Bab 8. Alex cemburu

1326 Kata
"Bagaimana keadaannya, Dokter? Apa lukanya parah?" "Tidak terlalu parah, Tuan? Karena beruntung air panas itu masih belum banyak mengenai kulit Nona." Pria itu menoleh pada Bianca yang tengah menatap ke arah lain dalam balutan selimutnya. "Syukurlah, terima kasih, Dokter." "Saya permisi dulu." Pria tampan yang perawakannya tidak jauh dari Alex pun menghampiri Bianca, lalu duduk di sisi ranjangnya. "Hai, bagaimana keadaanmu?" Bianca menoleh pada pria itu, lalu beranjak dari baringannya. "Aku baik-baik saja, Tuan. Terima kasih banyak sebelumnya." Pria itu mengulurkan tangannya pada Bianca. "Aku Brian." Bianca menatap uluran tangan itu, lalu membalas uluran itu dengan perlahan. "Bianca." Pria bernama Brian itu pun tersenyum lebar. "Bianca, Brian, cocok, bukan? He he." Bianca pun ikut tertawa renyah mendengar candaan pria itu. "He he, bisa saja." Brian menatap ke arah luka Bianca yang ditutupi selimut. "Jangan ditutupi begini, Bi. Nanti ke gores sakit, loh. Buka, ya." Bianca ingin menolak, tapi sepertinya Brian tidak mau mendengar. Brian pun menatap luka Bianca yang begitu merah. Tangannya mengepal melihat akibat apa yang dilakukan Alex pada Bianca. "Sebenarnya apa yang kamu lakukan sehingga Kak Alex berbuat seperti ini padamu?" Kening Bianca mengerut mendengar panggilan Brian pada Alex. "Kak Alex?" Brian tersenyum melihat kebingungan Bianca. "Aku adik Kak Alex, Brian William Smith." "Oh." Bianca pun mengangguk dan ber oh ria. "Jadi, apa kamu adik dari Kak Melinda?" Bianca menatap Brian penuh tanya karena Brian nyatanya sudah banyak tahu tentang dirinya. "Iya, kamu tahu semua itu?" "Ya, Mommy yang menceritakannya padaku. Sorry, aku tidak bisa datang karena penerbanganku tiba-tiba saja hari itu di batalkan karena cuaca buruk. Aku pikir nanti saja pulangnya. Dan tadi malam aku baru mendarat." Bianca masih menatap wajah pria yang nyatanya adalah adik ipar Bianca. "Jadi kamu ini baru pulang dari luar negeri?" "Ya, aku baru pulang dari Eropa. Tak ku sangka aku akan mendapati hal seperti ini. Aku pikir sifat Kak Alex sudah berubah tapi nyatanya tidak." Bianca menghela nafasnya dalam. "Mungkin karena dia marah pada Kak Melinda." "Ck, tapi kamu bukan Kak Melinda, bukan? Seharusnya dia tidak menumpahkan semua amarah itu padamu. Apa kamu yakin tidak tahu kemana Kak Melinda pergi?" Brian menghembuskan nafasnya kasar melihat Bianca hanya menggelengkan kepala. "Lalu kenapa kamu harus menggantikan posisi Melinda untuk menikah dengan pria kasar itu?" Bianca menatap Brian yang sudah mengganti panggilannya pada Melinda tanpa menggunakan 'kak' lagi. "Jika aku tidak menggantikannya, mungkin orang tuaku saat ini gila." Kening Brian mengerut. "Gila?" "Hah, sudahlah. Apa aku sudah bisa pulang? Aku tidak apa-apa, ini hanya luka kecil." "Eh eh, kamu mau kemana? Kakimu masih terluka." Bianca tak menghiraukan larangan dari Brian. "Ini hanya luka kecil Brian, aku bahkan sudah sering merasakan luka yang lebih dari ini. Aku mau pulang." Brian kita bisa lagi melarang keinginan Bianca. Brian juga baru tahu jika ternyata Bianca keras kepala juga sama seperti Alex. Akhirnya Brian pun menuruti keinginan Bianca untuk pulang. "Kemana aku antar kamu pulang?" Bianca tak langsung menyahut karena bingung sebab dirinya tak punya tempat tinggal. "Walau bagaimanapun aku ini istri Kak Alex, jadi pulangkan aku ke rumahnya, Brian." Brian menggelengkan kepalanya tak setuju. "Ya Tuhan ... Bi, apa kamu sudah gila? Alex bisa saja membunuhmu jika kamu kembali padanya." "Aku tetap istrinya, Brian. Lagipula aku tidak punya tempat untuk kembali." Bianca menunduk menyadari keadaannya. "Bi, kamu yakin?" Brian memastikan. "Yakin, Brian. Aku tidak peduli jika pun Kak Alex nanti ingin membunuhku. Mungkin itu lebih baik untukku agar aku tidak lagi merasakan kemalangan dalam hidup." Brian menggelengkan kepalanya, tapi Brian tetap tidak punya pilihan. "Baiklah, aku antar kamu ke hotel Kak Alex, tapi aku tidak akan membiarkannya menyakitimu lagi." Alex menatap kepergian mobil yang Brian dan Bianca tumpangi. Alex pun menggusar rambutnya menyesal karena sudah mencelakai Bianca. Pria itu bingung sendiri kenapa dirinya harus melakukan hal itu pada Bianca di depan teman-temannya. "Argh!!" Alex kembali menggusar rambutnya prustasi, lalu melesat entah kemana. *** Brak!! Alex menutup pintu mobilnya dengan kasar. Pria itu baru pulang setelah beberapa jam Bianca dan Brian menunggunya di hotel. Untung saja Brian orangnya humoris, sehingga tidak membuat Bianca jenuh bersamanya. "Jadi kamu ini playboy juga?" "Heem ... itu kelebihanku kayanya." "What? Kelebihan? Heeh, itu bukan kelebihan, Brian. Itu justru kelemahan. Kamu lemah karena tidak bisa menjaga hatimu hanya untuk satu wanita." Alex hampir mengehentikan langkahnya mendengar ucapan Bianca yang masih berada di depan kamar hotelnya menunggu dirinya pulang. Alex pun ingat pada luka wanita malang itu. Namun, melihat Brian masih bersama Bianca, Alex kembali pada egonya dan tidak peduli pada keberadaan mereka. "Kak Alex, tunggu!" Bianca berlari tertatih-tatih. Alex ingin sekali membantunya, tapi lagi-lagi Brian lebih dulu membantu Blanca yang membuat pria itu harus kembali pada sifat kerasnya. "Ada apa?" Bianca menatap Alex dengan remasan jari-jarinya. "Maaf, aku pulang lebih dulu dari kantor." Kening Alex sampai mengerut karena Bianca malah minta maaf. "Aku tidak peduli." Alex langsung masuk ke kamarnya, Bianca pun segera berlari dan masuk ke kamar mereka. Brian tak mau ketinggalan karena khawatir Alex menyakiti Bianca lagi. Entah mengapa, Alex begitu kesal karena Brian terus saja mengintil. "Apa kamu tidak ingin pulang ke rumahmu, Brian?" ujar Alex dengan mengejek. Brian memutar bola matanya. "Kamu ini, Kak. Bukannya bertanya kabarku bagaimana atau apa, gitu. Malah ngusir. Aku tuh heran ya sama kamu, Kak. Kenapa juga kamu harus menikahi Bianca jika kamu tidak bisa memperlakukannya dengan baik." Alex mengepalkan tangannya. Bianca pun hanya bisa memejamkan mata karena hubungannya dengan Alex kembali memanas. Padahal tadi pagi hubungan Bianca dengan pria itu sudah jauh lebih baik. "Kamu tidak akan tahu bagaimana rasanya dikhianati, Brian. Jadi kamu tidak perlu mencampuri urusanku." "Tapi kamu pun tidak akan tahu bagaimana rasanya jadi Bianca, Kak. Dia tidak bersalah, seharusnya kamu mengejar Melinda bukan malah menyiksa Bianca." Brian menatap Alex tak mau kalah. Alex menarik kerah baju Brian dan menatap adiknya dengan tajam. Teringat akan ketidaksukaan dari mommy Alex, Bianca yakin jika hubungan dua saudara itu kurang baik. Apalagi tatapan Alex begitu tajam pada sang adik. "Hentikan, Kak Alex!" Bianca menoleh pada Brian. "Brian, pulanglah. Aku janji aku akan baik-baik saja." "Tidak, Bi. Aku yakin pria ini akan terus menyakitimu sampai dia puas, Bi. Dan Aku tidak akan membiarkannya kembali menyakitimu." Alex menahan amarahnya mendengar ungkapan Brian. Alex pun melepaskan cengkeraman tangannya dari kerah baju Brian. Pria itu memutuskan pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri. "Kak Alex." Bianca mengusap wajahnya bingung. "Kamu yakin akan tetap tinggal bersama pria itu, Bi? Aku tidak yakin jika dia akan membiarkanmu hidup tenang." Bianca menatap Brian. Bianca tahu Brian mengkhawatirkan keselamatannya. Bianca pun tidak yakin jika dirinya bisa lolos dari Alex lagi ke depannya. Namun, Bianca tidak ingin masalahnya dengan Alex semakin rumit apalagi harus mengorbankan Brian. "Brian, sebelumnya terima kasih atas semuanya. Tapi sebaiknya kamu pulang, ya. Aku janji akan baik-baik saja. Aku yakin sebenarnya Kak Alex itu baik, kok." Bianca menoleh pada arah kamar mandi. "Aku sudah memutuskan untuk hidup dengannya. Itu artinya aku tidak bisa melanggarnya dan akan tetap di sini sampai Kak Melinda kembali." Brian menatap Bianca sejenak. "Sampai Melinda kembali?" Brian menyeringai penuh arti melihat Bianca mengangguk. "Baiklah, Bi. Aku pastikan keberadaanmu di sini tidak akan lama lagi. Aku akan menemukan Melinda secepatnya." Bianca tersenyum lebar mendengar ucapan Brian. "Kamu serius?" Bianca menghela napasnya panjang melihat Brian mengangguk. Sebab, sebenarnya Bianca ingin sekali pergi dari pria jahat seperti Alex. Namun, Bianca sadar akan perjanjiannya dengan Alex. Bianca harus tetap berada di sisi Alex selama 100 hari atau sampai Melinda kembali. "Terima kasih, Brian." Lagi-lagi Alex hanya bisa mengepalkan tangannya melihat kedekatan Bianca dengan Brian. Alex selalu bersikap kasar cenderung menyakiti Bianca. Namun, melihat kedekatan Bianca dengan Brian, hati Alex seperti tidak rela. "Tidak mungkin aku menyukainya, bukan? Hah, aku juga ingin lihat apa anak itu benar-benar bisa menemukan Melinda dengan cepat?" Alex kembali masuk ke dalam bathtub dan menenggelamkan diri di bawah busa sabun itu seperti biasanya. Namun, mendengar gelak tawa dari Bianca dan Brian, Alex kembali menaikkan wajahnya. Entah apa yang terjadi, dadanya kembang kempis tak rela. "Argh! Sialan kau, Brian!" Alex tidak bisa lagi menepis jika dirinya memang cemburu pada kedekatan mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN