BANG VINO NARSIS!

1031 Kata
"Bang Vino!" Aku langsung melonjak gembira saat melihat Bang Vino berdiri di depan mobilnya menungguku. Setelah membaca pesan dari Bang Vino kalau dia sudah sampai di depan kampusku, aku langsung keluar untuk menemuinya. Kebetulan aku juga sudah menyelesaikan jadwal kuliahku hari ini. Aku juga sudah bilang pada Bang Jaka kalau hari ini aku diajak pergi oleh Bang Vino. Bang Vino menyambutku dengan senyuman. Hwah! Penampilan Bang Vino hari ini tampak sangat berbeda. Padahal seingatku, saat sarapan tadi dia tidak menggunakan pakaian yang dia kenakan sekarang. Perpaduan kaos putih dengan sweater panjang berwarna coklat muda yang dihiasi motif kotak merah hati dan hijau lumut membuat dia terlihat sangat tampan. Kakakku itu memakai celana dengan warna senada, ditambah kaca mata yang memberi kesan dewasa. Seseorang, tolong cubit aku! Dia terlalu tampan. "Ini buat Lo," Bang Vino menyodorkan dua batang cokelat ukuran sedang padaku. "Cokelat kesukaan gue! Makasih, Bang. Tumben baek banget, lagi ultah?" ledekku asal, padahal aku tahu pasti, kapan ulang tahun Bang Vino. "Emang kalo ngasih cokelat harus ada momen dulu?" tanya Bang Vino sambil membukakan pintu mobil untukku. "Nggak juga, sih. Cuman aneh aja, tiba-tiba Bang Vino mendadak terlalu baik," sahutku. Sekarang aku sudah ada di dalam mobil. Bang Vino berlari kecil dan segera duduk di samping kemudi. Dia tampak menghela napas sebelum akhirnya membawa kendaraan roda empat itu meninggalkan halaman kampusku. "Baik sama Lo emang nggak boleh? Sebenernya, hari ini gue lagi ngehibur Lo. Gue denger dari abang yang laen, Lo dimusuhin mulu sama Bang Bagus. Bener gitu?" Bang Vino seketika mengingatkan aku pada wajah Bang Bagus yang pelit senyum. "Gue udah biasa berantem sama Bang Bagus. Dia kan emang gitu, Bang. Gue nggak pernah ambil pusing sama omongan dia. Males." kataku sambil fokus memandang ke depan. Tiba-tiba saja Bang Vino tertawa. Membuat aku bingung, apa yang sebenarnya sedang dia tertawakan. "Lagi ngetawain apaan, Bang?" tanyaku penasaran. "Nggak. Gue lagi bayangin aja, kalau sebenarnya Bang Bagus itu suka sama Lo. Selama ini sikap kasar dia cuma buat nutupin perasaan dia," Bang Vino tertawa lagi, melanjutkan tawanya yang terjeda. Aku refleks dan langsung memukul lengan Bang Vino. Bisa-bisanya dia membayangkan Bang Bagus suka sama aku? Daripada Bang Bagus, aku pasti memilih Bang Jun saja. Sama-sama tua, tapi 'kan Bang Jun lebih baik. Daripada Bang Bagus yang pekerjaannya nyindir. "Ogah! Jangan sampe' Bang Bagus suka sama Gue. Daripada dia mendingan juga Bang Jun. Baik, manis, penyayang, pinter masak, dan yang paling utama, nggak pernah jutek kayak Bang Bagus." Mendadak Bang Vino mengerem mobil yang kami tumpangi dan menatapku dengan tatapan tidak percaya. "Lo ... serius, suka sama Bang Jun?" Jujur, Sekarang aku ingin sekali tertawa melihat ekspresi Bang Vino. Matanya melebar dan mulutnya menganga. Dia pasti menganggap apa yang aku bicarakan merupakan sebuah kebenaran. "Hahaha! Astaga! Muka Lo udah kayak badut Ancol kesambet, Bang! Hahaha! Bisanya Abang percaya gitu aja kalau gue suka sama Bang Jun. Becanda kali', serius amat dah!" Aku tertawa terbahak-bahak, ekspresi Bang Vino lucu. Sayang tadi tidak aku abadikan. "Gue kira beneran. Tapi gue yakin, selera Lo bukan om-om kayak dia," celetuk Bang Vino. Selera aku bukan om-om? Jadi, menurut dia Bang Jun itu sudah om-om? Tapi ... kalau dipikir-pikir benar juga. Usia kami terpaut sebelas tahun, sangat jauh. Tetap saja, aku tidak suka Bang Jun dibilang om-om, wajahnya masih unyu-unyu begitu. "Durhaka Lo, Bang. Ngatain abang sendiri om-om," ledekku. "Emang kenyataannya Bang Jun udah om-om. Fakta Ri," Bang Vino tidak mau kalah. "Terserah Lo aja Bang," sahutku. Aku mulai membuka salah satu bungkus cokelat yang diberikan oleh Bang Vino. "Bagi," Bang Vino langsung menarik tanganku saat cokelat itu berhasil di buka. Tidak hanya sampai di sana, dia juga menggigit ujung cokelatnya. "Ih, Abang. Udah ngasih diambil lagi. Bintitan Lo," sungutku. Aku tidak peduli dengan bekas gigi Bang Vino yang ada di cokelat itu dan ikut-ikutan menggigitnya. Bang Vino memang punya kebiasaan selalu menggigit atau mengambil makananku. Entah apa maksudnya, tapi kelihatannya dia hanya bercanda. Aku juga tidak pernah mempermasalahkan hal itu dengan serius. "Makan bekas gigitan gue Lo bakalan semakin cantik dan awet muda," ucap Bang Vino diiringi tawanya yang renyah. "Emang Lo vampir, Bang? Segala bisa bikin tambah cantik dan awet muda? Mengada-ada," Aku tidak memperhatikan Bang Vino, pandanganku sedang menyisir setiap jengkal jalan yang kami lewati. Mulutku tentu saja masih mengunyah cokelat yang tadi diberikan oleh Bang Vino. "Coba perhatikan wajah gue. Ganteng dan menawan, persis kayak Vampir di film twilight," Spontan aku tertawa. "Astaga! Punya Abang narsisnya kelewatan. Mirip darimana Bang? Dilihat dari pucuk pohon cemara juga nggak ada mirip-miripnya." ledekku, masih dengan tertawa. Ya, aku akui Bang Vino memang tampan, tapi untuk memujinya sangat aku hindari. Kenapa? Tanpa dipuji saja sudah narsis luar biasa, apalagi dipuji, makin menjadi-jadi. "Suatu saat Lo akan nyadar kalau gue ganteng, Ri. Tunggu aja," ucap Bang Vino sambil tersenyum tipis. Maksudnya apa? Aku benar-benar tidak bisa menebak apa yang ada di dalam pikiran kakakku yang satu ini. Aku sudah sadar kalau dia tampan sejak lama. Jadi, kenapa harus menunggu suatu saat? Ah, entahlah. Bikin pusing saja. "Betewe, kita mau ngapain ke mall, Bang? Lo mau beli baju lagi? Makanya punya pacar, biar kalau mau beli baju ada yang milihin." Memilih baju yang akan dibeli oleh Bang Vino memang bagian dari tugasku. Setiap dia ingin beli baju, pasti selalu menyeret ku untuk membantu dia memilih. "Kalau ada Lo, kenapa harus susah-susah nyari pacar? Gue nggak minat pacaran untuk sekarang. Selama Lo masih belum punya pacar, gue juga akan tetap jomblo." celetuk Bang Vino. Aku rasa jawaban ini familiar. Memang. Bang Jun juga bilang tidak akan menikah sebelum aku punya pasangan. Apa aku harus buka audisi mencari pacar dulu, baru mereka mau punya pasangan? Heran! "Nggak Lo, nggak Bang Jun, sama aja. Setiap disuruh cari pasangan ujung-ujungnya gue yang jadi alasan. Lama-lama gue daftarin biro jodoh kalian berdua," kataku kesal. "Bang Jun aja sana yang udah tua. Gue sih masih muda. Inget, umur kita nggak beda jauh. Gue belum om-om," sarkas Bang Vino. "Jadi kita ke mall mau ngapain?" Aku mengulang pertanyaanku yang belum dijawab oleh Bang Vino. "Makan, main game, beli es krim," sahut Bang Vino santai. "Cuma itu?" "Iya." "Astaga!" Aku menepuk jidatku sendiri. Jadi ini semacam menghibur diri? Atau ... lagi cosplay menjadi kekasih Bang Vino? Entahlah!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN