Lucas mengangkat kedua alisnya, bingung akan keyakinan Briana yang menariknya ke kamar Ian. Selama ini Ian akan marah jika ada yang mencoba memandikannya ketika dalam mode merajuk. Entah keyakinan dari mana yang membuat Briana yakin jika Ian tidak akan menolak mandi kali ini. Dia berpikir pasti telah terjadi sesuatu di antara mereka berdua.
Tok.
Tok.
"Ian, aku mengajak paman Lucas ke sini, " ucap Briana dari luar sebelum dia masuk ke kamar.
Ian terkejut dengan kemunculan Briana. Dia tidak mendengar suara langkah kakinya ketika masuk. Dirinya terlalu sibuk melihat ibu dan ayahnya pergi untuk bisnis. Sedari tadi Ian menyaksikan hal itu dari atas.
"Hei, mengapa kau masuk! Aku bilang tidak ingin mandi denganmu..."
Mata Ian membola ketika melihat Lucas berada di belakang tubuh Briana.
"Kenapa paman Lucas ada di sini?! " tanya Ian. Bisanya Ian akan membuat Lucas pusing sehingga Cecilia menelpon Ian untuk membujuknya. Ibunya itu akan kebingungan dan terus menerus menelpon. Jika Lucas berada di sini maka semua rencananya akan kacau. Dan itu disebabkan karena gadis yang menatapnya dengan sorot mata polos.
'Dasar rubah,' batin Ian.
"Aku membawa paman Ian ke sini untuk membantumu mandi." Briana mengangkat dagu bangga.
"I- itu..." Ian bingung bagaimana harus menolak Briana. Dia sebenarnya bisa mandi sendiri dan tadi hanya menggoda Briana. Barulah ia menyesali keputusannya menggoda Briana pada saat melihat wajah psikopat Briana.
"Paman, tadi suamiku yang tampan ini minta bantuan untuk mandi. Sayangnya dia menolak untuk aku mandikan. Padahal aku dengan senang hati memandikannya."
Briana sedikit mendorong tubuh Lucas agar menuju ke arah Ian.
"Oh dengan senang hati."
Lucas dengan sigap mendorong kursi roda Ian menuju kamar mandi. Ian pun hanya pasrah. Untuk pertama kalinya dia tidak rewel dan protes.
"Mengapa pria sedewasa Ian bisa bertingkah seperti anak kecil. Aneh sekali. Dia kan sebelum jatuh adalah seorang CEO muda?" lirih Briana.
"Apa kepalanya terbentur sehingga ia menjadi tidak masuk akan seperti ini. Ataukah dia depresi? Tsk sayangnya aku bukan Psikolog yang bisa tau alasannya."
Ketenangan di ruang manis tidak berlangsung lama. Lucas tiba- tiba lari keluar kamar mandi dengan memegang perut.
"Paman, kenapa lari?" Tanya Briana bingung.
"I-itu, perut saya sakit. Tolong nona Briana bantu tuan Ian mandi dulu. Dia pasti tidak akan protes."
"Hah?!"
'Mati aku,' batin Briana.
Tak lama kemudian terdengar suara teriakan dari dalam kamar mandi yang membuat Briana tidak mempunyai banyak pilihan.
"Paman, mana airnya. Mataku pedih!" Teriak Ian dari dalam.
Briana tidak memiliki banyak pilihan. Mau tidak mau dia harus membantu Ian di sana. Namu tidak mungkin jika melihat Ian secara langsung #meski sebenarnya pengen.
Briana melihat sekeliling dan menemukan sebuah sapu tangan. Tanpa ba bi bu Briana mengambil sapu tangan itu untuk menutupi matanya dan masuk ke kamar mandi.
Zzzhhh.
Ian akhirnya terbebas dari rasa pedih. Dia sendiri bingung mengapa suara Lucas tidak lagi terdengar.
"Sudah, sudah."
Saat Ian selesai mengelap air di wajahnya, dia menyadari jika yang membasuh mukanya bukanlah Lucas. Namun istrinya.
"Briana, kenapa kau yang memandikanku?" Tanya Ian. Meski demikian ia merasa senang karena Briana bukanlah gadis jelalatan yang ingin melihat tubuhnya. Gadis ini bahkan menutup matanya agar Ian tidak risih.
"Paman Lucas sedang ada panggilan alam. Jadi aku menggantikannya. "
Dari sini Ian juga mulai mendengar suara frustasi Briana.
"Dengar ya, aku terpaksa harus membantumu yang tengah telanjang karena hal yang tidak terduga. Jadi kalau secara tidak sengaja aku menyentuh juniormu maka anggap itu kecelakaan. Okey?"
Ian terkekeh. Rupanya dia gadis yang berani dan mau menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik.
Dari sini dia juga mulai mendengar suara frustasi Briana yang mencoba mengusap kulitnya. Sudah jelas jika Briana lupa jika Ian tidak bisa berjalan dan tangannya masih berfungsi dengan baik.
"Jujur saja aku belum pernah melihat barang laki-laki sebelumnya. Tapi karena dirimu adalah suamiku aku akan ..."
Glek.
Tanpa diduga sapu tangan yang dikenakan Briana untuk menutup matanya terjatuh. Itu membuat Briana harus menyaksikan benda ajaib milik Ian.
"Kyaaa kenapa seperti ular!!"
Briana langsung menutup matanya dan berbalik.
"Oh Tuhan ini hukuman kah, mataku ternodai....!!"
Ian sendiri juga terkejut. Sebenarnya dia tidak sengaja menarik sapu tangan itu hingga menyebabkan insiden yang super mengejutkan.
"Ehem..."
Briana membuka matanya karena suara dehaman Ian. Dia pun terpaksa harus melihat ular nakal tadi.
"Eh tadinya tidur kenapa sekarang berdiri. Ya ampun ya ampun...."
Ian hanya diam dan tersenyum geli. Ini adalah reaksi terlucu yang pernah ia lihat.
"Apa aku salah sehinga benda tadi hidup. Ian apa yang harus ku lakukan agar itu tidur lagi. Ayolah tidurkan lagi barangmu nanti orang tuamu mengira aku menyakitimu..."
Lucas yang baru masuk kamar Ian tidak bisa menahannya lagi. Dia tertawa terpingkal-pingkal mendengar suara panik Briana. Tidak hanya Lucas, maid yang bekerja di mansion itu juga tertawa geli. Suara panik Briana terdengar membahana di mansion Silver Grome.
"Jangan panik. Bukankah kita suami istri. Ini sudah hal biasa, " goda Ian. Dia begitu menikmati reaksi lucu Briana. "Tetap sabuni aku jika ingin benda ini tidur."
"Ba- baik. "
Briana mati-matian tidak melihat ke arah junior Ian. Dia menggosok badan dan membersihkan seluruh tubuh Ian hingga bersih.
Set.
Set.
"Kyaaa kena!"
Briana shok karena tangannya menyenggol sesuatu yang keras pada diri Ian.
"Ck ck ck. Kau begitu m***m. "
Briana tidak ingin menjawab. Dia hanya ini cepat selesai dan keluar dari situasi ini. Ini sungguh memalukan.
"Sudah bersih. Aku akan keluar."
Ian ingin mengerjai Briana lagi. Namun begitu melihat wajah istrinya yang begitu memerah, dia tidak tega dan mengurungkan niatnya. Tapi bohong. Ian tidak lagi berniat mengganggu ibunya dan mengalihkan semuanya pada Briana. Gadis ini adalah mainan baru yang menyenangkan. Sungguh sayang jika dibiarkan begitu saja.
"Kau memakaikan aku baju. "
Blush.
Wajah Briana yang merah semakin merah. Tubuhnya membeku, pandangan matanya kosong. Sungguh pemandangan yang menyenangkan. Ini lebih menyenangkan dari pada mendapatkan proyek jutaan dolar.
"Aku akan mengambil baju..." ucap Briana sambil menunduk.
Briana merutuki aktingnya yang ketahuan Ian secepat ini. Sekarang pria itu seolah mempermainkan Briana saat tau kelemahannya, dan Briana harus tabah menghadapi manusia ajaib itu.
" Apa kau akan membiarkan aku di sini kedinginan. Mana handukku. "
Briana bergetar ingin sekali mencekik leher Ian. Bukannya mengambil handuk itu berat, hanya saja dia masih tidak terbiasa dengan sesuatu.
'Aku takut bertemu ular.'
.
.
.
Di sisi lain, Grace mulai kesulitan keuangan. Dia bingung karena kebutuhan Elbri yang tiada henti dan putrinya itu menuntut ini dan itu.
"Ibu, kenapa kita tidak makan di restoran. Kan ibu tidak perlu lagi membayar hutang sama Silver Grome?"
"Uangnya sudah habis buat sekolah model dan menyuap orang biar kamu ikut casting. Tapi yang ada, ibu justru di bohongi."
Elbri kemudian mendapat ide. Dia ingin memanfaatkan Briana yang saat ini berada di rumah keluarga terpandang untuk membantu kariernya. Meski Briana menjadi istri pria cacat, tetap saja Briana adalah menantu keluarga Silver Grome.
"Bu, kita minta Briana membantuku. Dia kan menantu keluarga terpandang."
Grace melirik Elbri. Seandainya saja Briana menjalani pernikahan normal, mungkin dia bisa membantu Elbri. Sayangnya di sana dia hanya seorang b***k.
"Briana itu menjadi b***k. Bukan nyonya rumah. Lagi pula pernikahan mereka tidak disebarluaskan. Jadi tidak ada yang percaya."
Elbri mengangguk. Apa yang dikatakan ibunya memang benar. "Hm, bagaimana jika dia kita suruh meminta uang dari suaminya."
Grace kembali menggelengkan kepalanya. Briana saat ini benar- benar tidak bisa diharapkan. Apalagi sikapnya sudah keterlaluan pada Briana tadi.
"Sudah, makan saja. "
Grace sekarang perlu memutar otak untuk bekerja lebih keras. Gajinya sebagai buruh pabrik tidak akan bisa menanggung kebutuhan Elbri dan barang bermerknya.
Tbc.