Rachel tertegun ketika membuka mata. Ia bangun dan duduk bersila di atas tempat tidur. Kepalanya masih terasa pusing. Ia berpikir keras berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin.
Ia mendesah. Semuanya terasa samar-samar di otaknya. Oh, ia mulai ingat. Kemarin ia, Karin, Seung-Hun dan Ji-Yeon pergi ke Namsan. Siangnya mereka makan di sebuah restoran –ia lupa apa namanya- dan di sanalah ia mendapat telepon dari nomor asing dan mendengar nama itu...
Rachel menggeleng cepat. Sudah! Ia tidak ingin mengingat tentang itu lagi, suasana hatinya kacau, pikirannya juga. Ia memaksakan tubuhnya untuk bangun dan berjalan keluar. Samar-samar ia mendengar suara dentingan yang berulang. Ia mendesah dan melangkahkan kakinya menuju dapur. Ia tidak mempedulikan telepon yang entah dari siapa itu.
Selesai mandi Rachel berjalan kembali ke kamar untuk mengganti pakaian. Layar ponselnya menyala dan berdenting beberapa kali. Ia tidak peduli. Tangannya meraih kenop pintu lemari, menariknya sampai pintu terbuka lebar. Sekilas ia memandang bayangan dirinya yang mengenakan baju handuk dari cermin di balik pintu lemari itu. Ya, hanya sekilas. Seolah bayangan dalam cermin itu sama sekali tidak penting.
Selesai mengganti pakaian Rachel kembali ke dapur untuk membuat sarapan. Ia sedang malas memasak. Jadi ia hanya sarapan dengan roti tawar, selai coklat dan s**u dingin dari kulkas. Ponselnya berdenting lagi. Ia memejamkan mata, menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Ah, sia-sia! Ia membuka mata, membanting roti tawarnya ke atas piring, mendorong kursi sampai kursinya terbalik dan di saat yang sama ia menggebrak meja. Lalu ia berjalan menuju kamar, ia membanting pintu dengan kasar dan pandangannya berkeliling mencari benda itu.
Tepat saat ia meraih ponselnya dia meja. Ponsel itu berhenti bersuara. Ada empat belas panggilan dan sembilan pesan yang belum di baca. Rachel mengusap layar ponselnya untuk membuka kunci. Sebuah pesan muncul di layar utama.
Dari : Seung-Hun (07.45)
Aku akan ke apartemenmu.
Mata Rachel melebar dan ia segera berlari keluar. Terdengar ketukan pintu yang keras dan berulang. Gawat, pikirnya. Apa yang akan Seung-Hun katakan jika melihat matanya yang sembab. Astaga... ia tidak memiliki jawaban yang tepat untuk Seung-Hun. Otaknya terasa buntu.
Pintu terbuka ketika jaraknya hanya tinggal beberapa langkah dari pintu. Untuk beberapa detik yang menegangkan mereka hanya saling bertatapan. Sampai Seung-Hun menghela napas lega, berjalan masuk dan kembali menutup pintu.
“Aku sangat mengkhawatirkanmu,” katanya. “Sejak pagi aku berusaha meneleponmu tapi tidak kau angkat, kau juga tidak membalas pesanku sejak semalam.”
Hening. Entah kenapa Rachel jadi merasa sedikit menyesal membiarkan Seung-Hun “mencuri” kunci cadangan apartemennya.
“Hari ini kau ada kuliah pagi, kan?”
Rachel terkesiap. Astaga! Benar juga, kenapa ia bisa lupa? Ini kan hari senin!
“Aku akan menunggumu, bersiaplah.”
Lalu tanpa mengatakan apa-apa Rachel langsung berbalik meninggalkan Seung-Hun.
Setelah sepuluh menit Rachel keluar dari kamar. Seung-Hun memperhatikan penampilan gadis itu. Ia memakai dress pendek di atas lutut dan sebuah ransel mungil warna oranye. Sudut bibir Seung-Hun terangkat membentuk lengkungan senyum. Gadis itu memang selalu memakai rok dan ransel. Ia juga tahu jika gadis itu tidak memiliki tas tangan karena memang tidak menyukainya. Rambutnya pendek diikat ala ekor kuda dengan potongan poni lurus menutup kening dan helaian rambut pendek di depan telinga. Jika saja gadis itu tersenyum pasti ia akan terlihat sangat manis sekarang.
“Seung-Hun kenapa malah melamun? Ayo cepat nanti kita terlambat.”
Seung-Hun tersadar, lalu mengikuti langkah gadis itu yang baru selesai memakai sepatu sneakers warna putih. Satu hal lagi kebiasaan Rachel yang ia tahu. Yaitu gadis itu selalu memakai sneakers kemana-mana. Dan kenyataan bahwa ia mengetahui banyak hal tentang gadis itu membuatnya merasa bahagia.
Rachel membelakanginya menutup pintu, lalu berbalik memandang Seung-Hun. Ketika itu Seung-Hun baru menyadari sesuatu yang aneh dari Rachel.
“Rachel, kenapa matamu sembab?”
* * *
Il Ji-Yeon masih menunggu. Ia menatap layar ponselnya penuh harap. Tentu saja, ia berharap Rachel akan balik meneleponnya. Ia mendengus kesal dan mengalihkan pandangan. Saat itulah ia melihat Seung-Hun dan Rachel berjalan bersama.
“Bagus, mereka sudah melupakanku,” gerutunya kesal.
Tanpa sadar tangannya bergerak melempar ponselnya ke belakang. Lalu ia segera berlari ke arah Rachel dan Seung-Hun.
* * *
Mereka berjalan kaki menuju kampus. Itu karena jarak apartemen Rachel dengan kampus mereka tidak terlalu jauh.
Rachel menatap jam tangan berbentuk kepala Hello kitty di tangannya lalu tersenyum kecil. “Syukurlah aku tidak terlambat,” desahnya lega. “Seung-Hun, terima kasih ya sudah mengingatkanku.”
Seung-Hun mengangguk.”Sepertinya kau sedang ada masalah, kau tahu aku bisa menjadi pendengarmu, kan?”
Rachel menggeleng. “Tidak ada masalah apa-apa. Aku pergi dulu ya. Sampai jumpa,” ia berlari-lari kecil meninggalkan Seung-Hun.
Seung-Hun melambaikan tangan meski gadis itu tidak melihatnya lagi. Ia terus memperhatikan Rachel sampai menghilang dari pandangannya.
Tiba-tiba seseorang berlari melewatinya. Seung-Hun langsung menarik lengan laki-laki itu begitu mengenalinya.
“Hei, kau mau kemana?”
Ji-Yeon terpaksa berhenti dan berbalik. “Menemui Hime,” sahutnya dingin.
Alis Seung-Hun terangkat, sepertinya Ji-Yeon sedang kesal. “Memangnya ada apa?”
“Aku ingin menanyakan sesuatu,” Ji-Yeon melepas cengkeraman Seung-Hun dari lengannya.
“Bertanya kenapa Rachel tidak menjawab telepon atau tidak membalas pesanmu?”
“Eh?” kenapa Seung-Hun tahu?
“Jangan menatapku begitu, aku juga sama denganmu.”
Ji-Yeon masih bingung. Tapi ia ingin bertanya langsung pada Rachel saja.
“Rachel ada kelas pagi,” kata Seung-Hun seolah tahu Ji-Yeon tetap akan menemui Rachel sekarang.
“Oh, aku tahu,” padahal sebenarnya ia tidak tahu. “Aku juga ada kelas pagi,” Ji-Yeon merogoh saku jaketnya mencari ponsel untuk menelepon Rachel. Aneh, kenapa benda itu tidak ada di sana?
Astaga! Apakah tadi ia membuang ponselnya sendiri?
“Kenapa?”
“Temani aku mencari ponsel.”
* * *
Rachel menatap pintu ruangan itu untuk kesekian kalinya, dan untuk kesekian kalinya juga ia kembali mendesah bosan. Sudah hampir sepuluh menit dosennya terlambat. Lagi.
Ia menumpukan siku di atas meja dan bertopang dagu. Ia merasa gelisah, entah karena apa. Apa ada sesuatu yang kurang? Oh ya, ia belum mengecek ponsel. Lagipula dosen killer itu belum menunjukkan tanda-tanda kehadirannya, jadi membuka ponsel untuk sekedar mengecek tidak masalah, kan?
Kini tangannya bergerak merogoh ransel. Layar ponsel putih itu terlihat gelap. Lalu ia menekan tombol kecil di bagian tepi dan layar ponsel pun menyala. Rachel menggerakkan ibu jarinya mengusap layar untuk membuka kunci. Pertama ia mengecek daftar telepon yang tidak terjawab. Rachel tidak terkejut. Daftar nama yang tertera di sana hanya dari Seung-Hun, Ji-Yeon, Karin dan... nomor asing?
Sepertinya ia sudah pernah melihat nomor asing itu. Tapi kapan? Dimana?
“Oh...” ia bergumam. Nomor asing ini yang meneleponnya sewaktu ia sedang makan siang di salah satu restoran Namsan. Lalu, untuk apa nomor asing ini meneleponnya lagi?
Ia masih tidak mengerti dan bingung.
“Sudahlah, abaikan saja,” katanya. Meski hatinya justru berkata sebaliknya. Tapi sungguh! Ia sedang tidak ingin memikirkan apapun yang membuatnya semakin pusing sekarang! Jadi ia putuskan untuk mengecek kotak masuk pesan. Ia mengusap layar ke atas dan mulai membacanya satu persatu.
Dari : Seung-Hun (19.31)
Kau sudah sampai di apartemen?
Dari : Seung-Hun (20.56)
Kenapa teleponku tidak dijawab?
Apa kau sudah tidur?
Ya, sudah. Beristirahatlah. Besok kau ada kuliah pagi.
Dari : Karin (06.02)
Kau sudah bangun? Kenapa teleponku tidak dijawab semalam?
Dari : Karin (06.02)
Angkat teleponku penting!!
Dari : Ji-Yeon (07.29)
Hime?
Dari : Seung-Hun (07.31)
Sudah bangun?
Kau baik-baik saja, kan?
Dari : Seung-Hun (07.37)
Apa kau sakit?
Tolong jawab teleponku.
Dari : Seung-Hun (07.40)
Rachel??
Rachel menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Terakhir, pesan dari Seung-Hun yang mengatakan ia akan datang ke apartemennya. Sesaat sebelum Rachel akan mematikan ponsel, sebuah pesan masuk dari Karin. Tanpa terburu-buru ia membacanya.
Dari : Karin (08.15)
Aku akan kembali ke Jepang sekarang.
Alis Rachel bertaut ketika membaca kalimat pertama pesan dari Karin. Kenapa mendadak sekali? Pikirnya.
Aku tahu aku datang di waktu yang tidak tepat. Haha, ini bukan musim liburan. Tadinya aku akan memberi tahukanmu semalam, tapi kau sulit dihubungi. Sekarang aku sedang di apartemenmu. Kau lupa mengunci pintu atau sengaja tidak menguncinya untukku? Hahaha
Aku membelikanmu ramyeon instan. Oh ya, foto-foto sewaktu di Namsan akan ku kirimkan nanti kalau aku sudah sampai di Jepang.
Sampai jumpa. Big Huuuug
Suara dehaman berat dari arah pintu mengalihkan perhatiannya, terlihat seorang pria paruh baya berpenampilan rapi memasuki ruangan. Rachel segera memasukkan ponsel ke dalam ransel dan menegakkan posisi duduknya.