“Jelita, apa yang…?!”
“Akhhhhh….!!!”
Muka Abizar merah padam menahan malu, begitu juga dengan Jelita. Abi dengan cepat kembali menutup pintu. Ia tidak menyangka akan melihat pemandangan itu.
Sementara Jelita, menyambar handuk dan melilitkan ke tubuhnya. Bagaimana bisa Abizar tiba-tiba muncul di hadapannya di saat ia sedang menjerit kesakitan karena perih di bagian intimnya saat buang air kecil? Dan yang lebih memalukan lagi, semua bagian tubuhnya terlihat kerena posisinya sedang berdiri. Ia tidak bisa berjongkok atau duduk di toilet kerena sakit. Ini benar- benar situasi yang sangat memalukan.
Setelah menenangkan perasaannya, Jelita buru-buru membersihkan tubuhnya dan kembali memakai handuk. Ia melangkah menghampiri pintu dan mendekatkan telinganya di sana.
“Apa pa Abi sudah keluar belum, ya?duh, kenapa juga dia harus datang ke sini sih? Apa jangan-jangan ingin menyiksaku lagi? tapi tidak mungkin, bu Jova sudah bilang kalau pak Abi tidak akan melakukannya lagi, ” gumannya sambil terus menempelkan telinganya.
“Sepertinya pak Abi sudah tidak ada lagi. Dia pasti sudah pergi, lagi pula ngapain juga dia tetap di sini setelah semua yang terjadi. ” Dengan sangat yakin jika Abizar sudah keluar, Jelita membuka pintu dan melangkah keluar. Tapi langkahnya terhenti saat melihat sosok Abizar masih berada di kamarnya dan sedang duduk sambil membaca majalah di sofa.
Melihat Jelita berdiri mematung di tempatnya, Abizar beranjak di sana menghampiri jelita.
Jelita menjadi tegang, dengan cepat ia kabur masuk ke kamar mandi dan menguncinya.
Jantungnya memacu, tidak menyangka Abizar masih berada dalam kamarnya. Apa yang pria itu inginkan sebenarnya? Kenapa ia tidak mau keluar juga?
“Jelita, jangan takut. Aku mohon kau keluarlah dulu. Aku ingin bicara sesuatu denganmu,” ucap Abizar berusaha membujuk Jelita.
“Bapak mau bicara apa? katakan saja di luar sana.” Seru jelita dari dalam kamar mandi.
“Tidak baik membicarakan sesuatu yang penting seperti ini. Ayolah, kau keluar dulu ya.”
“Aku tidak ingin keluar dan membiarkan Pak Abi melihatku seperti ini. Apa pak Abi tidak puas memperlakukanku seperti itu tadi malam? Tolong biarkan aku sendiri dan jangan pernah datang lagi,” ucap Jelita tetap tidak ingin bertemu dengan Abizar. Apalagi dalam keadaan hanya dengan memakai handuk seperti itu.
Masih terlihat beberapa bekas perlakuan Abizar di kulit mulusnya, dan itu membuatnya takut saat melihat Abizar.
“Jelita, aku janji jika kau keluar sekarang aku tidak akan pernah memaksamu lagi seperti semalam. Aku hanya ingin meminta maaf dengan benar padamu. Aku juga merasa sangat bersalah, untuk itu aku datang dan ingin meminta maaf padamu. Jadi aku mohon keluarlah dulu, kita selesaikan ini baik-baik setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi.” Abizar masih tidak mau menyerah.
Jelita terdiam beberapa saat lalu ia kembali berseru.
“Kalau begitu tolong ambilkan pakaianku,” ucapnya.
“Oh baik, tunggu sebentar.” Ucap Abizar lalu berjalan menuju lemari pakaian dan mengeluarkan baju babydool berwarna putih.
“Ini,” ucap Abizar.
Pintu terbuka, awalnya Abizar mengira kalau Jelita akan keluar dan mengambilnya sendiri, ternyata hanya tangan kecilnya saja yang berusaha menggapai dari balik pintu.
“Sini Pak, mana bajunya” tangan itu bergerak-gerak lucu berusaha meminta apa yang ia inginkan.
Abizar hanya menatap tangan putih mulus itu, pria itu tersenyum sendiri. Entah kenapa Abizar tiba-tiba ingin menyentuh tangan itu, tapi mengingat kejadian tadi malam dan trauma yang mungkin masih Jelita rasakan, Abizar menghilangkan pikiran anehnya itu. lagi pula kenapa juga ia bisa sampai berpikiran itu kepada gadis ini. ia kan masih sangat mencintai Jovanka.
Abizar mendekatkan baju itu ke tangan Jelita, tangan jelita kembali masuk ke dalam dan pintu kembali tertutup rapat.
Didalam kamar mandi, Jelita kembali menggerutu.
“Kenapa hanya baju saja yang Abizar ambil, sedangkan yang ia butuhkan pakaian dalam juga. Karena tidak ingin suaminya menunggu lama di luar, terpaksa ia memakainya saja, dari pada harus keluar dengan memakai handuk.
Setelah beberapa menit, Jelita keluar dari kamar mandi.
Rambut hitamnya yang setengah basah dibiarkannya tergerai. Wajahnya yang polos dan segar tampak terlihat cantik alami. Abizar hanya menatapnya tanpa berkata apa-apa, ia baru pertama kali memperhatikan Jelita selekat itu, ada perasaan aneh yang tiba-tiba hinggap di hatinya. Entahlah, tapi ia merasa seperti suka melihat Jelita dengan penampilannya yang segar seperti itu.
Jelita berjalan pelan menuju sofa. Saking pelannya, Abizar yang berjalan di belakangnya hampir saja menabraknya. Bukan tanpa alasan Jelita memelankan jalannya, ia menjaga agar dadanya tidak bergerak dan memancing perhatian saat jalan karena ia tidak memakai dalaman sama sekali.
Jelita duduk begitu juga dengan Abizar. Pria itu menatap Jelita dengan dalam.
“Jelita, yang terjadi semalam itu hanya kecelakaan. Aku benar-benar tidak sengaja melakukannya. Aku merasa sangat menyesal telah berbuat itu kepadamu. Aku minta maaf,” ucap Abizar memulai pembicaraannya.
“Tidak apa-apa Pak, lagi pula ini sudah terjadi. Bu Jovanka sudah menjelaskan hal ini tadi pagi. Saya mengerti. Saya hanya minta Bapak tidak akan berbuat seperti itu lagi kepada saya,” ucap Jelita.
Pandangannya hanya tertuju ke bawah. Tidak berani menatap Abizar, terlebih saat mengingat kejadian mengerikan semalam. Ia masih takut menatap wajah itu.
“Terima kasih kalau kau bisa mengerti Jelita. Aku berjanji tidak akan berbuat seperti itu lagi. ngomong-ngomong apa kau masih merasa sakit?”
Jelita hanya mengangguk. “ Tapi, masih belum berani mengangkat wajahnya.
Mendengar hal itu Abizar hanya bisa menatap istrinya itu dengan tatapan kasihan. Jika ia mengingat perbuatanya semalam, ia betul-betul malu dan tidak bisa memaafkan dirinya.
“Apa kau butuh sesuatu? Atau aku panggilkan dokter saja ya, untuk mengecek kondisimu.” Ucap Abizar menwarkan.
Karena terkejut mendengar kata dokter, Jelita tanpa sadar mengangkat wajahnya dan menatap Abizar sembari menggeleng.
“Tidak perlu, pak. Saya baik-baik saja. “ sahutnya.
Melihat penolakan Jelita, Abizar hanya menghela nafas.
“Baiklah kalau begitu, tapi jika kau perlu apa-apa jangan sungkan untuk memintanya padaku oke?”
“Baik, Pak”
“Ya sudah, aku pergi dulu. Cepat sembuh,” ucap Abizar lalu berdiri. Jelita ternyata juga ikut berdiri berniat untuk mengantar suaminya keluar dari kamar tanpa menyadari jika ia harus menyembunyikan dadanya yang membusung tanpa bra dibalik bajunya. Mata Abizar dengan refleks menatap bagian d**a Jelita tanpa sepengetahuan sang empu. Tapi hanya sekilas, sebelum kembali menatap Jelita lalu berjalan keluar kamar.
Jelita menghela nafas lega setelah Abizar benar-benar hilang dari pandangannya. Jantungnya masih berdetak tidak karuan. Tapi perasannya sedikit lebih lega setelah mengetahui jika Abizar tidak akan mengulangi tindakannya lagi. setidaknya ia bisa bertahan sampai tugasnya sebagai istri kontrak selesai, setelah itu ia akan mencari kebebasan dan hidupnya sendiri.
Abizar terlihat beberapa kali menghela nafas, ia tampak gelisah. Laptop yang menyala di hadapannya hanya di tatapnya saja dengan tatapan kosong. Padahal beberapa data masih menunggu untuk di selesaikan. Pikirannya akhir-akhir ini tidak fokus.
Sudah beberapa minggu setelah pertemuannya dengan Jelita di kamarnya waktu itu, mereka tidak pernah bertemu lagi. Abizar benar-benar berusaha untuk menepati janjinya untuk tidak mengganggu dan mengunjungi Jelita hingga saat ini.
Meskipun Jovanka sudah beberapa kali memberinya isyarat jika ia sudah bisa mengunjungi Jelita untuk berusaha lagi, tapi dengan tegas Abizar menolak dan kali ini Jovanka hanya bisa menurutinya mengingat semua yang terjadi juga karena kesalahannya.
Akan tetapi, entah kenapa, semakin hari perasaannya semakin tidak menentu. Entah apa yang mengganggu tapi hatinya sungguh sidak merasa tenang.
Awalnya ia berpikir mungkin karena ia kurang bercinta dengan Jovanka yang selalu saja sibuk dengan urusannya sendiri, tapi beberapa hari ini ia memastikan itu dengan beberapa kali melakukan seks dengan Jovanka, tapi tetap saja, ia merasa tidak tenang.
Sore itu, Abizar pulang kantor setelah seharian bergelut dengan tugas dan beberapa meeting yang sangat melelahkan. Jovanka seperti biasa tidak ada di rumah menyambutnya karena belum pulang dari butik.
Tanpa sengaja ia melihat Jelita yang sedang berdiri sambil menyiram bunga dengan wajahnya yang polos seperti biasa. Abizar hanya berdiri di tempatnya tanpa bergerak. Hanya memandangi Jelita dari jauh.
Entah kenapa, perasaannya tenang. Ia merasa tidak ingin lepas menatap Jelita. Hatinya terasa segar dan damai melihat istri yang sudah lebih dari sebulan tidak ia kunjungi lagi.
“Apa aku datang berkunjung malam ini?”
Tiba-tiba terbersit dalam pikirannya untuk mengunjunginya malam nanti. Terlebih jika mengingat Jovanka yang sudah mulai mendesaknya lagi.
Ia pun berjalan menghampiri Jelita.