stefan meringis merasakan lehernya yang sedikit tercekik. -00203 “Gu—gue ng—gak ngelakuin ap—a pun.” Jawab Stefan terbata – bata. Lehernya terasa lumayan sesak dengan Sam menarik kerah dan dasinya secara bersamaan.             ~ching -00204             Sam memandang atas kepala pemuda didepannya. Bola mata Sam membulat. Kekesalannya sudah sampai pada batas maksimal, tapi daripada kesal, rasa kecewa Sam jauh lebih besar. Ia sudah terlanjur memeprcayai Stefan sejak pertama kali bertaman dengannya. Ia menatap jauh lebih dingin kearah bola mata didepannya.             “Lo udah tau kemampuan gue ‘kan?” Tanya Sam sinis. “Dan apa lo lupa kalau kemampuan gue adalah melihat kebohongan seseorang selama hidupnya?” lanjutnya.             Stefan masih meronta – ronta berusaha melepaskan diri dari Sam. -00204 “Gu—gue…akh tunggu Sam.” Ujar Stefan bergetar.             “Lo pembohong!! Dasar mahkluk rendahan!” Maki Sam tajam. Ia melempar Stefan hingga membentur tembok dengan keras kemudian meninggalkan Stefan dengan perasaan terluka. . .             Sam mengacak rambut kecoklatannya dengan bringas. Pikirannya benar – benar kacau. Sangat – sangat kacau. Ini menjengkelkan. Rasanya kehidupannya lambat – lambat mulai berantakan. Setelah ini masalah apa lagi yang akan mendatanginya. Sudah sejak lama ia merindukan kehidupan tenangnya yang tanpa masalah.             -00000 “Kau baik – baik saja Sam?” Tanya Narcissa lembut.             Saat ini ia tengah berada di rumah kaca bersama Narcissa. Ia tidak menceritakan sedikitpun mengenai Stefan atau hal – hal yang berkaitan dengan itu. Cukup, rasanya kepalanya mau pecah memikirkan bermacam – macam masalah yang mampir dengan tidak elitnya kedalam kehidupan tenangnya.             -00000 “Sam?” Panggil Narcissa lebih keras. Ia menggerak – gerakkan tangannya naik turun didepan wajah Sam.             Sam mengerjapkan bola matanya. “Hah? Lo bilang apa barusan?” Tanya Sam sambil menatap Narcissa.             Narcissa menghela napas pelan. -00000 “Sepertinya kau memang sedang tidak baik – baik saja Sam.” Kata Narcissa kemudian.             “Gue baik – baik saja.” Kata Sam datar.             Narcissa memandangnya khawatir. Sejak pertengkarannya dengan Stefan waktu itu, Narcissa selalu khawatir mengenai keadaan Sam. Ditambah lagi, Sam dan Stefan sekelas. Narcissa memang belum tau kalau kemampuan Sam telah diketahui oleh Louis. Narcissa bahkan tidak mengenal Louis. Hari itu dia tidak bertemu dengan Louis.             Sam meraih tas selempangnya yang ia taruh di samping bunga – bunga Narcissa. Sesekali Narcissa melihat Sam memejamkan matanya sebentar. Sam beranjak dari duduknya kemudian merapikan seragamnya sebentar. “Gue kembali ke kelas.” Katanya datar.             Narcissa tersenyum canggung. -00000 “Baiklah.” Responnya singkat.             Narcissa memandang punggung Sam yang semakin menjauh. Keadaan Sam terlihat berbeda. Badan tegap yang terlihat sangat kuat itu bagi Narcissa terlihat rapuh. Laki – laki kuat yang memikul beban hidup yang berat. Narcissa menggigit bibir bawahnya. Rasanya ia ingin sekali membantu Sam. Orang pertama yang tidak terganggu akan kehadirannya adalah Sam dan juga Stefan. Kedua orang yang amat berharga baginya.             Sejenak Narcissa berpikir mengenai orang tua Sam. Bagaimana orang tua nya bersikap kepada Sam? Narcissa tidak pernah mendengar cerita mengenai orang tua Sam dari siapapun. Dan sepertinya Sam sendiri tidak mau menceritakan tentang keluarganya kepada nya. Apakah orang tua Sam mengetahui soal kemampuan Sam? Apakah orang tua Sam menyayangi Sam dengan selayaknya? Dan pertanyaan apakah - apakah lainnya. Semua itu berkecamuk dan membaur menjadi satu didalam kepala Narcissa. Sedikit saja, ia ingin merasa berguna bagi orang lain yang bahkan sejak awal mau menjadi temannya. . .             -HHHHH “Hee, jadi ini sekolahan adik gue ya.” Gumam seorang wanita tinggi berkulit putih dengan sebuah cincin ular perak dijari manis kanannya.             “Permisi nona. Ada perlu apa?” Tanya satpam didepan pintu sekolah.              -HHHHH “Oh, sorry Sir! Nama saya Helga. Saya hanya ingin mengetahui sekolah ini saja. Oh, ini tanda pengenal saya.” Helga menarik kertas kecil dari saku celananya dan menyerahkannya kepada Satpam yang berjaga di depan sekolah.             “Anda anggota keluarga Collin?” Tanya satpam itu dengan tidak percaya. Ia memandang dari atas kebawah penampilan Helga yang kurang bisa disebut pantas untuk kata ‘elegan’.             -HHHHH “Yeah, tuan Collin adalah paman saya.” Kata Helga cuek.             “Eh? Benarkah? Evan Collin adalah kerabat anda?” Tanya satpam itu masih dengan raut ketidak percayaan yang ketara.             Helga menghela napas kesal. ‘Banyak Tanya sekali orang ini’ pikirnya kesal.             –HHHHH “Yeah. Kenapa? Evan Collin memang paman gue!.” Kata Helga ketus. Satpam itu mengedipkan matanya tidak percaya.             “B—baiklah nona. Silahkan masuk.” Kata Satpam itu pelan.             Helga memandang cuek kearah satpam yang masih memandangnya masuk kedalam. Ia mengendikkan bahunya tidak peduli.              –HHHHH “Gue nggak tahu kalau keluarga pama Evan terkenal begitu, pasti Sam juga. Hah~ jadi dimana kelas nya ya…?” Gumam Helga sambil tersenyum.             Helga menyusuri koridor sekolah yang panjang dan berbelok – belok itu. Banyak pasang mata yang memandang aneh kearahnya. Helga tidak menanggapi pandangan penuh selidik dari berpasang – pasang mata disekitarnya. Menyusuri koridor sekolah ini melelahkan. Helga menyesal tidak bertanya saja dimana kelas murid bernama Samuel Andrew Collin berada.             Sam saat itu tengah berdiri melamun memandang keluar jendela. Ia tidak keluar dari kelas sama sekali. Stefan tidak ada disana, dan Sam tidak peduli sama sekali dimana keberadaan nya. Pikirannya penuh dengan berbagai masalahnya sekarang. Dan saat ini, taraf kebencian Sam kepada Stefan berada diatas puncak rasa bencinya. Ia merasa dikhianati. Padahal satu – satunya orang yang dipercaya Sam sebelum ada Narcissa adalah dirinya. Walau ia tidak mengatakannya secara langsung, tapi dalam hati ia bersyukur memiliki teman yang tidak hanya menjilatnya.             -HHHHH “Permisi. Bolehkah aku masuk?” Sam menoleh ketika mengenali suara seseorang didepan pintu kelasnya.             Beberapa pasang mata menoleh dan menatap kearah pintu kembar didepan kelas. Sam melirik sebentar dan ia merasa sangat terkejut ketika mendapati Helga berdiri dengan tampang cuek didepan kelasnya.             “Helga?” Kata Sam tidak percaya.             Helga mengangkat sebelah alisnya. Ada rasa tidak suka atas panggilan Sam kepadanya barusan. –HHHHH “Apa – apaan panggilan lo barusan itu? Tidak sopan.” Kata Helga tajam. Sam memutar bola matanya bosan. Ia tidak menanggapi kakaknya dan malah memalingkan wajahnya dan kembali fokus pada pemandangan diluar jendela.             Helga menerobos masuk kedalam kelas Sam, masih tidak peduli pada tatapan kebingungan para penghuni kelas Sam. Ia menghampiri Sam yang tengah duduk menghadap keluar jendela.             –HHHHH “Sam? Lo nggak asyik banget sih? Setidaknya sambut kakak tercinta lo dengan baik!” Kata Helga sedikit kesal.             Sam meliriknya sebentar kemudian kembali mengacuhkannya. Helga yang gemas akan perilaku Sam mengarahkan tangannya keatas kepala Sam. Surai – surai kecoklatan Sam ia acak – acak sesukanya. Sam menggeram kesal, ia membenarkan rambutnya yang sudah teracak – acak secara asal - asalan.             “Hey hentikan!” Desis Sam tajam. Helga tersenyum senang, akhirnya Sam menanggapinya. Dasar kakak kurang kasih sayang adik.             Beberapa bisik – bisik disekitarnya tidak ia pedulikan. Ia hanya menatap Helga dengan tatapan nyalang terbaiknya. Helga menyunggingkan senyum sejuta watt nya, seakan – akan tidak salah apa – apa. “Ck, mau apa lo kemari?” Tanya Sam dingin.             -HHHHH “Belanja pakaian.” Jawab Helga sarkastik. Sam cemberut mendengarnya. –HHHHH “Sudah tau gue kemari itu berarti ya menemui lo bodoh!” Sindir Helga sembari tertawa pelan.             “Disekolah ini nggak hanya ada gue!” ujar Sam ketus. “Bisa saja lo lagi nyari orang lain. Dasar lamban,” Balas Sam tak kalah sinis.             -HHHHH “Iya juga ya. Sebenarnya gue nggak hanya mau menemui lo sih.” Ujar Helga sambil mengusap – usap dagunya.             Sam mengerutkan alisnya. “Siapa yang mau lo temui?” Tanya nya penasaran.             Helga tersenyum mengejek. –HHHHH “Pffft… kenapa lo nanya - nanya? Ini ‘kan nggak penting buat lo.” Katanya dengan senyuman jahil.             Sam mendecak kesal. Ia memalingkan wajahnya dan kembali menatap keluar jendela. Helga kembali menyerang surai kecoklatan milik adiknya. Sam menggerang kesal sambil menyingkirkan tangan jahil kakaknya dari rambut miliknya.             -HHHHH “Ah, Stefan! Aku merindukanmu.” Teriak Helga lantang. Sam otomatis menoleh. Apa tadi katanya? Stefan? Sam tidak salah dengar kan?             Kekagetan Sam tidak sampai disitu. Ia melihat Helga tengah memeluk Stefan dengan sayang didepannya. Tunggu, sejak kapan Stefan dan Helga saling mengenal? Mungkin itulah yang dipikirkan Sam sekarang.             Sam beranjak dari kursinya, menghampiri Helga yang tengah asyik memeluk tubuh Stefan yang kecil dengan erat. “Apa – apaan  ini?” Tanya Sam tajam.             Stefan melepaskan pelukan Helga ditubuhnya kemudian menatap dingin kearah Sam. Helga tampak bingung. –HHHHH “Er… gue denger kalian berteman ‘kan?” Tanya Helga pelan.             Sam mengalihkan pandangannya dengan kesal. Masih teringat dikepalanya tentang masalahnya dengan Stefan. Dan Stefan sendiri juga sangat kesal dengan Sam, atau bisa disebut terluka, mungkin. Perkataan Sam tadi pagi sudah benar – benar menamparnya terlampau keras, dan Stefan pikir, Sam adalah orang paling menyebalkan yang pernah ia temui.             “Apa – apaan ini? lo kenal dia?” Tanya Sam sambil menunjuk Stefan dengan tatapan jijik.             Stefan menunduk. Tangannya meremat ujung pakaiannya. Helga yang melihat keadaan Stefan merasa bingung sekaligus khawatir. Ia merangkul Stefan yang lebih kecil darinya. Stefan mendongak memandang Helga.             -HHHHH “Tentu saja. Dia adik gue.” Kata Helga licin.             Serasa ada yang memukul kepalanya. Sam merasa pusing seketika. Adik? Stefan adik Helga? Sejak kapan Helga punya saudara? ----
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN