Chapter 12 - Putri Solo

732 Kata
"Pelanin dikit Put," kataku. Putri menganggukkan kepalanya lalu menggunakan tangannya untuk menutupi mulutnya. "Mmmmmmhhhhhh," Emang kelakuan. Dah tahu ini di kosan, teriak kenceng pula si Cantik barusan. Digerebek warga kan tengsin cuy. Putri memalingkan wajahnya dan memejamkan matanya. Kulitnya yang putih memerah kek kepiting dimasak saos pedas. Manis banget. Aku menatap gemas ke cewek yang sekarang sedang berada di bawahku. Si Cantik judes dan keras kepala yang sekarang sedang menjadi seorang wanita. "Mmmmhhhhhhhhh," desah Putri lagi saat aku mulai menikmati kewanitaannya. Aku menciumnya keningnya pelan dan terus menggerakkan tubuhku perlahan dan mesra. Seperti seorang nelayan yang mendayung sampan dengan ritme yang teratur dan konstan. Meskipun pelan, Putri mengimbangi gerakanku dengan pinggulnya. Gadisku yang cantik dan galak tapi sekarang berubah menjadi wanita feminim seutuhnya. Aku menundukkan kepalaku dan mencium keningnya. Putri masih saja memalingkan matanya sambil memiringkan kepalanya. Sesekali, Putri akan menggigit bibirnya pelan sambil mengrenyitkan dahi. Putri-ku… "Enak Put?" aku berbisik pelan sambil mencium telinga kirinya. "Hu umm," jawab Putri. "Lihat sini dong Put?" kataku lagi. Putri menggelengkan kepalanya. "Apaan sih? Kek perawan aja," godaku. "Biarinnnnn," bisik Putri. Aku menggunakan tangan kiriku, mencoba memalingkan wajah Putri yang menoleh ke kanan agar menghadap ke arahku yang diatasnya. Putri membuka matanya dan menatapku sayu. Ekspresinya emang luar biasa. Asli. Cewek banget. Aku mengelus rambutnya pelan dan kembali menunduk untuk mencium bibirnya. Ciuman kami yang awalnya pelan dan mesra, menjadi semakin panas seiring gerakan tubuhku yang semakin cepat. Erangan dan desahan tertahan dari bibir Putri yang sekarang kunikmati terdengar merdu di telinga. Setengah menit kemudian, Putri melepaskan bibirnya dari lumatanku. Putri kembali berusaha memalingkan kepalanya, tapi aku tak mau. Aku memegangi dagunya dan memaksa Putri untuk menatap wajahku. "Yanggggg," protes Putri. "Napa?" tanyaku. "Mmmmmhhhhhhh," desahnya lagi. "Cepetin Yangggg, mau keluar ni," bisiknya pelan banget hampir tak terdengar. Aku menurutinya dan menggerakkan tubuhku makin cepat. Putri memejamkan mata dan menggigit bibirnya sendiri. Kepalanya mulai terangkat sedikit dan dia mengaitkan kedua kakinya ke pinggangku. Putri menggerakkan pinggulnya makin kuat. Napasnya juga mulai tersengal-sengal. Aku juga mempercepat gerakan tubuhku.. "Yaaannggggggggg," teriak Putri panjang saat dia mencapai pucaknya. Aku tahu kalau dia lagi blank, dengan cepat aku menunduk dan menggigit lehernya. Tubuh Putri mengejang-ngejang pelan. Kemudian aku kembali bergerak makin cepat dan melumat habis leher putih Putri, meninggalkan bekas merah disana. “Put, aku sayang kamu,” bisikku pelan, “aku ingin kamu menjadi ibu dari anak-anakku.” Seiring dengan bisikanku, aku bergerak makin cepat dan tak lama kemudian, aku melepaskan semuanya ke dalam rahim Putri. Putri melihatku dengan tatapan kaget bercampur bahagia. "Yang, seriusan?" bisik Putri pelan banget. "Apanya?" tanyaku. "Ayang keluarin di dalem?" tanyanya. Aku menganggukkan kepala. "Dasar!! Kalau Putri hamil nanti kek mana?" tanyanya. "Biar aja. Kan sengaja," jawabku. "Iihhhhhh," jawab Putri lalu menciumku. ***** "Ayang!!" teriak Putri sambil melotot ke arahku. Aku masih berbaring di kasur Putri pagi itu. Ogah-ogahan mau bangun. "Apaan sih Put?" tanyaku. "Ni apa?" kata Putri sambil menyibakkan rambut panjangnya di sebelah kiri kesamping. Sebuah bekas merah terlihat jelas di lehernya yang putih. Aku tersenyum jahil. "Ayang tu. Putri kan nggak kek Ira atau Nisa. Putri nggak pake jilbab. Keliatan lah kalau ada bekas cipokan. Ayang ni!!" sungut si Putri. Lha emang aku sengaja kan? Putri emang nggak mau kalau dicipok. Tadi malem, aku sengaja nunggu momen saat dia pipis baru nyosor. Kalau nggak gitu, pasti ditepis sama dia. "Jahil amat sih!!" sungut si Putri sambil mencubit lenganku. Sempakk. Nyubitnya betulan. Sakit banget cuy. "Aduuuuh. Sakit lah Put," aku meringis kesakitan. "Biarin!!" jawabnya. Tak lama kemudian, kami berdua sudah berada di sebuah warung soto, sarapan. Aku duluan habis. Maklum kan cowok. Kalau Putri mah kek namanya seperti Putri Solo kalau makan, pelan banget. Padahal porsi kecil. Jaga badan mungkin. Aku menyodorkan sebuah kartu ATM ke arah Putri. "Ni apa Yang?" tanya Putri bingung. "Buat pegangan, kan Putri nggak dikirimin uang lagi sama Papa," kataku. "Nggak usah deh Yang, Putri kan bisa..." "Put…" kataku, langsung memotong kalimat Putri. "Yang..." protes Putri. "Itu bukan hanya dari aku. Nisa, Ira, dan Ibu juga. Kamu mau mereka nelponin Putri satu-satu?" tanyaku. Putri terdiam. "Ira juga dah ngomong, nanti kalau mau balik, dia mampir ke Salatiga dulu. Nyamperin kamu. Muter dikit nggak pa-pa, katanya. Tapi Putri harus sabar dikit, mungkin bulan depan aku baru bisa bantu cariin motor buat Putri," kataku. Putri menundukkan kepalanya. Aku memeluk gadisku dan mencium rambutnya pelan. "Yang sabar ya Put. Kamu nggak sendirian kok. Aku janji," bisikku pelan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN