Bab 9

2660 Kata
HAPPY READING *** Ocha mengikuti langkah Damian naik ke atas, ia melirik jemari Damian yang menggenggamnya erat. Ia menelan ludah ketika Damian mengatakan akan mengajarinya bercinta. Bisa dikatakan ini pertama kalinya ia melakukannya, jika aksi itu dilakukan. Jujur ia merasakan kecanggungan ketika menatap Damian. Orang yang pernah mungkin sudah lihai harus bagaimana apalagi ketika foreplay dan cepat terangsang, kemungkinan cepat menikmati sebab itu bukan hal yang aneh lagi bagi mereka. Ia memang sudah lama di luar negri, hubungan intim di luar negri hal biasa bahkan sangat lazim di lakukan. Banyak teman-temannya yang menempuh pendidikan di London maupun di Jerman, menghadapi culture shock pergaulan di negara itu. Misalnya tinggal di asrama yang penghuninya campur aduk antara perempuan dan laki-laki. Asrama mahasiswa terletak berdekatan dengan kampus universitas, tidak membedakan jenis kelamin dan semuanya bisa tinggal bersama-sama. Kamar sebelah laki-laki, di samping laki-laki, begitu juga dengan kamar mandi, wc, dapur bersama, sama-sama digunakan bersama tanpa memandang gender. Tidak terlepas dari itu, saat ini juga banyak rumah kost di Indonesia yang mengizinkan pria dan wanita bisa tinggal satu atap. Tapi negara barat lebih parah, perbedaan budaya begitu kentara, mungkin di Indonesia masih punya malu, tapi di sini sangat terang-terangan. Banyak mahasiswa yang menyukai seks bebas. Perbuatan kecil seperti ciuman dengan bebasnya di tempat umum. Bahkan pengurus asrama memperbolehkan mahasiswa tinggal bersama satu kamar dengan pacarnya. Selama ia di sana, merahasiakan dirinya bahwa ia masih perawan. Ia masih bisa mengontrol dirinya untuk tidak melakukannya padahal ia sudah menempuh pendidikan megister di Jerman. Ia dulu memiliki teman dekat pria meminta dirinya untuk melakukan hubungan seks, namun ia terus menghindarinya. Ocha menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah pintu kamar berwarna abu-abu gelap. Ia yakin kamar itulah yang Damian. “Ngapin kita ke sini?” Tanya Ocha. “Aku cuma mau tunjukin kamar aku,” ucap Damian, ia memencet password di dekat hendel pintu. “134690.” “Hah!” Ocha masih bingung. “134690, ini password kamar aku, hanya kamu yang tahu, jika kamu sewaktu-waktu mau masuk kamar tanpa meminta password lagi,” ucap Damian, ia lalu membuka hendel pintu. “Kapan juga mau masuk ke sini,” dengus Ocha. Damian memperlebar daun pintu dan mempersilahkan Ocha masuk ke dalam kamarnya. Ocha masuk ke dalam, ia mengedarkan pandangannya ke segela penjuru kamar, yang ia rasakan pertama kali yaitu suasana kamar yang misterius dan nan romantis, aroma ocean fresh tercium di hidungnya. Tempat tidur berukuran king size berdiri kokoh di sana, seluruh komponen di kamar ini berwarna gelap. Interiornya modern dan mewah dengan panel dinding batu dan lantai kayu membuat suasana kamar ini semakin romantis. Lampu gantung yang penchayaanya redup menciptakan kesan misterius. Ocha menoleh ke belakang memandang Damian yang sudah menutup pintu kamarnya. Oh Jesus, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan jika sudah seperti ini. Bisa-bisanya ia masuk dengan bebasnya ke kamar seorang pria. “Kamu nggak apa-apain aku kan?” Tanya Ocha, ia menatap Damian. Damian menyungging senyum, “Enggak kok,” ucap Damian tenang. “Enggak apa?” “Aku nggak melakukan itu jika kamu nggak mau. Aku mau kita sama-sama enjoy melakukannya tanpa paksaan, kalau akunya mau, kamunya nggak mau, nanti kamu trauma lagi kalau sama aku. Jatuhnya pemerkosaan.” Ocha merasa lega ketika Damian mengatakan itu kepadanya, “Jadi ini kamar kamu?” Tanya Ocha. “Iya, kenapa?” Ocha masih memperhatikan kamar Damian, tidak ada satupun frame foto atau lukisan di kamar ini, “Bagus, intriornya juga keren,” Ocha mengagumi kamar Damian, ia menatap ke arah jendela berukuran besar yang menghadap view kolam renang. Damian mendekati Ocha, ia melipat tangannya di d**a, “Di umur kamu yang segini. Kenapa masih virgin? Padahal kamu hidup di luar negri, aku tahu kehidupan di sana seperti apa?” Damian penasaran, ia masih tidak menyangka bahwa Ocha menjaga kesuciannya hingga ia tumbuh dewasa. Ocha tertawa, ia melirik Damian, “I know, orang-orang dinegara barat, kebiasaan seks, atau seks bebas, bahkan saat remajapun merasa harus segera menghilangkan keperawanannya agar tidak dibilang kuper.” “Menurut aku, beda negara, beda konsep keperawanan. Meski keperawanan bukan lagi suatu yang mutlak yang harus dipertahankan. Satu hal yang perlu diingat bahwa selama berabad-abad konsep keperawanan sebagai sebuah idealism kemurnian memiliki perbedaan, dia memiliki suatu yang berbeda dengan yang lainnya.” “Apa kamu selama tinggal di luar negri tidak pernah berpacaran sebelumnya?” Tanya Damian lagi. “Pernah sih pacaran beberapa pria asing, ada yang menghargaiku, ada yang juga meminta untuk berhubungan seks. Namun aku selalu menyudahinya nggak pernah bertahan lama. Hubungan percintaan aku selalu flat, nggak ada manis-manisnya,” ucap Ocha menjelaskan. “Walau aku bukan wanita religius, tapi aku masih tetap memegang keperawanan aku hingga sekarang, itu merupakan hal yang luar biasa. Seks itu normative, subjektif tidak boleh tau. Sehingga jika ingin melakukannya, bicarakan dulu kepada pasangannya.” “Iya kamu benar.” Damian mendengar suara ketukan dari kamar, otomatis Ocha dan Damian menoleh kebelakang. “Itu pasti bibi. Aku ke sana dulu,” ucap Damian, ia melangkah menuju pintu, ia membuka pintu kamar dan benar, bibi membawa tray yang di atasnya terdapat teh hangat, dan cookies. “Ini untuk tamunya pak.” “Terima kasih ya, bi,” Damian mengambil alih tray itu, ia menutup pintu kamarnya lagi. Damian membawa tray ke dalam, ia lalu menyimpannya di meja dekat sofa. “Repot-repot banget,” ucap Ocha. “Biasalah bibi,” Damian terkekeh, Damian duduk di sofa, ia menepuk sofa di sebelahnya agar Ocha duduk di sampingnya. Ocha melirik Damian, menyesap teh hangat itu, “Menurut kamu keperawanan itu penting nggak sih?” Damian meletakan cangkirnya di meja, “Kalau aku sih, nggak masalah mau perawan dan tidak, karena kalau nikah itu karena wanitanya bukan keperawanannya. Masa lalu biarin aja berlalu, aku nggak peduli sih.” “Mau dia kehilangan keperawanan atas suka sama suka dengan pacarnya terdahulu, atau kehilangan keperawanan karena mastubrasi, kecelakaan, pemerkosaan, nggak masalah kok. Musibah juga terjadi diluar keinginan wanitanya. Aku juga bukan pria perjaka lagi, bukan berarti aku nggak bisa menjaga diri dan seks bebas.” “Pesan saya cuma satu, bagi para pria jangan merusak wanita polos dan baik. Kesucian itu mahal harganya. Dan bagi wanita, jangan bodoh dengan mengubur logika anda hingga terbujuk dari rayuan maut pacar kamu. Ingatlah bahwa keperawanan dan keperjakaan adalah symbol pengendalian diri.” “Exaclty,” timpal Ocha, ia tidak menyangka bahwa Damian begitu terbukanya menjelaskan tentang keperawanan. “Aku suka dengan pemikiran kamu,” ucap Ocha lagi. Damian tersenyum, “Apa kamu menjaga keperawanan kamu hingga menikah?” Ocha mengedikan bahu, “I don’t know, kalau pria itu benar-benar pria yang aku cintai, mungkin aku akan menyerahkannya tanpa perlu menikah.” Damian lalu mengurung tubuh Ocha, tubuh Ocha otomatis meringsut ke sofa. Ocha menatap nanar mata Damian dengan berani, ia menelan ludah, alisnya tebal dan matanya berwarna hazel. Kenapa dia terlihat sangat tampan. Ocha merasakan hembusan nafas Damian dipermukaan wajahnya, “Kamu mau apa,” bisik Ocha pelan. “Mau ngerasain sama aku?” Bisik Damian. Ocha menelan ludah, “Maksudnya?” ucap Ocha pelan. “Kita tidur bersama.” Ocha menahan nafas, ia menelusuri d**a Damian, “Aku belum siap, Dam.” “Foreplay,” bisik Damian. “Dam …” “Kalau nggak suka kamu bisa, stop.” Ocha menelan ludah, ia tahu foreplay itu dikenal sebagai pemanas atau aksi pembuka yang bisa membangkitkan gairah dan mambuatnya terangsang secara maksimal. Kemarin Damian pernah melakukannya di mobil dan sekarang dia ingin melakukannya lagi. “Tapi, Dam.” Mereka saling berpandangan beberapa detik, tanpa meminta persetujuan dari Ocha. Tanpa menunggu penolakan Ocha, Damian lalu mendaratkan bibirnya ke bibir Ocha. Bibir mereka lalu berpangutan satu sama lain. Ocha mengalungkan tangannya di leher Damian, ia tidak menolak ciuman itu. Harusnya ia menolak atas prilaku Damian, namun ia menyukai Damian mendominasi dirinya. Kecupan itu awalnya pelan, sekian menit berlalu ritmenya semakin cepat. Bibir Damian menghisap bibirnya dengan lembut, tidak hanya itu pria itu memainkan lidahnya tangan kirinya memegang tengkuknya agar bisa mengecupnya dengan leluasa dan tangan kanannya aktif menyentuhnya. Ocha tenggelam dalam kecupan Damian, ia juga membalas tidak kalah ganasnya. Tidak ada yang bisa mengakhiri kecupan ini. Ocha memberikan Damian akses penuh untuk menciumnya lebih dalam. Damian benar-benar paham apa yang disukai wanita. Damian menghabiskan waktu beberapa menit mengecup, menghisap, memainkan lidah pada bibir Ocha. Damian memandang mata Ocha terpejam menikmati kecupannya, tangannya aktif menelusuri tubuh Ocha, lalu manarik ke atas turtleneck yang di kenakan Ocha, dan melemparnya ke lantai. Kini hanya menyisakan bra berwarna hitam polos, membuatnya semakin hilang kendali. Tanpa melepas kecupannya, Damian menyentuh d**a Ocha secara perlahan, ia merasakan tubuh Ocha berdenyut hebat. Dalam pelukannya. Damian melepas pangutannya, bibirnya turun ke leher Ocha, otomatis Ocha mendongakan wajahnya agar Damian dapat akses lebih mengecupnya. Damian mendengar Ocha mendesah karena nikmat, bibirnya turun ke dda. Kecupan Damian membuat Ocha membuka mata, ia teringat ketika waktu mengatakan ingin tidur dengannya, ia sepertinya mendapatkan feeling bahwa mereka akan tidur saat ini juga. Ia tahu maksud Damian, namun pria itu masih menunggu persetujuannya. Ocha kembali mendesah ketika, bibir Damian turun hingga ke bawah, membuka kancing celananya dan lalu menurunkannya. Ia tidak tahu, kenapa ia sulit sekali menolak perlakuan Damian, ia tidak bisa berpikir jernih, justru menikmatinya. Desahannya kembali terjadi tanpa ia perintah ketika Damian mengecup pahanya secara perlahan. Damian memandang g-string berwarna senada, lalu menariknya ke bawah. Damian membuka tungkai kaki Ocha dan mencondongkan wajahnya, ia memainkan lidahnya di sana, sehingga membuat Ocha mengerang nikmat. Tidak hanya bermain lidah Damian juga menghisapnya tanpa henti. Tubuh Ocha mengejang, ia memegang pundak Damian dan mendesah. Ocha mengistirahatkan kepalanya ke sandaran Sofa, ia menatap Damian semakin aktif di bawahnya. Ocha memejamkan mata menikmati sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ocha baru tahu kenapa berhubungan seks itu enak, karena bisa merasakan rangsangan yang kian lama kian intens. Otot-otonya menegang, detak jantungnya lebih cepat dan aliran darah lebih kencang. Sensasinya membuat kulit terasa hangat. Ocha tidak tahu berapa lama Damian mencumbunya, ia tidak berhenti mengerang ketika lidah Damian menghujaminya tanpa henti. Ocha mendesah lagi, hingga akhirnya ia mencengkram bahu Damian dengan erat, lalu ia berteriak, ia mendapat klimaks pertamanya. Damian memandang Ocha, wanita itu bersandar di sofa, dengan tubuh melemah, nafasnya naik turun. Damian menyungging senyum, tangannya turun ke bawah dan membelainya. “Better?” Ocha mengangguk, “Yes.” “Oh God,” desis Ocha, karena jemari Damian bermain di bawah, seolah membuatnya tidak berhenti mendesah. Damian memangut bibir Ocha lagi sambil memainkan jemarinya, ia memainkan jemarinya dengan gerakan memutar, lama kelamaan ritmenya semakin cepat. Membuat Ocha tidak berdaya, Ocha mengerang kembali, seolah Damian tidak ingin memeberinya jeda untuk berpikir secara waras. “Dam …” bisik Ocha. “Hemm,” ucap Damian di sela-sela kecupannya. Tubuh Ocha kembali menegang dan bergetar, ia lalu memeluk tubuh Damian. Damian mengecup puncak kepala Ocha. “Sweet, better,” bisik Damian lagi. Damian mengehentikan cumbuannya, ia menatap Ocha yang sudah naked dalam pelukannya. Damian tersenyum, mengecup puncak hidung Ocha. “Aku harap kita tidur bersama, kalau kamu sudah benar-banar siap,” bisik Damian. Ocha mengatur nafasnya sulit di atur, tubuhnya lemas. Damian mengambil cangkir teh dan menyerahkannya kepada Ocha. Ocha menyesapnya secara perlahan. Seolah ada energy baru dalam tubuhnya. Ocha menarik g-stringnya lagi setelah Damian mencumbunya. Beberapa menit kemudian, Ocha mengenakan pakaiannya dan celananya lagi. Ia memandang Damian duduk di sofa sambil menatapnya ketika ia baru keluar dari kamar mandi. Ocha merapikan rambut panjangnya, bagaimana bisa ia terpikat dengan sentuhan pria dewasa seperti Damian. Ia tidak bisa mengendalikan dirinya ketika bersama Damian. Ocha mendengar suara ponselnya bergetar, ia dan Damian lalu tertuju pada ponsel di saku tas. Ocha mengambil tasnya dan menatap ke arah layar ponsel. “Mama Calling.” “Dari siapa?” Tanya Damian. “Dari mama.” “Yaudah angkat aja,” ucap Damian lagi. Ocha menggeser tombol hijau pada layar, ia meletakan ponsel itu ditelinga kirinya. “Iya halo ma,” ucap Ocha. “Kamu di mana, Cha?” Tanya mama. Ocha melirik Damian yang masih menatapnya, “Masih di rumah temen sih ma, kenapa ma?” “Bukannya tadi kamu mau ke sini?” Tanya mama lagi. Ocha mengusap tengkuknya yang tidak gatal, “Iya ma, ini mau ke sana.” “Hayuk buruan, ini kita lagi nungguin kamu untuk BBQ an.” “Iya ma, ini mau otw ke sana.” Ocha lalu mematikan sambungan telfonnya, ia menatap Damian, “Tuh, kan aku di cariin,” ucap Ocha. Damian menghela nafas, ia sebenarnya masih belum rela Ocha pergi darinya, “Yaudah aku antar ke sana.” Ocha tersenyum, lalu Damian beranjak diri mendekati Ocha, “Jaga hati, jangan sampai terpikat sama laki-laki lain,” ucap Damian. Alis Ocha terangkat mendengar kata terpikat dari bibir Damian, “Emang kita pacaran.” “Aku putuskan, mulai hari ini kita resmi pacaran.” “No.” “Kenapa?” “Ya, kan belum resmi. Lagian pacaran butuh proses.” “Proses apa lagi Ocha.” “Proses PDKT.” “PDKT bisa dilakukan ketika pacaran,” ucap Damian, ia merangkul bahu Ocha lalu mereka keluar dari kamar. “Enggak ah, ogah. Pacaran sama kamu bahaya.” “Bahayanya di mana?” “Terlalu dewasa, om-om,” bisik Ocha. Alis Damian terangkat lalu memandang Ocha, “Aku memang om-om Ocha. Buktinya keponakan aku, Feli seumuran kamu.” “Nah, itu, rasanya gimana gitu kalau pacaran yang sama dewasa banget,” Ocha menuruni tangga. “Bukannya enak ya, pacaran sama yang dewasa.” “Enaknya di mana?” “Kebutuhan seks kamu terpenuhi, apapun yang kamu minta bakalan aku kasih, uang jajan, uang bulanan, kartun kredit, apartemen, rumah, mobil jenis apapun yang kamu. Liburan ke luar negri tanpa memikirkan biaya. Kamu juga tidak perlu repot-repot bekerja dengan sudara kamu, karena itu sangat melelahhkan. Aku akan kasih lebih banyak dari gaji kamu.” “Cukup kamu menjadi kekasih aku.” Ocha merasa speechlees mendengar tawaran Damian untuk menjadi kekasihnya. Ia tidak menyangka ternyata masih ada laki-laki yang sangat memanjakan wanitanya seperti perlakuan Damian. “Mau?” “Apa kamu seperti ini dengan kekasihmu dulu?” Tanya Ocha. “Kurang lebih sih, cuma dia menghilang tanpa kabar. Dan sudahlah lupakan saja, sudah nggak penting lagi. Umurku sekarang nggak muda lagi, pengennya yang serius ke jenjang pernikahan.” “Masih pengen menikah.” “Aku pria normal, Ocha. Jika diperbolehkan, aku ingin menikahi kamu.” “HAH! Langsung nikah?” “Kenapa?” “Enggak-enggak, aku kan nggak tau karakter kamu gimana. Takutnya kamu kasar lagi.” Damian menatap Ocha, “Aku nggak seperti, Ocha. Aku nggak pernah kasar sama wanita.” “Itu kemarin suka ngancem, ngeri.” “Ya gimana mau di ancem, kamunya suka kabur-kaburan.” Ocha dan Damian sudah berada di teras. Damian menghidupkan central lock, Damian menatap Ocha lagi, “Tadi enak nggak?” “Enak apanya?” “Di dalam kamar.” Wajah Ocha bersemu merah, ia lalu bergegas masuk ke dalam mobil dan tanpa menjawab pertanyaan Damian. Damian melihat itu hanya tertawa, ia hanya ingin menggoda Ocha. Damian masuk ke dalam mobil, ia memasang sabuk pengaman dan menghidupkan mesin mobil. Damian mengambil dompetnya di dasbor, ia mengambil salah satu kartu kreditnya dan lalu menyerahkan kepada Ocha. “Ini untuk kamu,” ucap Damian. “Kartu kredit.” “Iya. Untuk keperluan kamu sehari-hari.” Ocha merasa ragu, “Hemmm.” Damian meraih jemari Ocha dan ia selipkan kartu itu di tangan Ocha, “Pakai ini.” “Bisa beli mobil nggak?” Tanya Ocha lagi. Damian tertawa, “Mau mobil?” “Enggak sih, pengen buat kamu bangkrut aja.” Damian lalu tertawa geli, “Kalau kekayaan aku berkurang dari satu persen saja, penasehat hukum dan pihak finance langsung konfirmasi kepadaku, Ocha. Kita langsung meeting direksi, mencari kesalahannya di mana, lalu kita perbaiki.” “Kalau kamu hanya mau mobil, di basement banyak sekali mobil-mobil mahal koleksi aku. Kamu bisa menggunakannya.” “Really?” “Yes.” “Mau liat,” rengek Ocha. “Kapan?” “Kapan-kapan deh, soalnya buru-buru di cariin mama.” “Besok aja ya, weekend.” “Iya.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN