Chapter 11 - It's worth it

653 Kata
Putri sedang duduk dan berdiskusi dengan sahabat sekaligus teman kuliahnya ketika hp-nya geter. Tapi Putri sama sekali tak menyadarinya. Karena dia fokus banget dan serius ngobrol dengan sahabatnya itu. "Put, hpmu geter terus dari tadi tuh," kata si Flo, sobat Putri. "Eh?" Putri kaget, lalu membuka hpnya. 3 panggilan tak terjawab. Ayang. "Duh, Ayang telepon sampe tiga kali gini, tumben banget sih," Putri berniat menelepon balik cowoknya ketika panggilan keempat kembali masuk. Putri dengan cepat mengangkatnya dan memberikan isyarat ke sobatnya, isyarat kalau dia harus nerima telepon ini. Flo menganggukkan kepalanya. Putri berdiri dan berjalan agak jauh dari bangku tempat mereka duduk di taman kampus. Tak lama kemudian, Putri terlihat menangis sesenggukkan dan mengusap air matanya sambil tetap menjawab panggilan telepon itu. Tak lama kemudian Putri mengusap bekas semua air matanya dan berjalan kembali ke arah Flo. "Sapa yang telepon? Segitunya mewek," tanya Flo. "Cowokku," jawab Putri pendek. "Lha terus napa nangis? Kalian putus?" tanya Flo kepo. "Ih amit-amit deh. Kalau ngomong yang bener dikit dong Flo. Seenaknya aja doain kami putus," sungut Putri. "Lha terus ngapain kamu mewek?" tanya Flo dengan kalimat yang sengaja dilambatkan. "Dia mau maen kesini," jawab Putri sedih. "Eh? Doi tahu?" tanya Flo. "Mungkin sudah tahu. Dia maksa ke Salatiga," jawab Putri. "Ya udah deh kalau gitu, sekalian aja kamu jujur ke doi," kata Flo sambil merapikan bukunya yang berserakkan di bangku taman kampus. Mereka berdua lalu berjalan meninggalkan kampus mereka, jejeran pohon yang rindang di jalanan raya kota Salatiga menemani kedua gadis itu menunggu angkutan umum lewat di depan mereka. "Put," panggil Flo pelan. "Hmmm?" tanya Putri. "Tuh angkotku dah datang. Jangan lupa suruh si doi pake pengaman ya," bisik Flo sambil melambaikan tangan untuk menghentikan angkot yang lewat di depannya. "Ihhh. Dasar cewek m***m!!!" sungut Putri berusaha mencubit pinggang sahabatnya yang sudah berlari dan naik ke angkotnya. ***** Putri melirik lagi ke seisi kamar kosnya. Entah sudah berapa kali dia melakukan itu sejak pulang dari kampus siang tadi. Udah bersih dan rapi kan? gumam Putri. Tok tok tok.. Putri membuka pintu kamar kosnya. Seraut wajah yang dia sangat kenal berdiri disana. Si b******k yang tak akan pernah bisa tergantikan dari hatinya. ***** Aku tersenyum sedih. Putri, si anak Mami yang mungkin nggak pernah ngerasain hidup susah kini tinggal dikamar kos yang bersih dan rapi tapi ukurannya sangat kecil ini. Pastinya jauh lebih kecil daripada kamarnya sendiri di tempat kami. "Kamu kok nggak cerita sih Put?" tanyaku. "Cerita apa sih Yang?" kata Putri yang sekarang ada dalam pelukanku di kamar kosnya. "Soal keluargamu, soal kamu, soal semua ini," kataku. "Emang kenapa dengan semua ini?" tanya Putri dengan suara berbisik. Aku terdiam dan mencium rambutnya pelan. Ni anak, masih aja keras kepala. "Put, aku.... " aku tak tahu mau ngomong apa lagi. Seriusan. Aku bener-bener kehabisan kata-kata. Rasa sayang yang dimiliki Putri buatku. Baru kali ini aku merasa bersalah membuat seorang gadis sampai melakukan semua ini demi aku. Nggak layak banget aku nerima semua itu. Putri membalikkan badan. "Ayang mau ngomong apa?" tanya Putri. Aku terdiam. "Aku nggak tahu Put. Semua yang kamu lakukan untukku. Layak nggak sih Put, aku nerimanya?" tanyaku pelan dan memalingkan wajah menghindari tatapan matanya yang membuatku merasa bersalah. "Ayang layak kok. Everything I did for you, it's worth it," jawab Putri. Aku mungkin nggak seberapa ngeh dengan kata-katanya. Tapi aku tahu dan menerima rasa yang ingin dia sampaikan. Gadisku yang keras kepala. Gadis pertamaku. Putri maju dan mencium bibirku. Kami berciuman mesra selama beberapa detik. Setelah itu, kami berdua saling bertatapan mata mesra. "Beli pengaman dulu Yang, Putri mungkin lagi subur. Ntar jadi lagi," bisik Putri pelan dengan muka memerah. Aku menggelengkan kepala. "Aku pengen kamu hamil. Kalau dah hamil, masak iya sih Papamu masih keukeuh aja," jawabku pelan dan serius. Putri sedikit terkejut mendengar kata-kataku. "Ayang serius?" tanya Putri dengan raut muka kaget. "Seribu rius. Sini, aku mau hamilin kamu," jawabku sambil kembali maju dan memeluk tubuh seksi dan wangi milik kekasihku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN