Jadilah Suaminya

1175 Kata
Abizar menghentikan gerakannya, ia menatap istrinya dengan tatapan tidak percaya. “Apa yang kau bicarakan itu?” “Iya sayang, gadis lugu itu adalah wanita yang sangat cocok untuk menjadi istri sirimu dan melahirkan anak kita,” sahut Jovanka penuh antusias. “Jova, dia itu masih polos. Cari perempuan lain saja, gadis itu tidak bisa menjadi istriku!” tolak Abizar dengan tegas. “Tapi aku mau dia yang menjadi istrimu sayang. Aku tidak suka wanita lain lagi. Pokoknya yang akan mengandung anak kita hanya dia. Titik!” tegas Jovanka. Abizar menghela nafas frustrasi. “Jova dengarkan aku, dia itu gadis muda yang masih sangat polos sayang. Kasihan dia jika masa depannya sia-sia hanya untuk menikah kontrak dengan seorang pria beristri untuk melahirkan anak. anaaimana jika dia punya kekasih dan kekasihnya itu meninggalkannya? Dia memiliki masa depan panjang, kita tidak boleh menghancurkarkannya. Aku minta kau cari wanita bayaram saja, ada banyak di luaran sana, yang jelas bukan gadis itu,” jelas Abizar. Ia tidak ingin melakukan ide istrinya itu. “Abi, kau masih ingat kan jika aku menginginkan seorang wanita yang berbobot, wanita yang memiliki bibit yang baik untuk melahirkan keturunanmu. Jika aku memilih wanita liar di luaran sana, apa bedanya dengan mengadopsi anak yang tidak jelas asal usulnya? Lagi pula, gadis itu tidak akan rugi, aku akan menawarkan uang yang sangat banyak yang bahkan 7 keturunannya pun akan menikmatinya. Lagipula, suatu saat dia akan menikah lagi dan memiliki banyak anak.  Jadi apa bedanya jika memulainya dari sekarang? Tidak akan ada yang di sisa-siakan” Jova mempertahankan pendapatnya. “Jovanka, ini bukan hanya masalah uang saja, aku tidak mau menghancurkan masa depan seorang gadis yang tidak berdaya. Biarkan saja dia sayang, jangan kau ganggu. Masih banyak wanita di luar sana yang bisa kau bayar untuk menikah kontrak sampai anak kita lahir. Hal Itu tidak akan jadi masalah besar karena anak yang nanti akan lahir kan adalah darah dagingku juga, kita akan mendidiknya dengan baik. Aku kira kau hanya menginginkan darah dagingku saja, kan? dan juga Itu memang pekerjaan mereka, jadi pastinya mereka akan bekerja profesional.” Abizar berusaha membujuk istrinya. “Aku tidak akan mengubah keputusanku, Abi. Baiklah, aku tidak akan memaksanya, tapi jika dia mau aku akan dengan senang hati menerimanya menjadi maduku untuk sementara waktu. Sudahlah sayang, pikirkan pekerjaanmu saja. biarkan hal ini menjadi urusanku. Kau hanya perlu menunggu hasilnya saja, oke? Kalau begitu aku pergui dulu. Sampai jumapa nanti malam,” ucap Jovanka lalu mengecup bibir suaminya dan melangkah meninggalkan ruangan. Abizar mengela nafas, ia betul-betul tidak menerti dengan jalan pikiran istrinya itu. Ia menghempasakan tubuhnya di sofa, memikirkan bagaimana lagi membujuk istrinya agar mau berubah pikiran. Wajah jelita yang lugu dan polos tiba-tiba terlintas di pikirannya. Wajah tegang dan takut-takut saat berhadapan dengannya membuatnya semakin tidak tega. Gadis itu masih sangat murni dan polos, tapi kenapa istrinya bahkan sampai memilihnya untuk ia jadikan ibu kandung anak mereka nanti? Apa yang harus ia lakukan? Abizar mengusap kasar wajahnya kasar. *** Abizar dan Jovanka tampak serasi dalam balutan busana senada. Abi menggunakan setelah jas berwarna biru navi dengan kemeja putih yang elegan. Sedangkan Jova memakai gaun panjang tanpa lengan dengan warna senada. Mereka tampak sangat sempurna berpasangan. Seperti biasa mereka menghadiri acara ulang tahun kolega bisnis. Memperlihatkan kemesraan yang menggambarkan keharmonisan keluarga mereka. Tangan Jova tidak pernah pernah lepas dari lengan Abi. Mereka terus menebar senyum kepada semua orang. “Hai, jeng Jova apa kabar?” tiba-tiba seorang wanita menyapa. Jova menatap ke arah sumber suara. “Halo jeng Vira, kabarku baik. Jeng sendiri bagaimana?” balas Jovanka sambil sambil memeluk rekannya itu. sedangkah Abi hanya tersenyum dan menjabat tangan wanita itu dan suaminya. “Oh syukurlah kalau semuanya sehat. Kami juga sehat. Hanya saja aku sekarang agak kurang fit sih, karena pengaruh  morning sick,” ucap Vira sambil mengelus perutnya yang masih rata. Mendengar hal itu, wajah cerah Jovanka seketika lenyap. Tapi ia berusaha untuk bersikap biasa, orang-orang tidak ada yang tahu betapa panasnya hati Jovanka ketika ia mendengar rekannya hamil atau memiliki bayi. Keinginan yang kini menjadi obsesi dalam hidupnya itu membuatnya semakin  menggebu ingin juga memiliki buah hati. “Oh ya, wah bertarti ini anak yang ke dua ya?” komentar Jova. “Iya, senang sekali rasanya di beri karunia lagi sama yang kuasa.  Oya kalau Jeng sendiri masih belum ya? tapi tetap usaha saja, pasti Tuhan akan memberi anak kok.” Ucapan Novi memang terdengar biasa saja, tapi yang terdengar di telinga Jova adalah penghinaan untuknya. Jova hanya tersenyum kecut menahan kegertiran hatinya. “Iya, semoga saja secepatnya. Aku juga tidak sabar ingin memiliki anak sepertimu. Oya, aku permisi ke toilet sebertar ya,” ucap Jovanka sambil berjalan menuju ke arah belakang. Semenatar itu Abizar yang sedang berbincang dengan beberapa rekan bisnisnya mencari-ceri keberadaan istrinya tapi ia tidak melihat Jovanka. Jovanka terus berjalan dan masuk ke dalam toilet. Menatap wajahnya di cermin dengan derai air mata yang tiba-tiba terjatuh. Jova hanya bisa menggigit bibirnya menahan sesak di bagian d**a.  Air matanya terus mengalir tiada henti. Tidak ada kata terucap dari bibirnya, ia hanya menangis tanpa terisak menumpahkan semua rasa sakit setiap kali orag-orang memamerkan tentang anak mereka kepadanya. Kenapa takdir hidupnya harus seperti ini? Ia yang berusaha mempertahankan apa yang telah dimilikinya selama ini, harus tetap menahan dan menyembunyikan dari orang yang ia sayangi. Setelah merasa lebih tenag, Jovanka keluar dari toilet dan menuju aula tempat diadakannya acara. Jovanka melihat suaminya dari kejauhan sedang mencari-carinya. “Dari mana saja kau sayang? aku tadi mencari-carimu,” ucap Abizar sambil kembali menggandeng tangan sang istri menuju meja. “Bisakah kita pulang saja , Bi?” tanya Jova tanpa semangat. “Loh, bukanya tadi kau yang bersemangat datang ke acara ini?” tanya Abizar. “Aku pokoknyamau pulang! Tadi perempuan itu telah menghacurkan moodku. Kau kan tahu sendiri kalau aku paling tidak suka seseorang yang memamekan kehamilan padaku. Mereka bersikap seolah-olah bersimpati kepadaku yang tak kunjung hamil, tapi yang sebenarnya mereka mengolok-olokku saja. Aku tidak bisa tinggal lebih lama di sini lagi. pokonya kita pualng.” Jovanka memaksa suaminya untuk pulang, ia bahkan sudah berdiri dari duduknya. “Ini Tuan, nyonya.. silakan di nikmati.” Tiba-tiba Jovanka membeku melihat siapa yang mengantarkan makanan  dan minuman ke mejanya.  Begitu juga denga Abizar. “Jelita, kau bekerja di sini sebagai pelayan?” tanya Abizar tidak percaya. Karyawan yang memiliki kemampuan profesional ini rela menjadi pelayan di acara seperti ini? “I..iya Pak,” Jelita mengangguk kikuk. Ia juga tidak menyangka akan bertemu dengan bos dan istrinya. “Tapi kenapa?” Abizar masih ingin mengetahui alasan Jelita menjadi pelayan di tempat itu. Apalagi ia berpikir selama ini gaji karyawan seperti Jelita lebih dari cukup untuk keperluan hidup. “Karena saya butuh uang lebih, Pak. baik kalau begitu saya permisi dulu. Silakan dinikmati.” Ucapnya. “Jelita, tunggu !” Jovanka yang sejak tadi hanya terdiam akhirnya berseru. Jelita menghentika langkahnya. Ia menolah ke arah Jovanka dengan senyum seperti baisa. “Iya, Bu. Masih ada lagi yang Ibu butuhkan?” “Tidak, aku Cuma mau bilang kalau mulai dari sekarang kau sudah berhenti dari kantor suamiku!”    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN