CHAPTER 4 MUMMY (PART 4)

2385 Kata
Kinsey benar-benar menghindariku selama kami menunggu di luar gua. Dia lebih memilih untuk berbincang-bincang bersama beberapa aparat kepolisian Mesir yang ikut menunggu di luar gua dibandingkan berada di dekatku. Apakah aku terganggu dengan sikapnya? Sebenarnya tidak juga, aku justru merasa senang dengan kesendirianku ini. Setidaknya aku bisa menunggu dengan tenang tanpa ada seseorang yang terus berbicara di sampingku karena menurutku Kinsey tipe gadis cerewet yang sering sekali mengoceh tidak jelas. Aku menyenderkan tubuhku pada dinding gua tepat di samping pintu masuk menuju gua. Roy dan Luke ditemani beberapa orang polisi sudah berada di dalam gua lebih dari 1 jam. Tidak ada yang terjadi sejauh ini, semua tampak hening. Awalnya aku mencoba untuk menghubungi Roy tapi kuurungkan begitu aku melihat ponselku tidak mendapatkan jaringan disini. Beberapa kali fokusku dari pintu gua teralihkan setiap kali aku mendengar suara tawa Kinsey bersama polisi-polisi yang masih asyik berbincang-bincang. Terkadang aku salut dengan kepribadian Kinsey yang mudah bergaul dengan orang lain. Bukan berarti aku ingin seperti dia atau iri dengan kepribadiannya itu, aku hanya merasa kepribadiannya sangat mirip dengan Jane. Lagi-lagi aku teringat dengan Jane dan seperti sebelumnya ku rasakan hatiku berdenyut nyeri setiap kali mengingat tentangnya. Aku bukanlah seseorang yang mengenal baik makna dari cinta dan kasih sayang karena sejak kecil aku nyaris tak pernah mendapatkannya dari orangtuaku. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan membuat mereka selalu mengacuhkanku yang merupakan putra semata wayang mereka. Kesendirian yang selalu ku rasakan membuatku memiliki kepribadian seperti sekarang ini. Aku sering menghabiskan waktu sendirian dengan berbagai keheningan yang membuatku menjadi membenci keramaian. Kesendirianku membuatku tidak mampu bergaul baik dengan orang lain. Mungkin hanya Roy satu-satunya orang yang mampu bertahan menjadi sahabat baikku, karena biasanya satu demi satu orang-orang di sekelilingku akan pergi menjauh setelah mengetahui sifat pasifku. Mungkin karena mereka bosan dengan orang sepertiku yang nyaris tak pernah bersuara jika tidak ada orang yang mengajakku berbicara lebih dulu. Hal yang serupa juga terjadi pada para wanita. Awalnya mereka akan berebutan ingin mengenalku tapi setelah mengetahui betapa dinginnya sifatku, mereka mundur secara teratur karena itulah aku sangat membenci wanita yang mendekatiku karena menyukai penampilan fisikku. Tapi Jane berbeda. Sejak kecil dia tak pernah bosan menggangguku, mengusik ketenanganku meski aku bersikap kasar dan mengatakan kata-kata kejam padanya, dia tetap mengikuti kemana pun aku pergi. Menyebalkan awalnya, aku bahkan sempat tidak menyukainya. Tapi secara perlahan keberadaannya di sampingku menjadi sesuatu yang biasa bagiku. Dan entah sejak kapan aku merasa kesepian jika tidak ada dia di sampingku. Aku merasa hampa ketika tidak mendengar ocehan tak pentingnya. Lebih tepatnya aku tidak menyadari kapan aku mulai jatuh cinta padanya. satu hal yang pasti aku mulai bergantung pada Jane. Aku merasa kesepian tanpanya. Hebatnya lagi dia mampu merubah sifatku yang dingin sedikit demi sedikit menjadi hangat. Ketika duduk di bangku SMA, aku merasakan kemajuan pesat dalam pergaulanku karena pada saat itulah untuk pertama kalinya aku memiliki banyak teman. Aku mulai merubah sikapku di depan orang lain membuat orang-orang mulai nyaman berinteraksi denganku. Saat SMA itulah merupakan saat yang paling mengesankan di dalam hidupku. Namun ketika tragedi itu terjadi dan Jane tidak ada lagi di sampingku, perlahan sikapku kembali seperti dulu. Aku kembali menjadi pria dingin tak berhati lagi. Aku kesulitan bergaul dengan orang lain lagi. Intinya aku kembali menjadi orang yang menyedihkan seperti dulu, seperti sebelum aku bertemu dengan Jane. Semenjak mengetahui kebenaran tentang Jane, aku kehilangan semangatku untuk melanjutkan hidup. Aku tulus ketika mengatakan ingin ikut bersama Jane pergi ke dunianya. Satu-satunya alasan yang membuatku berada di dunia ini hingga sekarang hanyalah keinginan untuk membalas dendam dan menghentikan para cenayang yang menyebabkan perpisahanku dengan Jane. Jika aku sudah berhasil melenyapkan mereka, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan karena terus terang saja aku sudah tidak memiliki impian apapun saat ini. “Hei, Flinn !!” Aku terperanjat ketika suara seseorang berteriak tepat di dekat telingaku, pemilik suara itu juga menepuk bahuku keras tak ayal membuat jantungku nyaris melompat keluar dari dadaku. Aku bersyukur jantungku cukup kuat sehingga aku tidak mati saking terkejutnya. Aku mendelik kesal pada pelaku yang membuatku terkejut setengah mati. Si pelaku yang tidak lain adalah Roy hanya terkekeh geli melihat reaksiku. “Kau melamun ya, apa yang kau pikirkan? Aku memanggilmu dari tadi lho, kau diam saja dengan tatapan kosong. Ku pikir kau kesurupan.” Aku menepis tangannya kasar yang masih betah berada di bahuku. Aku hanya menatapnya tajam tanpa mengatakan apapun. “Hei, jangan menatapku begitu, tatapanmu seram sekali. Aku minta maaf sudah mengejutkanmu. Salahmu sendiri melamun terus.” Katanya lagi sambil memperlihatkan cengiran khasnya padaku. Kembali ku abaikan dan aku lebih memilih melangkah dan berdiri tepat di mulut gua. “Kins kemari, Flinn akan segera masuk ke dalam gua !!” teriak Roy memanggil Kinsey yang terlihat sedang berbincang bersama Luke. Kinsey dan tiga orang polisi berlari menghampiriku tanpa kata. “Kalian berhati-hatilah, kami tidak menemukan keberadaan cenayang itu tapi kami menemukan banyak tulang-belulang di dalam.” Ucap Roy menjelaskan. “Kami akan berhati-hati, pastikan kau berjaga di dekat pintu ya Roy supaya kami bisa langsung meminta bantuan jika terjadi sesuatu di dalam.” Kinsey yang mengatakannya sedangkan aku masih betah dengan kediamanku. “Serahkan pada kami cantik, kami akan berjaga sebaik mungkin disini.” Kali ini Luke yang menyahut, aku melirik sekilas ke arah Luke dan Kinsey yang saling melempar senyum. Tindakan mereka sangat menggelikan menurutku. Lalu tanpa kata aku melangkahkan kakiku memasuki gua. Kinsey dan tiga polisi tadi bergegas mengikutiku. Suasana di dalam gua ini sangat gelap, kami menerangi jalan dengan senter yang berada dalam genggaman tangan kami. Baru beberapa langkah memasuki gua, aku merasakan ketidaknyamanan pada tubuhku. Ada rasa dingin yang menerpa kulitku, membuat tubuhku yang sudah terlilit jaket cukup tebal ini masih menggigil kedinginan. Hal yang serupa dirasakan Kinsey dan ketiga polisi yang berjalan di belakangku, mereka terus menggerutu mengatakan ‘dingin’ yang membuatku kesal mendengarnya. Kinsey bahkan memeluk dirinya sendiri mungkin tak tahan dengan hawa dingin ini. Mengabaikan rasa dingin dan mencekam ini, kami tetap melanjutkan langkah kaki kami semakin dalam memasuki gua. Dalam perjalanan ini kami menemukan beberapa tulang belulang berserakan, rupanya benar yang dikatakan Roy tadi. Seiring dengan langkahku, ku edarkan tatapan mataku ke segala penjuru ruangan ini hingga mataku menangkap sesuatu melayang-layang menuju ke arahku. Kuhentikan langkahku ketika sosok yang melayang itu kini berada tepat di atas kepalaku. Sosok hantu pria dan wanita dengan penampilan mereka yang tanpa keraguan ku katakan sangat mengenaskan. Penampilan hantu wanita yang melayang di atasku ini tidak memiliki bola mata, kedua matanya berwarna hitam kelam. Ada lubang besar menganga tepat di lehernya yang tak hentinya meneteskan darah. Satu kakinya tidak ada dan pakaian putihnya terlihat penuh dengan noda darah. Sedangkan penampilan hantu pria tak kalah menyeramkan. Perutnya menganga dengan usus-ususnya yang terburai keluar. Kepalanya terkulai nyaris putus. Ada luka sobekan yang sangat panjang di wajahnya. Luka dari sudut-sudut bibirnya yang memanjang hingga telinganya membuat mulutnya terus menganga dan tak hentinya meneteskan air liur bercampur darah yang menjijikkan. Aku semakin membeku di tempat ketika lagi-lagi peristiwa yang aneh terjadi padaku ketika kedua mataku beradu pandang dengan mata mereka. Seperti ketika di dalam toilet pesawat, kali ini pun aku merasakan sesuatu masuk dengan paksa ke dalam pikiranku. Sedetik kemudian aku melihat pemandangan mengerikan di dalam pikiranku. Aku melihat seorang pria dan wanita yang sepertinya sosok kedua hantu tadi yang ku lihat masih menjadi manusia. Aku tidak tahu kenapa aku melihat mereka dalam keadaan masih manusia. Namun pertanyaan ini terjawab ketika aku melihat kejadian tragis yang menimpa mereka. Ada sosok makhluk mengerikan berdiri tegap di depan mereka. Makhluk itu terlilit perban di sekujur tubuhnya layaknya mummy, bola matanya menyala berwarna merah. Ketika makhluk itu membuka mulutnya, dia memiliki lidah yang amat panjang layaknya ular dengan giginya yang runcing dan tajam. Makhluk itu menerkam tubuh si wanita, dia menggigit lehernya dan mengoyaknya dengan gigi tajamnya mengakibatkan lubang besar menganga di lehernya. Lalu dengan kuku-kuku panjangnya dia menusuk kedua bola mata wanita itu dan mencabutnya kasar sehingga bola matanya tertancap sempurna di kuku-kukunya itu. Kress ... Kresss Suara menjijikkan terdengar dari mulut makhluk itu ketika dia melahap dengan nikmat bola mata wanita itu. suara wanita yang sejak tadi menjerit sudah tak terdengar lagi menandakan nyawanya sudah melayang. Tidak cukup sampai disitu, makhluk itu memegang kaki kanan wanita malang yang sudah tak bernyawa itu. Dia menarik kaki itu kuat sehingga terklepas dari tubuhnya. Lagi ... makhluk itu mengoyak kulit kaki di tangannya dan menyantap dagingnya dengan rakus. Kini atensiku beralih pada si pria. Dia berteriak histeris dan mencoba melarikan diri, namun sayang makhluk itu dengan mudah berhasil menangkapnya. Pria itu meronta dengan hebat mencoba melepaskan diri, namun rontaannya terhenti dalam sekejap ketika kuku-kuku tajam makhluk itu ditancapkan ke perutnya. Sreet ... sreeet ... srett Terdengar suara memilukan ketika makhluk itu merobek perut pria itu dengan kuku tajamnya. Dia memasukkan tangannya ke dalam perut yang sudah menganga dengan darah kental yang tak hentinya mengalir. Dia mengaduk-aduk isi perut pria itu seolah tengah mencari sesuatu. Ketika dia mencabut tangannya, usus-usus pria itu pun ikut keluar dari perutnya. Itulah yang menjadi alasan penampakan hantu pria ini dalam keadaan yang ususnya terburai. Hal yang menjijikkan terjadi ketika dengan mata kepalaku ini, ku lihat makhluk itu melahap usus-usus itu dengan rakusnya. Melahapnya seolah rasanya sangat lezat. Lalu dia beralih pada mulut pria tak bernyawa itu. Dengan kedua tangannya dia merobek mulut pria itu hingga robekannya sampai ke telinganya. Dia meminum darah yang tak hentinya keluar dari luka robekan itu. Seketika aku merasakan serangan mual yang hebat di dalam perutku. Hoek ... Hoek Kukeluarkan semua makanan yang kusantap sebelum berangkat ke tempat ini tadi. Seketika kurasakan tubuhku memanas hingga peluh mulai bercucuran dari pelipisku. Tubuhku mulai melemas sehingga aku pun ambruk di tanah tanpa mampu aku kontrol. “Flinn, kau kenapa?” Suara seseorang yang terdengar lembut di telingaku membuatku kembali tersadar. Semua pemandangan mengerikan dan menjijikan tadi sudah tidak ada lagi dan digantikan dengan pemandangan semula dimana ada Kinsey dan tiga orang polisi mengelilingiku saat ini. “Flinn, kau baik-baik saja? Apa yang terjadi padamu?” tanya Kinsey lagi, namun ku abaikan. Aku lebih memilih untuk kembali menatap sekelilingku. Ku temukan sosok hantu pria dan wanita itu masih melayang di atasku dengan seringaian di wajah mereka. Satu pertanyaan besar yang mengganjal pikiranku saat ini, kenapa setiap kali aku melihat penampakan hantu mereka akan memperlihatkan peristiwa yang menimpa mereka sebelum mereka meninggal? Dan sialnya mereka semua memperlihatkan kematian yang mengerikan sekaligus menjijikkan. Ketika di toilet pesawat, aku melihat seorang wanita bunuh diri dengan mengiris lehernya sendiri. Lalu sekarang aku melihat dua orang manusia dibunuh dengan sadisnya oleh makhluk menyeramkan yang ku yakini merupakan wujud dari musuh yang harus ku hadapi kali ini. Bukan hanya dibunuh mereka bahkan dijadikan santapan lezat oleh makhluk itu. mengingat cukup banyak tulang belulang di dalam gua ini, tidak menutup kemungkinan aku akan melihat penampakan hantu lainnya. Dan sungguh aku tidak sudi melihat peristiwa yang mereka alami sebelum kematian mereka lagi. Apa yang harus ku lakukan agar mereka tidak memperlihatkannya lagi padaku? “Flinn, jawab aku !!” Aku tersentak dan semua lamunanku melebur entah kemana ketika suara Kinsey dengan volumenya cukup tinggi berteriak di dekatku. Aku melirik ke arahnya, wajahnya terlihat sangat mengkhawatirkanku. “Kau terlihat sakit, lebih baik kita kembali dan keluar dari sini.” Tambahnya terlihat semakin mencemaskanku. “Aku baik-baik saja.” Hanya jawaban ini yang ku berikan padanya. Lalu aku berusaha kembali berdiri, Kinsey dengan sigap membantuku. Untuk sesaat aku menatap wajahnya, tidak terlihat kepanikan dan ketakutan di wajahnya, satu-satunya yang terlihat hanyalah raut kekhawatirannya padaku. Padahal seharusnya dia melihat penampakan dua hantu itu juga sama sepertiku. Tapi bagaimana mungkin dia tidak merasa takut sama sekali atau setidaknya merasa ngeri setelah melihat apa yang diperlihatkan kedua hantu itu padanya. Diam-diam aku mulai kagum padanya. Dia tetap tenang meskipun ada dua sosok hantu menyeramkan di depannya yang sedang menatap seram dengan seringaian mengerikan menghiasi wajah mereka. “Apa kita kembali saja, Flinn?” Dia mengulangi pertanyaannya lagi yang membuatku kembali tersadar dari kekagumanku padanya. “Tidak perlu, kita lanjutkan perjalanan kita.” Aku bersikap seolah tidak terjadi apapun, aku mengabaikan kedua hantu yang masih setia melayang di atasku dan melangkah semakin dalam memasuki gua. Aku masih merasakan sedikit mual pada perutku setiap bayangan tadi kembali terngiang di kepalaku. Aku melirik ke arah Kinsey dengan ujung mataku. Dia telihat masih khawatir, tatapannya tak berpaling dariku sedikit pun. Semakin kami masuk ke dalam semakin ku rasakan hawa dingin ini menusuk kulitku bahkan bisa ku rasakan sampai ke tulang-tulangku. Kinsey semakin mengeratkan pelukan tangannya pada tubuhnya, dia menggigil kedinginan yang sedikit membuatku mulai merasa iba padanya. hal serupa terjadi pula pada ketiga polisi yang masih setia menemani perjalanan kami. mungkin seharusnya aku tidak bersikap egois seperti ini, seharusnya aku memutuskan untuk keluar dari gua ini tapi kebencian pada para cenayang yang kini menjadi musuhku sudah benar-benar menguasai diriku hingga tanpa memikirkan keadaan mereka, aku tetap melangkah semakin dalam memasuki gua. Mereka tetap mengikutiku meski terus mengeluh dan Kinsey tak hentinya menyarankan padaku untuk keluar dari gua. Lagi-lagi ku abaikan perkataan mereka hingga akhirnya langkah kami terhenti ketika kami tiba di sebuah ruangan. Yang membuat kami menghentikan langkah kami karena ada suara aneh dan getaran hebat yang kami rasakan di ruangan ini. Seperti terjadi gempa yang bisa meruntuhkan gua ini. Kinsey berteriak histeris, aku mengabaikannya dan lebih memilih untuk menatap ke arah tanah di depanku yang mulai menunjukkan beberapa keanehan. Tanah itu tiba-tiba menciptakan sebuah celah, sedikit demi sedikit celah itu semakin terbuka lebar sehingga tanah itupun terbelah. Seiring dengan terbelahnya tanah itu, getaran di dalam gua ini terasa semakin hebat. Dari dalam tanah yang terbelah itu muncul sebuah peti terbuat dari batu berukuran cukup besar. “A-Apa itu? Kenapa tiba-tiba muncul peti mati?!!” tanya salahseorang polisi dengan volume suara yang tinggi. Tidak ada yang menjawabnya karena atensi kami semua memang tengah tertuju pada peti itu. Guncangan ini terhenti ketika peti itu sudah keluar sempurna dari dalam tanah dan kini tengah melayang di hadapan kami dalam jarak yang cukup jauh dari kami. Tutup peti yang terbuat dari batu itu perlahan terbuka menimbulkan suara yang mencekam di dalam ruangan ini. Ketika tutup peti itu sudah terbuka dengan sempurna, sosok makhluk yang sudah tidak asing bagiku bangkit dari dalam peti. Dia masih dalam posisi duduk di dalam peti, secara perlahan dia memutar kepalanya hingga menghadap ke arah kami. Lalu kembali dengan gerakan perlahan dia bangkit dan berdiri dengan melayang di udara. Kuteguk saliva ketika sosok yang kulihat dalam peristiwa mengerikan yang diperlihatkan kedua hantu tadi, kini berada tepat di depanku. Sosok makhluk dengan perban yang melilit sekujur tubuhnya. Dia menggeram kencang mengeluarkan suara yang membuat siapapun akan merinding mendengarnya. Lidahnya yang panjang bagaikan ular itu terjulur keluar sukses membuat Kinsey menjerit histeris beserta suara gusar ketiga polisi yang mencoba melarikan diri dan menyelamatkan nyawa mereka. Sedangkan aku hanya mampu berdiri di tempat dengan kedua mataku yang membulat sempurna.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN