Mark membuka buku yang sekarang ada di depan meja belajarnya itu dengan tatapan yang pasrah. Ia membuka halaman pertama dan itu membuatnya semakian malas untuk melihat buku yang sudah jelas-jelas itu harus dipelajari lebih dari hanya sekedar membacanuya.
“Sialan! Buku terkutuk apa ini?”
Mark mendecih dan menghempaskan buku miliknya itu ke samping, ia tidak tau lagi harus berkata apa. Buku yang baru saja dilihatnya itu memiliki sesuatu yang benar-benar baru dan itu tidak wajar untuk dibaca orang sepertinya yang buta huruf. Benar, semua huruf di buku itu tidak dapat dimengerti Mark karena menggunakan huruf baru yang bahkan Mark sendiri tidak pernah melihatnya selama ia hidup.
“Bagaimana pun kalau di transfer ke abjad ini tetap tidak akan menyelesaikannya karena memiliki lebih dari 40 konsonan. Gila! Huruf apa yang mereka pakai?”
Mark merasa ia seperti orang bodoh sekarang, tidak ada hal yang bisa dilakukannya jika ia terus menerus seperti ini. Jadi ia memutuskan untuk keluar asrama dan berjalan malas menuju ke perpustakaan yang letaknya dari ujung ke ujung.
“Sebelum itu, sepertinya ada baiknya aku memakai baju biasa saja. Jubah seperti ini sangat menganggu, gue merasa seperti pengikut setan,” celoteh Mark dan melepaskan jubahnya itu.
Ia menggantungnya kembali dan memasukkanya ke dalam lemari. Mark membuka lemari di sebelahnhya dan memilih pakaian yang menurutnya sopan jika dibawa keluar tetapi ia nyaman memakai pakaian tersebut.
“Apa aku harus memakai ini saja ya?”
Mark mengambil sebuah hoodie bewarna abu-abu dan celana jeans biru gelapnya. “Lagipula tidak ada peraturan tentang ini, bukan?”
Mark bergegas memakainya dan kemudian membawa buku tebal itu dengan memasukkannya ke dalam tas miliknya. Ia menyandang tas itu dengan membawa beberapa peralatan menulisnya, tidak lupa laptop baru yang disediakan oleh Assamble Academy secara cuma-cuma. Ia berjaga-jaga membawa semuanya siapa tau nanti ia membutuhkannya.
Mark keluar dari kamar dan menutupnya, lalu menguncinya cepat. Ia menoleh ke kanan dan kiri pada lorong asrama dan tidak menemukan siapapun.
“Apa tidak masalah aku seperti ini? Aku lebih terlihat seperti orang yang sedang membolos sekolah daripada berniat untuk belajar,” gumam Mark merasa dirinya terlalu berbeda dari yang lainnya.
“Daripada berpikir seperti itu, bukankah lebih baik lo harus percaya diri?”
Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari belakang Mark. Suara yang menurutnya sangat tidak asing, Mark langsung berbalik dan melihat Olfie yang berada di depannya sudah dengan pakaian yang berbeda dan tangan yang terlipat di dadanya.
“Sudah selesai? Ayo ke perpustaakan,” ucap Olfie.
“L-lo kok bisa disini? Ini asrama putra!” Mark menekankan perkataannya dan meringis melihat Olfie yang menurutnya terlalu brutal memberanikan diri masuk kesini.
Olfie menaikkan sebelah alisnya, ia melihat ke kanan dan ke kiri.
“Bukankah yang terpenting adalah gue melakukannya dengan rapi dan tidak ketahuan oleh siapapun, kecuali mereka yang bersangkutan dengan gue dalam melakukan tindakan kriminal.” Olfie menjelaskan argumennya.
“Yasudah, aku hanya bisa pasrah, kan?”
Olfie tersenyum karena merasa dirinya menang melawan Mark, ia berhasil mendominasi Mark hanya dalam hitunga menit. Ia kemudian menjulurkan tangannya dengan telapak tangan terbuka yang mengarah ke atas, Mark tanpa basa-basi lagi langsung meraih tangan Olfie itu dan dalam sekejap mereka sudah berada di depan perpustakaan, lebih tepatnya di halaman perpustakaan.
“What the- Perpustaakaannya seluas ini?” takjub Mark melihat dari ujung kiri sampai ke ujung kanan karena menurutnya perpustakaan itu seluas bandara penerbangan internasional.
“Seperti itulah reaksi gue saat pertama kali datang kemari, benar-benar diluar ekspetasi. Tapi, itu setidaknya menjawab kenapa Assamble Academy merupakan sekolah sains, teknologi, dan sihir dalam satu ruang lingkup yang sebenarnya itu mustahil. Ya, perpustakaan besar ini setidaknya cukup menjawab, bukan?”
“Lo benar, ini sudah menjawab semuanya. Prasangka gue mereka menyimpan semua buku yang ada di dunia tanpa terkecuali, benarkah begitu?” tanya Mark.
“Sepertinya iya, kemarin gue lihat mereka memiliki banyak buku dengan bahasa dari berbagai dunia. Tapi, lo tau apa yang paling mengerikannya? Mereka hampir mentransferkan semua bahasa itu menjadi satu bahasa seperti bahasa yang ada di dalam buku ini. Untung saja buku panduan sekolah yang gue baca kemarin masih bahasa inggris,” ungkap Olfie.
“Apa menurut lo ada petunjuk tentang bahasa ini di dalam sana?”
“Gue rasa mungkin ada, kita bisa tanya penjaga perpustakaannya, kan? Jadi ayo masuk!” ajak Olfie mendahului Mark yang masih mengangumi apa yang dilihatnya.
Sudah jelas perpustakaan yang ada di hadapannya itu bakalan menjadi tempat favoritnya di Assamble Academy.
Mark mengikuti Olfie dari belakang karena hanya perempuan di depannya itulah yang tau bagaimana perpustakaan Assamble Academy itu. Mark mengikuti Olfie yang memasuki pintu besar yang mungkin setinggi 4 meter itu. Disana langsung semerbak bau khas buku yang sangat disukai oleh banyak orang.
Buku-buku yang ada sangat banyak bahkan rak buku yang dilihat oleh Mark sendiri sampai ke puncak dari gedung yang mungkin setinggi 10 meter itu pada lantai pertamanya. Mark merasa perpustakaan itu terdiri dar tiga lantai mengingat pembagian buku yang cocok jika secara umum menjadi tiga jenis di Assamble Academy, yaitu sains dan teknologi, sihir dan ilmu terapan, terakhir buku fiksi dan sejarah.
“Mark!” panggil Olfie.
Mark tersadar dengan lamunannya dan mencari asal suara Olfie yang menunggunya di depan sebuah meja dimana disana terdapat pustakawan yang menjaganya.
“Ah iya!” ucap Mark.
Mark berjalan ke arah Olfie dan mengambil sebuah tanda pengenal untuk member perpustakaan dimana disana sudah langsung terdapat identitas Mark dengan foto terbaru dirinya.
“Apa lo sudah menanyakan tentang aksara Assamble Academy?”
“Sudah, ada di paling ujung dari perpustakaan sini. Kita telerpotasi aja ya,”
Belum sempat Mark memberikan persetujuan dan menyapa penjaga perpustakaan yang ada, Olfie langsung meraih lengan Mark dan membuat mereka pindah dalam sekejap di ujung dari perpustakaan yang sangat jauh itu.
“Gue belum beri izin padahal,” ucap Mark setelah mereka sampai.
“Gue nggak butuh izin,” balas Olfie.
Mark kembali mengenali tempat baru yang dikunjunginya itu, disana ia melihat banyak sekali murid Assamble Academy yang belajar dan membaca pada meja yang dibentuk sengaja melingkar dan terdapat sangat banyak sepanjang perpustakaan.
“Kenapa banyak murid disini?” tanya Mark penasaran karena awalnya ia mengira hanya dirinya dan Olfie yang seperti membolos, tetapi kali ini Mark melihat beberapa murid yang sama seperti mereka, mengenakan pakaian santai dan berkeliaran di perpustakaan.
“Dari yang gue dengar, jam sekolah disini fleksibel. Sebenarnya mereka lebih seperti memakai sistem universitas dunia, jadi masuknya tidak menentu dan mereka yang memiliki waktu luang biasanya selalu kemari. Asal lo tau, katanya pepustkaan ini menjadi rumah pertama anak Assamble Academy. Itu berarti mereka lebih banyak menghabiskan waktunya disini, dibandingkan di tempat manapun yang ada disini, termasuk asrama sendiri.”
Mark tidak bisa berkata-kata mendengarkan penjelasan dari Olfie. Itu terlalu baru menurutnya, jadi Mark hanya bisa mengangguk dan mengikuti alur bagaimana sebenarnya kehidupan unik di Assamble Academy itu sendiri.