Shower

1258 Kata
Kau harus memandikanku. Sebuah kata yang sedahsyat petir menyambar Briana. Matanya terbelalak tak percaya akan ucapan Ian. 'Ian ingin aku memandikannya? Apa dia sudah gila?' Batin Briana. 'Oh, ini pasti karena faktor jablainya, miliknya yang menganggur tidak sanggup berpuasa lagi.' 'Meski dia keren, hot, kaya, tampan, macho, jantan, cerdas-- dia tidak boleh melampiaskannya padaku. Ups tunggu dulu, mengapa aku jadi memujinya. Tidak, tidak, tidak. Dia tidak sebaik itu. Dia adalah pria pemilik kejantanan yang menganggur. Itu artinya dia berpotensi menjadi pria mesum.' Briana berusaha setenang mungkin. Dia berpikir keras agar tidak melihat sesuatu yang jauh di lubuk hatinya yang paling- paling terdalam sebenarnya menginginkan mengintip sedikit benda menganggur itu. Briana tidak boleh membiarkan Ian melanjutkan permintaannya. "Kau serius?" Tanya Briana yang merasa ngeri dengan perintah suami tak diharapkannya. "Iya donk. Aku sangat-sangat serius. Kemarilah istri perawanku..." perintah Ian. 'Ya ampun, dia benar- benar menggoda jiwa jablaiku. ' 'Tapi aku harus menolak. Meski aku sangat ingin ada kejadian yang secara tidak sengaja melihat benda ajaibnya, tapi aku masih memiliki harga diri.' 'Tunggu dulu, Ian pasti tidak akan menerimaku begitu saja. Aku yang harus membuatnya menolakku. ' Briana menampakkan wajah haus darah dan psikopat pada Ian. Nafasnya memburu seperti gadis yang terangsang. Lidahnya pun mulai menjilati bibir Briana. Dia nampak begitu bernafsu. Glek. Ian merasa perasaannya tidak enak melihat reaksi Briana. Bukannya takut, gadis itu justru bernafsu padanya. Hal yang aneh dan tidak lazim ditujukan oleh seorang perawan. ' Apa yang terjadi pada cerita tentang perawan yang pemalu. Mengapa yang di depanku justru tidak tau malu?' Batin Ian. "Ayo, cepat. Lepas bajumu. Cepatlah, apa yang kau tunggu..." tangan Briana hendak meraih baju Ian. Dia ingin meraihnya. 'Semoga Ian tidak curiga jika aku pura-pura. Semoga dia juga ketakutan akan akting yang aku lakukan,' batin Briana. Sikap brutal Briana sukses membuat Ian ketakutan. Padahal dia hanya ingin menggoda Briana, tapi yang terjadi justru dirinya seperti hendak dimakan gadis perawan menyedihkan ini. Ian pun berusaha keras mempertahankan bajunya. Dia juga berkali- kali menepis baju yang hendak diambil Briana. Bahkan salah satu dari lengan bajunya sudah sobek akibat tarikan Briana. "Se- sepertinya tidak perlu. Aku akan menyuruh paman Lucas membantuku, "tolak Ian putus asa. Kini dia berusaha keras mempertahankan bajunya yang sudah sobek- sobek. 'Kyaaa perut six pack yang bagus,' batin Briana. Dia merasa beruntung melihat perut seindah itu. Maklum saja, selama ini dia hanya menghabiskan waktu mencari uang demi sekolah. Jadi tidak ada waktu mengagumi perut pria tampan yang terkadang berkeliaran. Ian semakin khawatir melihat Briana yang melototi perutnya yang terbuka. Sedangkan Briana semakin bersemangat menggoda Ian. "Kenapa tidak, aku pasti bisa memandikanmu jauh lebih nyaman dari paman Lucas. " Sesuai dengan buku yang dibaca Briana. Para pria biasanya akan illfeel jika ada gadis yang menyodorkan dirinya secara terang- terangan alias murahan. Briana tidak keberatan berpura- pura bersikap demikian demi menyelamatkan mata perawannya. "Tidak, cepat pergi, " usir Ian kemudian. "Apa kau yakin?" tanya Bria yang pura-pura cemberut. "Iya pergi sana ...!" usir Ian lagi. Briana bangkit dari jongkoknya dan pura- pura mendesah kecewa. Ia berjalan pelan seolah enggan keluar kamar Ian. Padahal dalam hati dia sangat ingin lari dari sini. Ceklek. Sesampai di depan pintu, tubuh Briana merosot. Dari tangan hingga kaki, ia merasa gemetaran. Dia juga mengelus dadanya yang bernafas cepat akibat tegang. "Ya, ampun. Aku selamat." Bria mengulas senyum tipis. Ternyata hidupnya di sini tidak seburuk perkiraannya itu. Dari awal dia tiba di sini, Briana sebenarnya sangat khawatir. Dia takut jika Ian akan menghinanya dan memperlakukan dirinya dengan kejam. Drama telenovela menginfeksi otaknya begitu saja sehingga berpikir aneh- aneh. Berbalik dengan kenyataan karena ternyata Ian pria yang menginginkan perhatian. Pria itu seperti seseorang yang menuntut perhatian masa kecilnya. Dia bertindak stundere sekaligus konyol. Mungkin saja ini caranya mengalihkan rasa sakit akibat kehilangan kemampuan berjalan dan ditinggalkan tunangannya. Setelah beberapa saat, dia berhasil menenangkan dirinya. Briana pun berniat kembali ke kamar untuk beristirahat. Entah apa tugasnya nanti, tapi ia yakin paman Lucas akan memanggilnya jika ada perlu. "Nona, "panggil Lucas. "Ya paman? " jawab Briana. Langkahnya terhenti setelah tiga langkah. "Nyonya Cecilia dan tuan Arash menunggu anda di kantor. Silakan mengikuti saya," ajak Lucas. Pria ini masih bersikap elegan seperti tadi. Ciri khas pelayan dari kalangan atas. "Baik." Briana mengikuti langkah Lucas. Sesekali dia berdecak kagum akan perabotan mewah yang tergantung maupun menempel di dinding rumah ini. Dia mengira jika semua ini pasti hasil dekorasi Cecilia. Hanya wanita yang menyukai sentuhan kristal- kristal di rumahnya. Ketika Lucas membukakan pintu ruang kerja Arash, Cecilia menyambutnya. Dia mengambil tangan Briana untuk menuju ke meja kerja di mana suaminya duduk. Di sebelahnya berdiri pria yang nampak serius. Dia adalah asisten Arash sekaligus Cecilia. "Arash, ini menantu kita. Dia yang akan menjaga Ian selama kita di luar negeri." Arash memperhatikan Briana dengan teliti sebelum mengangguk. Ini artinya dia setuju dengan pilihan Cecilia. Melihat sang suami sudah setuju, Cecilia menyodorkan kertas pada Briana untuk ditanda tangani. "Nak, tanda tangan ini dulu ya? Ini adalah surat nikahmu sama Ian." Briana tidak langsung menandatangani surat itu. Ia berpikir sedikit lama. 'Di sini aku mendapatkan perhatian meski tidak murni. Setidaknya itu lebih baik dari pada tinggal bersama orang yang membenciku.' Tidak ada alasan bagi Briana menolak perintah Cecilia. Dia pun menorehkan tanda tangannya di kertas. Ini membuatnya resmi menjadi istri silver Grome. "Nak, sekarang kau adalah menantu keluarga ini. Aku tadi sudah melihat interaksi kalian, belum pernah aku melihat Ian seperti itu. Instingku benar, kau bisa menjaga Ian untuk kami, " ucapan Cecilia membuat Briana terkejut. "Eh?" 'Jadi dia bersikap tengil hanya padaku. Ini pelanggaran, rasisme.' " Nyonya---" "Ibu. Sudah kubilang panggil aku ibu. " Briana tercengang karena baru pertama kali ada orang yang suka dirinya memanggil ibu. Ibunya sendiri bahkan enggan dia panggil ibu. "Iya Bu. Maaf aku lupa." Arash bangkit dari kursinya. "Kami harus berangkat sekarang. Jaga putraku Briana." Kharisma Arash bahkan sangat luar biasa. Baru kali ini Briana takut pada seseorang dalam satu kali tatap. Arash seperti memiliki kekuasaan yang berbahaya. "Iya ayah." "Gadis pintar." Arash tersenyum tipis. Ia bangkit menuju ke arah Cecilia dan menggandengnya ke luar ruang kerja. Mereka berjalan cepat menuju depan mansion. Briana bahkan berlari kecil untuk mengejarnya. Briana yang turut mengantar pergi bahkan terengah- engah. 'Apa mereka tidak takut tersandung kalau jalan secepat itu?' 'Inilah kekuatan dolar. Bagi para pengusaha seperti Ayah Arash dan ibu Cecilia, waktu adalah uang.' Sopir membukakan pintu Rolls royce mengkilat. Cecilia melambai sebelum akhirnya masuk bersama Arash. Deru mobil pun terdengar bersama dengan menghilangnya mereka. "Kapan mereka kembali Paman?" Tanya Briana. "Biasanya mereka pulang paling cepat setahun." "Apa?" Briana tersentak. Pantas saja Ian merajuk dan bersikap kekanakan pada Cecilia meski dia dikategorikan pria dewasa. Pria ini ternyata memang tidak mendapat perhatian sedikit pun di saat tersulitnya. "Paman, sepertinya Ian harus mandi." "Jadi dia bersedia mandi?" "Hah? Jadi selama ini dia tidak pernah mandi?" Tanya Briana melongo tak percaya. Lucas mendesah kemudian menggeleng. Raut wajahnya berubah sendu saat ia mengenang kembali peristiwa setelah Ian terjatuh. "Itu bentuk protes tuan Ian pada nyonya Cecilia. Dia menuntut ibunya ada di sini untuknya. Sayangnya kesibukan bisnis mereka tidak memungkinkan nyonya Cecilia tinggal lebih dari seminggu." 'Jadi dia mogok mandi karena itu? Pintar juga, tapi bukankah lebih efektif jika dia mogok makan?' Batin Briana. "Jika demikian waktunya paman memandikannya. Aku punya cara agar dia mau mandi." Briana tersenyum jahil. Dia masih ingin menjahili Ian yang bertingkah. Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN