LuXa( Lucas bertubu Alexa)
Alecas( Alexa bertubuh Lucas)
Alexa melepas sabuk pengamannya dengan cepat, sekali lagi gadis itu menengok ke arah Devon dan tersenyum manis penuh cinta. "Terimakasih sudah mengantarku."
Devon tersenyum miring, di rengkuhnya tengkuk Alexa, memberikan kecupan singkat di sudut bibirnya, "Selamat malam" bisiknya lembut.
Alexa segera pergi ke luar dari mobil dan melambaikan tangannya melihat kepergian mobil Devon. Setelah memastikan tidak ada siapapun yang melihat, dia berlari sedikit jauh menuju gerbang rumahnya. Hubungannya dengan Devon tidak di restui Connor, ayahnya selalu menganggap Devon lemah dan tidak bisa menjaganya.
Meski mendapat penolakan, Alexa tetap mempertahankan Devon, pria itu adalah kekasihnya dan Alexa sangat mencintainya. Setidaknya hubungan mereka yang sudah berjalan dua tahun menjadi bukti kekuatan cinta mereka yang bukan main-main, atau sekadar cinta monyet yang seperti Connor katakan.
"Nona" seorang pengawal tersenyum dan membungkuk, mempersilahkan Alexa melewati gerbang.
Kening Alexa mengerut, melihat Lamborgini merah yang terparkir di depan mansionnya. Dia tahu itu mobil Lucas, karena tadi siang dia memakainya juga. Bulu kuduk Alexa langsung meremang, merasakan situasi yang cukup buruk akan menghampirnya.
Alexa melangkah lebih cepat dan mendorong dua pintu besar yang menjulang tinggi di depannya.
"Hay sayang" suara bariton milik Lucas langsung mengintimidasi nyali Alexa yang baru satu langkah, menginjakkan kakinya memasuki rumah. Serigai jahat dengan tatapan tajam itu menyambut kedatangannya.
"Kenapa kau datang terlambat?, semua barang-barangmu sudah di siapkan. Kau tinggal pergi" Connor tersenyum lebar, pria tua itu terlihat berseri-seri dan lega penuh kebahagiaan. Ke khawatirannya akan kegagalan perjodohan anaknya kini sudah pupus, bahkan Lucas sebagai calon menantunya yang selalu menolak setiap pertemuan, kini datang sendiri menemuinya dan meminta tinggal bersama dengan puteri kesayangannya.
"Ma.. ma.. maksud Ayah?" Alexa kebingungan.
"Kita sudah sepakat untuk tinggal bersama, kau tidak ingat Alexa?" Lucas menyela dengan angkuh dengan kebohongan yang di ucapkannya.
Alexa mengepalkan tangannya dengan kuat, menahan diri untuk tidak membentak pria sombong di depannya itu. Alexa tidak tega merusak kebahagiaan Connor, dia tidak ingin mengecewakan ayahnya.
"Alexa harus ke kamar dulu, dan memastikan sesuatu."
Secepat kilat Alexa berlari menuju kamarnya sambil memikirkan bagaimana caranya dia bisa kabur sekarang. Bertemu dengan Lucas saja sudah membuatnya kesal, apa lagi harus tinggal bersama.
Nafasnya terengah-engah, mengunci pintu kamarnya serapat mungkin, para pengawal sudah menunggunya di luar seakan tahu akal bulus Alexa.
Si b******k itu benar-benar membuatku kesal!.
Alexa mundar-mandir semakin berfikir keras otaknya semakin macet mendapatkan ide untuk keluar dan kabur. Tubuhnya semakin gemetar ketakutan karena waktunya di kamar sudah cukup lama, mungkin sebentar lagi Connor juga akan datang menyusulnya.
Devon
Nama itu yang menjadi harapannya sekarang, tapi dia tidak berani melibatkan Devon. Sudah cukup dengan kebencian Connor dan penolakannya terhadap Devon sudah membuat kekasihnya bersedih, Alexa tidak ingin melibatkannya lagi.
Ayahnya akan langsung menghabisi kekasihnya sama seperti kejadian beberapa bulan silam. Tidak! Tidak! Devon tidak boleh terlibat.
"Kau sudah selesai?, cepatlah!."
Tubuh Alexa menegang, Lucas sudah menunggunya di luar. "Tunggu sebentar, aku ganti baju" teriaknya dengan suara gemetar. Alexa menyibak gordeng jendela. Melihat ke bawah, mengedarkan pandangannya dengan teliti.
"Cepatlah!" Teriak Lucas mulai tidak sabar.
"Iya iya" Alexa menalikan seprai dan kain gordeng untuk di sambungkan, dengan terburu-buru dia menalikannya ke pagar. Tubuhnya gemetar, melihat kain sudah menjuntai ke tanah.
Dengan segala keberanian yang di milikinya, Alexa melepas sepatunya, dia bergerak hati-hati menuruni tali sedikit demi sedikit. Matanya terpejam melawan ketakutan merasakan tangannya yang berkeringat membuat pegangannya melonggar.
"Aku harus berani" wajah cantiknya yang berkeringat melawan ardenalin yang menguasainya. Posisi Alexa sudah ada di pertengahan jalan, tidak memungkinnya bagi dia untuk naik lagi ke atas. Sedikit-demi sedikit dia mulai kebawah lagi.
Sebuah tangan kekar menangkap pinggangnya ketika Alexa sudah mau melompat dan menapakan kakinya ke tanah, "Semua pakaianmu sudah dalam koper. Menipulah dengan cerdas" Lucas mengangkatnya dengan mudah. Meletakan tubuh Alexa di bahunya seperti sebuah karung beras.
"Lepaskan!" Alexa menjerit dan meronta-ronta.
"Okay" Lucas melemparnya ke mobil dan membuat tubuh Alexa terhempas ke kursi belakang. "Aku datang dengan baik-baik, tapi kau bersikap sebaliknya. Kau ingin bermain kasar denganku?."
Alexa menggeleng, mengusap lengannya sedikit meringis "Aku tidak mau tinggal denganmu."
"Kau fikir aku juga mau heh?" Lucas menggeram, dia tidak suka penolakan. "Akan aku pastikan, aku akan melepaskanmu, jika dalam dua puluh empat jam kedepan tubuh kita tidak tertukar lagi."
Alexa mengerucutkan bibirnya, mengangguk dengan terpaksa. Perkataan Lucas memang ada benarnya juga. "Bukankah fenomena yang terjadi pada kita di luar akal sehat?, bahkan jika kita bercerita pada siapapun, mereka tidak akan percaya?."
Lucas mengangguk singkat, langkahnya mengitari mobil dan duduk di kursi kemudi. Lucas melajukan mobilnya lebih focus menyetir. Dia sendiri sudah di buat pusing dengan apa yang telah terjadi. Sudah seharian ini Lucas berfikir keras, namun tidak ada jawaban apapun yang menjadi alasan mengapa tubuhnya bisa tertukar.
Alexa bergerak hati-hati, melewati porseneling dan duduk di kursi depan. "Aku sempat berfikir mungkin ini kutukan."
"Kutukan?."
"Ya. Yang jelas bukan untukku, karena aku selalu memperlakukan semua orang dengan baik, mungkin saja kutukannya untukmu."
Lucas mengijak rem seketika, sampai-sampai kepala Alexa membentur dasbor mobil. “b******k! Menyetir yang benar!” Maki Alexa berteriak.
"Kutukan?, kepadaku?" Suara Lucas seperti bisikan yang meyadarkan ingatannya dengan sebuah pukulan keras.
Flasback
Lucas bergerak di antara cahaya matahari pagi yang menembus jendela. Wajah tampannya terlihat datar meski sorot matanya yang kebiruan itu menatap tajam. Coat hitam yang di pakainya menambah kesan seberapa berbahayanya dia saat ini. Gerimis hujan turun membasahi atap kayu restorant tua yang tengah dia masuki saat itu.
"Kau membantu anakmu yang penghianat itu kabur" suara Lucas dingin namun mematikan. Pria tua yang terbaring di bawah injakan kakinya gemetar ketakutan, bahkan lidahnya terasa kelu untuk menjawab. "Itu artinya kau menghiantiku juga" tambah Lucas.
"A.. ampun Tuan, beri saya kesempatan untuk membawanya lagi" isak tangisnya sudah tidak terbendung lagi, dia hanya pria tua yang tidak bisa apa-apa selain memasak untuk beberapa pelanggan setianya.
Lucas terkekeh meremehkan, "Katakan sekali lagi" dia mulai mengeluarkan sebuah belati yang berkilauan di bawah sinar matahari, pria tua yang terbaring itu sudah bisa mengukur seberapa tajam dan berbahayanya benda yang ada di tangan pria itu.
"Tuan.. ampuni saya" kegelisah dan ketakutannya semakin mencekam.
Hati Lucas tidak akan pernah tersentuh sedikit pun, mendengar isak tangis pilu pria tua itu semakin menambah kesenangannya untuk bermain-main dengan nyawanya.
Jleb
Belati di tangan Lucas telah mengayun dan menancap tepat di jantung pria tua itu, Lucas membungkuk dengan santai memutar belati itu seperti mainan. Pria tua itu berteriak dalam rintihan yang menyedihkan.
"Kau.. sangat kejam" ucap pria itu terbata-bata dengan sisa –sisa nafas terakhirnya.
Lucas menarik belatinya, melemparkannya pada Shwan "Bersihkan."
"Kau.. tidak punya hati" darah mulai mengalir menghiasi ubin usang restorant itu, mulutnya mengeluarkan darah yang segar dan anyir "Kau harus berubah."
"Pergilah dengan tenang, jangan menasihati aku" Lucas berdiri dan membalikan tubuhnya, di ikuti oleh Shwan dan tiga orang pengawal.
"Sebuah kutukan akan menantimu" teriak pria tua itu yang tertawa menampakan giginya yang sudah merah darah. Lucas menghentikan langkahnya sejenak. "Suatu saat nanti kau akan di sakiti. Hatimu akan hidup, hatimu akan merasakan sakit dan bahagia. Seseorang yang lemah akan menghancurkan ke pribadianmu."
Lucas berbalik lagi dengan serigai jahat khas miliknya, Lucas mengeluarkan pistol dari sakunya. Tanpa ragu dia mengarahkan pistolnya ke pria tua itu dan menarik pelatuknya hingga bunyi ledakan pistol menggema di setiap penjuru ruang. Peluru sudah bersarang di kepala pria tua itu.
"Banyak bicara" gumamnya denga santai, kembali memasukan pistolnya ke saku. "Urus mayatnya."
Wajah Lucas memucat, dia tersadar dari ingatannya. Lucas diam membeku beberapa saat, mengabaikan teriakan Alexa yang memarahinya. Lucas kembali melajukan mobilnya dengan cepat, fikirannya masih tertuju pada kejadian satu tahun yang lalu.
Lucas tidak mungkin mengatakannya pada Alexa apa yang sebenarnya telah terjadi, sementara dirinya masih menerka-nerka. Dia harus menyelidikinya sendiri dan menyelesaikannya sendiri juga.
***
"Ini kamarku?" Alexa melihat setiap interior kamar barunya, ranjang king size putih di hiasi gordeng seperti zaman kerajaan, ruangan walk in closet yang luas, kamar mandi yang luas dengan bathup yang besar dan nyaman, tidak lupa meja rias dan lemari buku juga televisi, semuanya sudah cukup lengkap meski tidak terlihat feminim seperti kamar pribadi miliknya.
"Perlu lemari makanan?" Lucas bersandar pada pintu, melihat setiap gerak gerik Alexa yang masih meneliti setiap sudut kamar barunya.
Alexa menggeleng, "Untuk saat ini cukup. Keluarlah!" Usirnya dengan berani, bahkan tidak mengucapkan kata terimakasih sebagai basa-basi.
"Tidak tahu terima kasih" Lucas menutup pintu dengan kasar.
Alexa melepaskan sepatunya, melompat ke ranjang dan membaringkang tubuhnya dengan nyaman. Dia merasa lelah menjalani harinya yang aneh sejak tadi, rasa kantuk menyerangnya, Alexa menguap dan mengeliat, mulai memejamkan matanya dan tidur.
***
Lucas berkutat dengan laptopnya, dia menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda. Lengan kemejanya dia gulung sampai siku, menampakan tangannya yang kuat. Lucas telah terbiasa menghabiskan waktunya untuk bekerja, sisanya lagi untuk bersenang-senang.
Dari kesibukan tangannya yang bergerak membalas email masuk, Lucas menjatuhkan kepalanya ke sandaran kursi dan mencoba untuk berdiri.
Tiba-tiba kepalanya terjatuh dan terantuk ke atas meja cukup keras.
"Aduh!" Rengeknya kesakitan, pandangannya mengedar mengumpulkan kesadaran. "Ini dimana?" Alecas mengusap keningnya yang sempat terantuk.
BRAKK
Pintu ruangan kerja terbuka dengan tendangan keras, di ambang pintu sudah ada LuXa berdiri. "Apa yang kau lakukan?!" LuXa berteriak membentak.
Tidak susah bagi LuXa untuk sampai ke ruangan kerjanya lagi, karena kamar tempat Alexa berdampingan dengan ruangan kerjanya, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama bagi Lucas untuk kembali ke kamarnya.
"Apa?" Alecas ketakutan mendengar teriakan LuXa yang menakutkan. Sementara dia sendiri tengah kebingungan karena tubuh mereka tertukar lagi.
"Kau tahu maksudku!" Desisnya emosi, LuXa mengitari meja dan merangsek kemeja Alecas dengan kuat. Sikapnya sangat jauh dari kata kelembutan, meski orang yang di hadapannya adalah seorang gadis kecil. "Penangkal kutukan ini adalah ciuman, setidaknya kau harus tahu apa yang menyebabkan tubuh kita tertukar lagi."
"Kenapa kau marah padaku?, aku tidak tahu apa-apa!" Alecas menahan diri untuk tidak menangis dan membuat pria di hadapannya semakin besar kepala dan bersikap semena-mena padanya, apalagi Alecas tidak suka di bentak-bentak.
"Apa yang terakhir kali kau lakukan barusan?."
"Aku berbaring dan tidur."
"Tidur?" cengkraman LuXa mengendur, dia mulai berfikir keras. "Jadi tubuh kita akan tertukar lagi jika salah- satu dari kita tidur?, itu maksudmu?."
"Mana aku tahu, cepat cium aku!, aku lelah dan mengantuk" Alecas sudah tidak tahan lagi berlama-lama berdekatan dengan LuXa.
"Kau tidak boleh tidur."
"Memangnya siapa kau?, berani sekali mengaturku" Alecas berdecak pinggang dengan berani, dia tidak mau di tindas dan di perlakukan semena-mena oleh pria arogan seperti Lucas.
LuXa menaikan satu alisnya bersamaan dengan senyuman sinis yang terlukis di wajah cantik Alexa. "Jika kau kau tidur dan tubuh kita tertukar lagi. Aku bersumpah, akan membawa tubuhmu ke para pengawalku dan kau akan di setubuhi mereka semua."
Alecas tertawa nyaring meremehkan, gertakan LuXa tidak mempan padanya. "Silahkan saja!, yang menikmati tusukannya kan dirimu, aku hanya akan tidak akan perawan lagi nantinya" Alecas tertawa lagi.
LuXa menggeram, merutuki kebodohannya mengancam Alecas. Dalam satu sentakan dia menerjang jarak di antara keduanya. Dengan kuat LuXa mendorong Alecas untuk kembali duduk di kursi dan duduk, sementara dia naik ke pangkuannya dan menciumnya dengan kasar dan kuat tanpa memberi jeda sedikit pun.
Menyadari tubuh mereka sudah kembali, Lucas memegang erat pinggang Alexa agar tetap berada di pangkuannya dan menarik tengkuk gadis itu, memperdalam menciumnya penuh gairah. Lucas tidak memperdulikan Alexa yang berusaha mendorong dadanya dan menjauh.
Tangan Lucas begerak di atas paha Alexa dan mengusap kulit lembutnya, Lucas mengerang dalam ciumannya, memberikan penghargaan atas kelembuat dan keindahan pada tubuh Alexa yang hampir membuatnya meledak.
Shwan yang baru datang langsung membalikan tubuhnya. Pintu ruang kerja Lucas masih terbuka lebar sehingga apa yang tengah di lakukan tuannya dapat dia lihat langsung. Shwan datang karena mendengar teriakan.
"Maaf Tuan, saya fikir terjadi sesuatu." Ucap Shawn sungkan dan malu takut mengganggu aktivitas tuannya.
Alexa mendorong d**a Lucas lebih keras hingga ciumannya terlepas, dan tubuhnya sedikit menjauh dari rengkuhan Lucas. Nafas Alexa terengah-engah kehabisam oksigen, "Aku gak suka kamu seperti itu!" Cemberutnya dengan kesal, dia tidak rela berciuman dengan Lucas.
"Kau tidak boleh tidur!" Perintahnya dengan senang, melihat bibir merah menggoda milik Alexa sudah bengkak karena ciumannya.
Alexa semakin di buat kesal, dia segera turun dari pangkuan Lucas dan menghentak-hentakan kakinya seperti anak kecil. "Oke. Kau puas?."
"Diam disini Alexa, gadis bandel sepertimu harus di awasi."
Si b******k ini, dia fikir dia siapa mengatur-ngatur aku. Batin Alexa.
"Aku mengambil handponeku dulu" gadis itu berbalik dan pergi, sejenak dia diam di hadapan Shwan yang berdiri di ambang pintu. Jika Shwan tadi tidak datang, mungkin Lucas sudah berbuat macam-macam, Shwan telah menyelamatkannya.
Alexa mendekat, tiba-tiba gadis itu memeluk Shwan dengan senang. "Terimakasih" ucapnya dengan riang, lalu pergi lagi. Shwan hanya diam mematung, tersenyum dalam kebingungan.
Shwan kembali tertunduk, mendapatkan tatapan tajam Lucas. Dia tahu, dia telah membuat tuannya tidak senang.
"Ganti pakaianmu yang telah di sentuh olehnya, dan kau berdiri disana satu jam!."
"Baik Tuan."
To Be Continue . . . .