3. Diam

1040 Kata
Lelaki muda itu pergi begitu saja tanpa meminta maaf pada Karina. Istri Evan itu hanya menggeleng lalu segera masuk ke restoran. Ternyata, sudah ada beberapa pegawai yang sudah datang. Karina berusaha menyapa mereka meski hati sedang tidak baik-baik saja. "Selamat pagi," sapa Karina dengan ramah dan bersahabat. "Pagi, Bu. Untuk pesanan Bu Sandra besok sudah kami siapkan. Hanya ada dua sayuran yang belum kami beli." Ica--salah satu pegawai Karina mengingatkan tentang pesanan sahabat baiknya itu. "Mang Dadang belum datang, jadi belum bisa ke pasar lagi," lanjut gadis muda asal Garut itu. "Oh, ya? Biar nanti saya yang ke pasar. Kamu lanjutkan pekerjaan saja," kata Karina sambil tersenyum hangat. "Ini daftar belanjaan untuk kemarin. Hanya kurang dua sayuran saja," kata Ica menunjukkan beberapa nota belanja yang kemarin sore disimpannya itu. Karina menerima nota tersebut. Karyawan restoran milik Karina ini rata-rata betah bekerja di tempat ini. Istri Evan itu tidak pernah memecat pegawai jika bukan karena mencuri atau meninggal dunia. Andai meninggal dunia, Karina akan mencari pengganti, yaitu salah satu anggota keluarganya saja. Karina tidak mau ambil risiko dengan mempekerjakan orang baru karena harus mengajari pekerjaan dari awal. "Nanti saya cek semua barang untuk besok. Lalu, siapa saja yang bersedia lembur untuk masak?" tanya Karina yang memang belum memilih siapa saja yang mau ikut masak nanti malam. "Ya, kalo ditanya siapa saja yang mau ikut, kami semua mau, Bu Karina," kata Ica dengan mata berbinar bahagia. Uang lembur yang diberikan Karina jelas banyak sebagai tambahan gaji saat akhir bulan nanti. Sosok wanita cantik itu sama sekali tidak pelit pada semua pegawai. Salah satu yang membuat banyak karyawan betah untuk tinggal di sini. Di samping itu, Karina juga memberikan banyak tunjangan diluar gaji pokok. "Alhamdulilah kalo semua mau ikut lembur. Apa masih ada sisa ruang untuk menerima pelanggan lain?" Karina bahkan belum mengatur ruangan yang akan dipakai meeting oleh Batara Corporation besok siang. "Maaf, saya akhir-akhir ini banyak sekali pikiran dan tidak sempat memikirkan kalian juga restoran," sesal Karina merasa tidak enak hati pada semua pegawainya. "Masih, Bu. Ruangan di atas masih sisa jika dipakai oleh Batara Corporation. Bagian bawah juga tidak terpakai. Septian juga karyawan laki-laki yang lain sudah mengatur seperti permintaan Batara Corporation. Kemarin Bu Sandra datang, hanya saja Bu Karina sudah pulang. Beliau bicara pada kami tentang konsepnya," jawab Ica merasa prihatin dengan keadaan bos-nya dengan tubuh yang semakin kurus itu. Perempuan dengan spesifikasi seperti Karina Soeradja saja masih mengalami masalah hebat dalam rumah tangganya. Lantas bagaimana dengan perempuan biasa dan hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Karina bisa dikatakan mandiri secara finansial; tidak tergantung pada gaji sang suami. Lantas hanya karena selama delapan tahun belum ada momongan, rumah tangga mereka menjadi sedingin es. "Baiklah, terima kasih, ya. Saya taruh tas dulu baru ke dapur untuk cek semua bahan makanan." Karina berpamitan pada Ica dan langsung berbalik badan. Karina mengembuskan napas panjang setiap kali harus membuka ruangan ini. Ada banyak foto-foto bersama sang suami. Haruskah melepaskan semua foto itu? Entah, kenyataannya hubungan mereka sudah sangat dingin. Sementara itu, Batara Corporation saat ini sudah sangat maju. Damar Wirabuana membantu sang ayah dan juga Prabu dalam menjalankan bisnis. Ada beberapa kemajuan yang dilakukan oleh Damar saat ini. Semua merasakan manfaat dari ide Damar. Anak kedua dari Anggi dan Luka itu baru saja pulang dari Inggris dan langsung bekerja di Batara Corporation. "Kita harus keluarkan produk yang beda. Maksud saya, tidak usah banyak iklan dulu, tapi kita butuh testimoni dari setiap orang. Agar target tercapai, setelah produksi selesai, maka langsung diadakan acara untuk mendapatkan testimoni pembeli." Damar saat ini memimpin rapat bersama dengan dewan direksi. "Kebanyakan memakai artis untuk mengiklankan sebuah produk hanya akan membuang biaya banyak. Toh, produk itu tetap saja sama grafik penjualannya," lanjutnya dengan wajah datar berbeda dengan Luka yang sangat murah senyum ketika rapat. "Mohon izin interupsi, Pak Damar," kata Izan--salah satu karyawan senior bagian promosi dan pemasaran produk. "Ya, silakan." Damar menatap ke arah Izan yang saat ini kaget mendapatka tatapan tajam dari pewaris kerajaan bisnis ini. "Pak, bagaimana caranya kita memasarkan produk tanpa bantuan iklan dengan artis ternama? Saya rasa mustahil kita akan mencapai target jika tidak membuat iklan." Izan tidak bisa memikirkan cara lain dan membuat Damar sangat geram. Damar berdiri dari duduknya. Ia mengarahkan pointer pada salah satu slide presentasi. Ia lantas menatap ke arah Izan. Ada tulisan besar berisi, semua karyawan bagian pemasaran wajib memasarkan produk dan terjun langsung ke pasaran. "Ini sudah saya jelaskan sejak awal. Apa Anda tidak bisa membacanya atau memang tidak dibaca sama sekali?" Bukan pertanyaan, tetapi sebuah sindiran tajam yang ditujukan bagi siapa saja yang datang rapat dan hanya mengantuk saja. "Perusahan ini menggaji kalian bukan untuk tidur, tetapi bekerja," kata Damar tepat sasaran dan membuat beberapa orang terkejut. Damar sosok yang sangat dingin pada setiap orang. Ia sangat jarang tersenyum pada orang lain. Entahlah, kedua orang tuanya sangat ramah. Pun dengan Wulan saudara kembarnya yang juga sangat ramah. "Ma-maafkan saya," sesal Izan yang saat ini tidak bisa berkutik sama sekali. Rapat berlangsung dengan sangat menegangkan. Damar jelas tidak mentoleransi siapa saja yang hanya menerima gaji buta meski Batara Corporation sangat maju saat ini. Pasti ada pihak-pihak tertentu yang sebenarnya tidak bekerja dan kebetulan belum ketahuan. "Saya akhiri rapat ini. Saya harap mulai Senin depan tim promosi dan pemasaran bisa langsung bekerja!" Bukan ucapan biasa, tetapi ada ancaman terselubung dalam setiap kata yang keluar dari mulut Damar. Rapat akhirnya selesai dan semua anggota mendadak sangat tegang. Mereka tidak bisa berkutik di depan pimpinan baru mereka. Damar sosok tegas dan berwibawa dengan semua kecerdasan yang dimiliki. Hanya saja, laki-laki berusia dua puluh enam tahun itu sangat jarang tersenyum. "San ... aku kayaknya bisa mati berdiri kalo harus kerja rodi kaya gini," keluh Erna salah satu pegawai bagian promosi yang saat ini merasa mendapatkan tekanan luar biasa dari Damar. "Nikmati saja. Aku dengar kemarin juga bagian produksi kena amuk Pak Damar. Nilai positifnya setelah amukan itu, mereka tidak membuat kesalahan lagi. Benarkah akan baik-baik saja saat Batara Corporation dipegang oleh Damar? Entahlah, kebanyakan pegawai seperti mendapatkan teror baru. Teror itu lebih mengerikan jika dibandingkan dengan kedatangan debcollector. Damar tidak menerima kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pegawai. "Sandra! Saya sudah lihat restoran yang kamu pesan itu. Sepertinya akan kurang cocok untuk rapat besok siang." Damar tiba-tiba menginterupsi obrolan dua pegawai Batara Corporation.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN