Dua minggu dihabiskan Danisa berkutat dengan pekerjaan. Menyempurnakan desain, koordinasi gambar kerja dengan Benny, Wayan Tirta, dan juga Dicky di kantor pusat, serta tim lapangan di bawah komando Erik. Kesibukan yang menyita waktu membuat Danisa hampir lupa memperhatikan dirinya sendiri. Pulang sore hanya untuk sekadar mandi dan berganti pakaian, ia segera melesat kembali ke kantor dan baru benar-benar beristirahat di kamar kos setelah larut malam. Hanya satu hal yang tak pernah luput dari perhatiannya. Tepat pukul delapan malam waktu Bali, ia selalu menelepon buah hatinya. "Hai, sayangku, cintaku, buah hatiku, permataku, dan semuanya untukmu…!" "Ih, Mama, nggak usah lebay kenapa sih?" rajuk Atalla menjawab panggilan telepon ibunya. Danisa tertawa kecil. "Sudah makan, Sayang?" "Sud