LuXa( Lucas bertubu Alexa)
Alecas( Alexa bertubuh Lucas)
"Selamat pagi" sambut Alexa pada semua orang. Dia kembali menguap dan merenggangkan tubuhnya, kakinya berjalan pelan menuruni anak tangga. "Selamat pagi" ucapnya lagi pada seorang maid yang membungkuk memberi hormat.
"Tuan Lucas sudah menunggu Anda untuk sarapan pagi."
"Aku gak mau sarapan sama si setan itu" bibirnya mengerut kesal, Alexa melangkah lebar dengan rambut yang masih acak-acakan dan gaun tidur tipisnya.
Lucas sudah terlihat rapi dan siap untuk pergi bekerja, pria itu duduk di ujung meja menunggu kedatangan Alexa. Tidak berapa lama Alexa datang, namun gadis itu hanya melewatinya dengan kepala terangkat angkuh, Alexa hanya tersenyum lebar kepada setiap pelayan yang di temuinya, tapi dia tidak sudi tersenyum sedikit pun kepada Lucas.
"Duduk, dan makanlah" suara Lucas sedikit serak, walau bagaimana pun dia lelaki normal. Melihat gerakan kaki jenjang Alexa tanpa alas, gaun tidur tipisnya memberikan bayangan keindahan tubuhnya setiap kali bergerak dengan rambut panjangnya tergerai tidak beraturan, semakin menambah kecantikannya dan berhasil membuat Lucas b*******h.
"Dimana dapurnya?" Tanya Alexa pada seorang pelayan, dia mengacuhkan perintah Lucas.
Lucas memotong omletnya dengan senyuman sinis, "Sekalian bawakan secangkir kopi untukku, Alexa" gumamnya mencela, menekan kata terakhirnya.
Bibir Alexa terayun, siap untuk balas mencela, namun dia memilih diam dan tersenyum lebar ketika melihat kedatangan wanita paruh baya muncul di antar oleh Shwan.
Caroline datang sepagi ini, untuk memastikan apa yang di katakan Connor benar atau tidak. Keputusan Lucas yang membawa Alexa untuk tinggal bersama membuat Caroline cukup kaget, Caroline sempat curiga dengan keputusan anaknya itu. Namun, setelah melihat kebenarannya sekarang sangat membuat Caroline bahagia.
"Selamat pagi" sapa Caroline riang melihat Alexa dan Lucas bergantian lalu memeluk mereka dengan singkat.
"Untuk memastikan?" Tanya Lucas kecut.
"Ya sayang, apa salahnya?. Well... sepertinya kalian memberikan kemajuan yang pesat" senyumannya melebar, melihat Alexa yang masih berdiri mematung dengan gugup. "Kenapa sayang?, kemarilah, kau tidak perlu malu."
"Um.. aku akan pergi ke dapur dulu" Alexa berbisik, dia merasa gelisah karena kesalah pahaman ayahnya dan Caroline, Alexa dan Lucas tinggal bersama karena keterpaksaan, tidak ada yang lain!.
"Dia. Ingin. Membuatkan. Kopi. Untukku. Mom" Lucas kembali tersenyum sinis, menekan setiap kata yang di ucapkannya dengan tegas.
Alexa menggertakan giginya dengan kuat, melotot pada Lucas dan pria itu hanya menyerigai merasa senang bermain-main dengan Alexa yang tengah marah.
"Apakah Anda juga mau?" Tanya Alexa dengan sopan, sebenarnya dia hanya basa-basi. Dan Caroline menggeleng, Alexa lega.
Sebenarnya Alexa tidak bisa melakukan apapun, termasuk membuat kopi.
Alexa melangkah lebih cepat, malas melihat ketampanan di balik hati iblisnya wajah. Alexa jengkel, semalaman Lucas tidak mengizinkan dirinya tidur, itu sangat menyiksanya.
"Shwan, selamat pagi" Alexa tersenyum lebar, melihat Shwan yang kebetulan sedang berkutat dengan Gaggia, Mesin pembuat kopi.
Alexa juga butuh secangkir untuk membuatnya tetap terjaga. "Boleh aku minta dua cangkir?."
"Selamat pagi Nona. Tentu saja" Shwan terlihat waspada, mengingat kejadian Alexa memukuli anak buahnya, Shawn harus hati-hati dengan aura gelap Alexa yang sama seperti tuannya.
Alexa mengitari meja dan mendekat, melihat Shwan cukup terampil meraciknya dan menciptakan asap mengepul di udara, memberikan aroma yang khas.
"Ada yang bisa saya bantu lagi Nona?." Shwan meletakan dua cangkir kopi di nampan perak.
"Tidak, terimakasih."
Shwan tersenyum kaku, dia membungkuk dan undur diri, pergi membawa kopinya sendiri. Alexa masih mematung, menggembungkan pipinya bergantian. Alexa sangat malas untuk bergabung, apalagi jika harus membahas perjodohan yang berlangsung.
Andai Lucas berprilaku baik padanya, mungkin Alexa akan melunak dan mengajaknya bekerja sama untuk membatalkan perjodohan mereka.
Namun tidak, sejak bertemu dengan Lucas kemarin, Alexa merasa terkutuk oleh perbuatan pria arogan itu.
Sudut mata Alexa bergerak ke beberapa sisi, senyuman licik menghiasi wajah cantiknya. Dia mengambil kecap asin, garam, merica bubuk, cabai bubuk, sedikit selai. Lalu menuangkannya ke dalam salah satu cangkir kopi, mengaduknya masih dengan senyuman licik di bibirnya.
Alexa melenggang dengan riang, membawa nampan kopi, setelah memastikan aroma kopi bercampur dengan beberapa bumbu yang dia tuangkan.
"Maaf lama" senyuman Alexa melebar, meletakan kopinya di depan Lucas dan untuk dirinya sendiri. Alexa ikut duduk di sebelah Lucas masih dengan senyuman ceria.
"Kau terlihat bahagia" Caroline tertawa pelan, melihat Alexa menyesap kopinya.
Pupil mata Lucas menyempit, melihat pipi merah muda Alexa telah kembali. Terakhir Lucas melihatnya, ketika setelah ciuman panas mereka tadi pagi saat bangun tidur.
"Aku merasa bahagia saja tinggal disini" jawabnya enteng.
Lucas mendengus kasar. Dia tidak menyangka Alexa bisa tersenyum secantik bunga yang bermekaran untuk sebuah kebohongan.
Lucas tidak tahu, apa yang sebenarnya membuat Alexa tertawa lebar dan membuatnya senang.
"Minumlah kopimu, kau tidak boleh tidur saat bekerja" suara Alexa merendah manja.
Caroline menopang dagunya, senang menonton anak dan calon menantunya saling perhatian.
Ada keraguan di mata Lucas, namun dia mengambil cangkir kopinya.
Ya. Minumlah b******k, rasakan lidah aroganmu akan tersiksa.
Setan dalam jiwa Alexa teratawa terbahak-bahak.
Hidung Lucas mencium bau aneh di antara kepulan kopinya, namun dia tetap meminumnya dengan hati-hati.
Belum sempat kopi di mulut Lucas sampai tenggorokan, matanya terpejam erat, dengan tangan yang mengepal, hampir memecahkan cangkir di genggamannya karena rasa mual menyeruak di lidahnya.
Sialan!
Lucas menelannya dengan terpaksa, dan Alexa tersenyum lebar. Irish matanya nampak berbinar-binar, terhibur melihat Lucas teracuni.
Jika saja tidak ada Carolin disini, Lucas pasti sudah menggebrak meja dan mengamuk.
Sialan! Berani-beraninya dia.
"Habiskan, aku membuatnya penuh cinta" Alexa mengolok-olok.
Rasa panas menjalar di kerongkongan Lucas, dia tidak tahan hanya dengan meminum dua seruputan kecil. Kepalanya hampir meledak, melihat senyuman jahat Alexa saat melihat dirinya tersiksa.
Lucas menggeram, dia menendang kursinya dengan kasar hingga bunyi derakan di lantai terdengar nyaring.
Dengan kasar Lucas meraih wajah Alexa dan menciumnya dengan kasar tanpa ampun, mengembalikan beberapa tegukan kopi dari mulutnya ke dalam mulut Alexa.
"Owh.. sepertinya aku harus pergi" Carolin tersenyum kikuk, dia mengambil tas dan beranjak dari duduknya. Carolin tidak mau mengganggu dua orang yang sedang berciuman panas dan agresif di depannya. Meski Caroline tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi Caroline sangat bahagia.
Alexa hampir muntah dalam mulut Lucas, merasakan rasa yang tidak enak menyengat lidahnya, dia mendorong Lucas dengan kuat.
"Jangan macam-macam denganku" tegas Lucas setengah terengah, Alexa memuntahkan isi perutnya yang kosong di lantai.
"Huekk" Alexa menyeka air mata yang membasahi pipinya.
"Cepat mandi, dan ikut denganku!" perintah Lucas tidak mau tahu, dia sudah di buat jengkel oleh sikap pembangkang Alexa, tidak ada yang pernah berani melakukan itu padanya. Kecuali, gadis manis kecil ini, Alexa..
"Gak mau, aku gak mau ikut denganmu." Alexa menegak segelas juss sampai tandas, mengisi setiap lorong ususnya yang kesakitan. "Pergi saja sendiri, aku tidak sudi" tambahnya dengan nada melengking.
"Mandi Alexa" nada suara Lucas semakin menjadi dingin dan menakutkan.
Alexa merasakan bulu kuduknya meremang. Dia telah menguji kesabaran Lucas, dan Lucas kehilangan kesabarannya. Pria itu meraih paha Alexa, mengangkatnya dengan enteng dan meletakannya di bahu, Alexa menjerit-jerit menangis minta di turunkan.
"Turunkan aku Lucas!" Alexa meronta-ronta dan memukul bahunya, Lucas tidak bergeming.
Lucas membawa Alexa ke kamar mandi, menyalakan shower dan menurunkan tubuh Alexa di bawah pancuran air dingin. Gadis itu menjerit kedinginan, merasakan air menyerap melalui baju yang di pakaiannya dengan mudah.
"Berhenti Lucas!. Ya aku akan mandi, berhentilah" jerit Alexa memohon dan menyerah.
"Berhenti bersikap manja dan kekanak-kanakan Alexa!" Lucas mematikan showernya. Dengan mudahnya Lucas meraih wajah cantiknya dan mencengkram rahang Alexa dengan kuat hingga gadis itu meringis kesakitan. "Jangan main-main denganku. Kau mengerti?."
Alexa mengangguk ketakutan, "Hikss.. aku mengerti."
Perlahan cengkraman Lucas mengendur, dia mundur satu langkah hanya untuk melihat Alexa sedikit jauh.
Lucas menelan ludahnya dengan susah payah, menyadari jika dia telah melewatkan pemandangan indah tubuh Alexa.
Pandangan Lucas menyusuri tubuh gadis itu dengan intens. Tubuh Alexa yang basah kuyup, dengan gaun tipisnya. Memperjelas lekuk tubuhnya yang indah bak porselen dalam balutan kulit yang lembut. Wajah cantiknya berubah pucat, hanya bibirnya yang merah penuh, dengan mata yang bergerak indah di hiasi bulu mata panjang dengan air mata yang beruraian.
Sial!
Lucas menegang, melihat payudaranya naik turun seirama dengan napasnya, tercetak jelas dengan p****g yang mengeras karena kedinginan. Alexa tidak memakai bra.
Seketika Lucas merasa mengeras, dia terangsang.
Alexa terjatuh lemas, merasa pusing tiba-tiba. Begitu pula Lucas..
Tubuh mereka tertukar lagi..
"Aku tidak tidur" Alecas langsung membela diri, dia tidak mau di bentak Lucas lagi, "Apa yang memicunya?" Suaranya merendah, melihat LuXa yang terengah-engah mengatur nafas.
"Aku tidak tahu" wajah cantik itu merah padam, menahan diri untuk tidak melihat kebawah, ke arah tubuh milik Alexa yang membuatnya b*******h.
Kaki Alecas bergerak tidak nyaman, dia merasakan sesuatu yang menyesakan saat menyentuh titik tengah selangkangnya.
"Lucas.." Alecas menunjuk ke arah kejantanannya, "Anumu tegang."
LuXa menelan ludahnya, melihat wajahnya sendiri yang meunjuk ke arah kejantanannya dengan tatapan polos tidak berdosa.
Sial, kau yang membuatku keras!. Batin Lucas menuduh.
"Kemarilah" LuXa berusaha untuk bersikap sedingin mungkin, dia berjinjit dan menarik tengkuk Alecas, mendaratkan bibirnya di bibir Alecas dan menciumnya.
Cukup lama...
Lama...
Tubuh mereka tidak kembali...
"Lucas, bagaimana ini?" Pupil mata Alecas melebar, dia ketakutan, samahal nya seperti perasaan LuXa sekarang.
"Sebaiknya aku menyelesaikan mandimu dulu, dan kita diskusikan nanti" fikiran LuXa sudah tidak berkonsentrasi lagi, dia terlalu terangsang dengan tubuh Alexa. Dan sekarang tubuh itu sedang di isi oleh jiwanya.
"Apa?, jangan!. Tutup matamu, dan aku yang akan memandikan tubuhku sendiri" sela Alecas dengan cepat. Dia tidak rela tubuhnya di sentuh pria arogan itu.
***
"Kenapa harus memakainya sih?" LuXa menggerutu, merasa sesak di dadanya saat Alecas mengaitkan tali bra di punggungnya. "Semalaman kau tidak memakainya, kenapa sekarang harus?."
"Berhenti bicara mesum."
"m***m?" LuXa menyerigai jahat, "seperti ini?" Dia meremas p******a dengan keras. Alecas ternganga, kaget dan marah, tapi dia tidak tega memarahi wajahnya sendiri.
"Diam Lucas. Kau pria b******k" Alecas tidak tahan lagi, dia membalikan tubuh LuXa segera, memakaikannya kemeja merah dan rok pensil. "Kenapa ciumannya tidak berefek?."
"Kita tidak tidur" dengus LuXa dengan muram. Fikirannya selalu buntu setiap menghadapi kutukannya ini.
Gumpalan emosi tertahan di tenggorokan, Alecas melirik LuXa di balik bulu matanya. Dia menggeser pelan, "Bisakah kita berciuman sekali lagi?" Tanyanya penuh harap.
"Kau sangat suka berciuman denganku heh?."
"Cih!, asal kau tahu ya, aku sangat tidak tahan berada di dalam tubuhmu."
Gelak tawa LuXa menggema di penjuru ruangan walk in closetnya, "Asal kau tahu, aku juga tidak tahan berada di dalam tubuhmu. Payudaramu terlalu besar, sangat berat dan menyesakan."
LuXa meremas payudaranya lagi di hadapan Alecas.
"b******k m***m!."
"Kau yang memulai Alexa."
Mereka saling melotot dan menuduh, tidak ada yang tahu pemicu tubuh mereka tertukar, dan ini akan menjadi misteri baru lagi bagi Lucas dan Alexa.
Alecas mendekat dengan malas, memiringkan kepalanya, mengecup bibir LuXa dengan enggan. Lalu menjauh secepatnya.
Tubuh mereka kembali tanpa alasan lagi, padahal sebelumnya sebuah ciuman tidak berefek sama sekali.
Alexa terhuyung ke belakang, jatuh tersungkur ke lantai, "Kita butuh Dokter!."
"Tidak!" Lucas memukul dinding dengan keras, menahan emosinya sendiri. "Sudah aku katakan padamu sebelumnya, jadi berhenti bicara omong kosong Alexa."
"Aku ingin sembuh, terserah kau setuju atau tidak!" Tidak ada kata berkompromi lagi bagi Alexa, dia ingin sembuh, Alexa sudah tidak tahan. Gadis itu bangkit perlahan, mengambil handponenya yang tergeletak di atas nakas, dan memutuskan menelpon seseorang.
"Armin, kau dimana?" Alexa memulai pembicaraan dengan seseorang.
Lucas mengeryit, dia bingung dan pusing. Di satu sisi dia ingin sembuh juga, tapi di sisi lain dia memiliki banyak musuh yang kapan saja akan membahayakan nyawanya.
Shwan telah memberikan data Joe, pria tua yang Lucas bunuh, tidak ada catatan yang menarik dirinya untuk bisa keluar dari kutukan ini. Buntu!.
***
"Satu jam lagi aku akan ada pertemuan, untuk kali ini saja aku mengalah padamu" Lucas menutup pintu mobilnya dengan sebuah bantingan. Mengikuti kemana arah Alexa pergi, dia tidak ingin mengaduk-ngaduk emosinya dengan berdebat dengan gadis itu.
Seorang pelayan wanita menyambut Alexa dengan akrab dan mempersilahkannya masuk, mereka duduk menunggu dalam keheningan.
"Kemana temanmu?" Tanya Lucas tidak sabaran, dia benci menunggu.
"Dia sedikit menyebalkan, tapi baik hati, tidak kasar dan membentak" jawab Alexa dengan nada sarkas, tersenyum sinis di wajah polosnya. Alexa senang menyindir Lucas.
"Diam Alexa. Jika dia tidak kunjung datang, akan aku runtuhkan rumahnya."
Alexa langsung memanyunkan bibirnya, merasa jengah dengan sikap arogan pria di sampingnya itu. Pupil mata Alexa melebar, dia tersenyum begitu melihat orang yang di tunggunya datang.
"Hay" Alexa berlari dan melompat ke dalam pelukannya.
"Selamat datang" sambut pria itu dengan formal, mengulurkan tangannya dan mengajak berjabat tangan dengan Lucas.
Lucas mendengus kasar, menerimanya dengan kuat, menyalurkan kekesalannya kepada pria yang telah membuatnya lama menunggu.
"Aku butuh bantuanmu" Kata Alexa pada intinya.
"Berani membayarku berapa?."
Lucas menggertakan giginya, kelacangan Armin sudah membuatnya muak. Tangannya bergerak ke saku celananya, sudah siap menarik pelatuk dan menanamkan peluru ke dalam kepala pria itu.
Armin tersenyum menawan, memiringkan kepalanya ke satu sisi. "Pistol yang bagus, tiga peluru yang tersisa tidak cukup membuatku takut. Belatimu juga lumayan tumpul."
Lucas menegang, wajah tampannya memucat, dia menjadi waspada. Alexa ternganga, dia langsung sedikit menjauh begitu tahu Lucas membawa senjata.
"Bagaimana kau tahu?" Suara Lucas terbata-bata, dia lumayan kagum dan kaget juga.
"Kelebihanku" jawabnya angkuh. Seketika Alexa tertawa, melihat dua pria angkuh yang saling berhadapan, mengukur kekuatan mereka masing-masing.
Armin melihat ke arah jam di tangannya, dia mengerutkan keningnya nampak berfikir. "Satu juta dolar untuk pekerjaanku selama satu bulan."
"Sialan, jangan macam-macam denganku" Lucas langsung merangsek baju Armin dengan kuat, api kemarahannya semakin kuat.
Armin mengeryit, namun tidak menunjukan rasa takutnya sama sekali.
"Joe, pria itu akan datang lagi padamu. Menghukummu."
***
To Be Contonue...