5. [Bukan] Cari Perhatian

1015 Kata
"Kalo mau cari perhatian sama Pak Evan, mending ngaca dulu. Istrinya cantik dan spek bidadari." Salah seorang karyawati menatap sinis pada Almira yang kini mendongak mencari sumber suara itu. "Kamu hanya anak baru yang kebetulan bisa bergabung dengan kami. Nggak usah sok cari perhatian pada Pak Evan," sindirnya lagi dengan wajah sangat sinis. Almira menghela napas sebanyak-banyaknya, mengisi pasokan oksigen yang mendadak seperti habis. Dadanya sangat sesak ketika mendengar celaan yang luar biasa menyakitkan. Andai mereka semua tahu, Almira adalah anak cerdas saat kuliah dan menerima beasiswa dari perusahaan ini. Lantas apa arti semua kecerdasan itu ketika dihadapkan dengan rekan kerja yang toxic? Almira lantas membuka komputer dan mengerjakan pekerjaan seperti arahan dari senior yang memberikan pelatihan padanya saat masih karyawan magang. Almira bisa dengan cepat mengerjakan semua itu. Tentu sebuah prestasi yang luar biasa. Sayang, prestasi itu tidak akan berakhir. "Nama kamu siapa?" Salah seorang karyawan meletakkan map di atas meja kerja Almira. "Ini kerjakan, maksimal nanti sebelum jam makan siang," lanjutnya tanpa segan menyerahkan semua map pada Almira. Almira menatap nyalang pada sosok yang kini tersenyum sinis. Laki-laki bernama Reno Galandi itu sengaja memasrahkan pekerjaan pada karyawati baru. Anggap saja sebagai masa orientasi baru bagi pegawai baru. Reno dulu mengalami hal yang lebih parah dari ini. "Maaf, Pak, ini bukan job desk saya. Silakan kerjakan sendiri. Saya masih punya banyak pekerjaan yang juga harus selesai sebelum jam makan siang." Almira menolak sambil menyerahkan tumpukan map milik Reno. "Lihat! Dia mau melawan seniornya. Kamu nggak akan betah kerja di bagian ini!" Reno membanting semua map itu di meja Almira. Nahas, bantingan map itu terlalu keras dan menyenggol komputer milik kantor. Benda berbentuk persegi dengan ukuran dua puluh satu inchi itu jatuh ke lantai. Suara yang ditimbulkan sangatlah keras. Suara itu jelas mengganggu. "Ada ribut-ribut apa?!" Rudi membentak semua orang. Reno terkejut saat melihat kedatangan sang atasan. Sahabat baik Evan itu jelas bersalah saat ini. Efeknya akan sangat parah jika Almira mengadukan perbuatan tercela yang baru saja dilakukannya itu. Sial! Mengapa harus saat seperti ini Rudi justru datang? "Kamu karyawati baru? Jelaskan pada saya apa yang terjadi dalam lima menit." Rudi mengatakan dengan nada datar dan auranya sangat dingin. "Sa-saya minta maaf atas kegaduhan saat hari pertama kerja." Almira mengembuskan napas panjang sebelum mengatakan hal yang sesungguhnya. "Pak Reno datang meminta saya untuk mengerjakan pekerjaan yang ada di map itu. Itu bukan job desk saya. Saya menolak dan Pak Reno Galandi marah besar," adu Almira yang memang benar adanya. "Tidak. Bukan seperti itu, Pak Rudi. Dia pegawai baru hanya sedang mencari muka pada Bapak. Tadi juga mencari muka pada Pak Evan." Reno sangat pandai membolak-balikkan keadaan. "Benar seperti itu?!" Rudi sangat marah saat ini. "Oh, ayolah jangan kekanakan perusahaan hanya akan menggaji orang yang bekerja bukan sibuk saling bully." Sebuah ucapan yang tepat sasaran itu keluar dari mulut Rudi. "Apa benar kejadiannya memang seperti itu?" tanyanya sangat menjebak dan menatap ke arah semua pegawai. Sial! Keadaan tidak berpihak pada Reno saat ini. Sosok sahabat Evan ini kini sedang memetik hasil. Ia terbiasa membuat pegawai lain sangat sulit. Hal itu dilakukan Reno demi keuntungan pribadi; tidak bekerja, tetapi mendapatkan gaji full setiap bulan. "Kalian tidak mau menjelaskan?" tanya Rudi saat semua pegawai memilih bungkam. "Bapak bisa cek dari rekaman cctv ruaangan ini." Almira memberikan saran yang luar biasa bijak. "Panggilkan orang bagian rekaman cctv ke ruangan ini," kata Rudi pada salah satu asistennya itu. Sepuluh menit berlalu, orang yang diinginkan Rudi sudah ada yang membuka rekaman cctv hari ini. Wajah Reno kali ini memerah menahan amarah juga rasa takut luar biasa. Ia tahu bagaimana sikap yang akan diambil oleh Rudi. Rudi menatap tajam ke arah Reno saat ini. "Bisa Anda jelaskan dengan kalimat Anda tentang video singkat ini?" Reno langsung diam ketika mendengar ucapan sang atasan. Suasana mendadak hening dan mencekam saat ini. Reno tidak bisa mengelak lagi dari apa yang dilakukannya. Mau tidak mau, sahabat baik Evan itu mengakui perbuatannya. Rudi menatap nyalang ke arah Reno. "Silakan ke ruangan sekretaris saya untuk mendapatkan surat peringatan." Jika masih ada kasus seperti ini, saya tidak akan segan memecat siapa pun itu pelaku bully," lanjut Rudi tanpa basa-basi lalu meninggalkan ruangan kerja staf HSE. Suasana perusahaan tempat Evan bekerja kini mulai memanas. Ada karyawati baru yang berhasil memutus rantai perundungan yang dilakukan oleh pegawai senior. Mereka jelas mulai waspada satu sama lain. Apalagi, Pak Rudi orang yang sangat tegas. "Van! Sialan tuh staf pegawai baru! Dia bikin aku kena SP dua dari Pak Rudi." Reno tetap tidak terima dengan apa yang menimpanya. "Huh! Emang urusannya sama aku, apa?" tanya Evan sangat ketus dan tidak mau peduli dengan apa yang dialami oleh Reno. "Urusannya? Kenapa karyawati baru dan pembangkang itu bisa ketrima di perusahaan ini!" Reno tidak bisa lagi menahan amarahnya. Satu kali lagi mendapatkan surat peringatan, maka hancurlah karir Reno. Surat peringatan ketiga adalah pemecatan tanpa gaji dan pesangon. Entah bagaimana bisa ia mendapatkan surat peringatan kedua alias amplop berwarna kuning itu. Mengapa tidak surat peringatan satu terlebih dahulu. "Ya, makanya jangan bully orang sembarangan. Kita nggak tahu siapa di belakang karyawan baru itu. Lagi pula, tanya ke bagian HRD kenapa ada karyawati baru yang seperti itu," kata Evan lalu menyesap rokok elektriknya. Reno mengepalkan tangan kuat-kuat. Gaji bulan ini jelas akan dipotong karena sudah melanggar aturan. Ia lupa dengan aturan yang dibuat oleh perusahaan; tidak boleh ada perundungan pada sesama pegawai. Sebab, beberapa waktu yang lalu ada karyawan berpotensi terpaksa keluar kerja karena mendapatkan perundungan yang sangat menyakitkan hingga mentalnya hancur. "Sudahlah, Ren, jangan mengeluh terus. Perbaiki saja kinerjamu itu. Kita semua sedang bersama-sama berjuang untuk mendapatkan kenaikan pangkat. Aku, kamu, dan yang lainnya pasti paham bagaimana bekerja dengan baik," lanjut Evan lalu beranjak dari duduknya. Evan lantas meninggalkan kantin perusahaan ini. Ia lantas menuju ke ruangannnya. Sebenarnya Evan malas mendengarkan masalah remeh temeh dari sang sahabat. Toh, itu salah sendiri akibat dari perbuatan Reno. "Ma-maaf, Pak, saya tidak sengaja," cicit seorang perempuan yang tidak sengaja menumpahkan segelas teh hangat ke baju Evan. "Kamu? Dari pagi sudah membuat masalah, kali ini juga membuat masalah lagi?" Evan menatap tajam ke arah sang gadis yang kini menunduk karena ketakutan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN