8. Kerja Sama

1025 Kata
Anggi kebetulan bisa datang rapat kali ini. Wanita yang kini usianya hampir lima puluh tiga tahun itu sengaja datang untuk mengecek sang putra. Benar saja, Damar memang sangat kaku saat memimpin perusahaan ini. Banyak keluhan yang sudah Anggi dengar dari beberapa karyawan senior. "Mama? Kenapa datang?" Damar tampak gugup saat melihat sang mama wajahnya tampak sangat menahan amarah. "Rapat ini memang seharusnya melibatkan saya, bukan? Saya ingin agar ide tadi dilakukan, kita bisa lihat seberapa peluang keberhasilannya. Mohon maaf, karena saya menyela rapat ini," kata Anggi dengan senyum menghias wajah cantiknya. "Alhamdulilah," suara riuh penuh kelegaan keluar dari mulut peserta rapat kali ini. Ada hal yang sebenarnya bisa disederhanakan, tetapi tidak berlaku bagi Damar. Anak kedua Anggi kadang memikirkan hal yang sangat rumit. Jarang orang bisa memahami isi kepala Damar. Nahasnya, alasan sang mantan kekasih meninggalkannya adalah cara berpikir Damar yang luar biasa rumit. "Silakan menikmati makan siang. Saya sudah memesan beberapa jenis makanan di lantai satu," kata Anggi mempersilakan semua anggota rapat untuk makan siang. Damar jelas tidak bisa menolak keputusan sang mama. Meski sangat jarang ke kantor, Anggi tetaplah orang yang berpengaruh di Batara Corporation. Adik Prabu itu mempunyai saham senilai tujuh puluh persen berdasarkan surat wasiat dari Arsyanti--mendiang sang mama. Sementara itu, Karina saat ini ikut membantu melayani pegawai Batara Corporation. Ia tampak begitu luwes tanpa canggung. Karina seperti pegawai yang lainnya. Ia tidak mau hanya ongkang-ongkang dan tetap ikut bekerja. Selesai melayani semua pegawai, Karina duduk di ujung ruangan rapat ini. "Bu, ada yang ingin ketemu," kata Ica, membuyarkan lamunan Karina. "Oh? Siapa?" tanya Karina sambil mendongak menatap ke arah Ica. Karina berusaha mengubah mimik wajah dengan cepat. Ia tidak ingin ada orang yang tahu jika sedang banyak masalah. Bukankah hidupnya penuh masalah sejak vonis Dokter beberapa tahun yang lalu? Kasih sayang dan juga perhatian sang suami mulai berkurang. "Namanya Bu Anggi Batara," jawab Ica yang seolah paham jika Karina sedang banyak masalah dengan suaminya itu. "Oh? Ada apa, ya?" tanya Karina merasa bingung karena mereka tidak saling kenal. Karina tahu, jika seseorang menyandang nama Batara, pasti anggota keluarga konglomerat pemilik Batara Corporation. Padahal, hari ini Karina tidak ada janji temu dengan siapa pun. Akan tetapi, ia tetap beranjak dari kursi dan segera berjalan menuju ruangan yang sedang digunakan untuk makan siang pegawai Batara Corporation itu. "Bu Karina, bukan di sana, tapi di lantai satu," kata Ica membuat langkah kaki Karina berhenti seketika. Lantai satu? Apakah ada pegawai Batara Corporation yang makan di lantai satu. Pikiran Karina mulai kalut, takut jika menu yang dihidangkan tidak cukup. Sudah pasti, nantinya perusahaan raksasa itu akan berhenti berlangganan di restoran ini. "Biar saya antar saja, Bu," kata Ica saat melihat wajah bingung Karina saat ini. Karina mengangguk sebagai jawaban. Ia mengembuskan napas panjang dan memikirkan kata-kata permintaan maaf yang tepat. Jelas ini bukan masalah yang sepele. Perusahaan Batara jelas bukan perusahaan kaleng-kaleng di negara ini. "Nyonya Anggi, ini pemilik restoran ini." Ica memperkenalkan Karina dan Anggi langsung berdiri dari kursinya lalu mengulurkan tangan pada Karina. "Beliau Bu Karina Soeradja," lanjut Ica sambil tersenyum ramah ke arah wanita yang masih tampak cantik meski usianya sudah setengah abad itu. "Oh, ya, saya Karina Soeradja, pemilik restoran ini. Mohon maaf, jika makanan untuk acara di lantai dua ternyata tidak cukup," kata Karina sambil menyambut uluran tangan dari Anggi. Anggi tampak tertawa kecil mendengar permintaan maaf Karina. Polos sekali wanita muda yang ada di depannya itu. Karina tampak merasa takut pada Anggi. Biar pun belum pernah bertemu, nama besar Anggi sudah sangat terkenal; penggerak kegiatan manusia dan pemberi beasiswa bagi anak-anak yang kurang mampu. "Bukan itu, saya datang karena memang mau melihat rapat yang dipimpin oleh anak keduaku itu. Ini tidak ada kaitannya dengan jumlah makanan di lantai dua. Saya memang memesan lagi untuk semua orang yang ada di sini. Begini, saya ingin kita bekerja sama." Anggi menawarkan sebuah kerja sama besar pada Karina. "Kerja sama? Tapi, restoran ini bukan restoran bintang lima." Karina merasa tidak enak hati pada tawaran itu. "Tapi makanan di sini luar biasa lezat dan pelayanannya luar biasa ramah. Saya sangat suka akan hal itu. Satu hal, makanan di sini dibuat dengan penuh cinta dan kasih," kata Anggi membuat Karina terharu. "Maaf, saya terlalu terkejut hingga air mata ini lancang sekali keluar," kata Karina dan langsung mendapatkan pelukan hangat dari Anggi sebagai seorang ibu. Karina merasakan getaran yang luar biasa. Pelukan wanita paruh baya itu mampu mengingatkan akan pelukan mendiang sang bunda. Pelukan terakhir sang bunda adalah ketika Karina baru saja menikah dengan Evan. Setelagnya, sang Bunda berpulang menyusul ayahnya. "Tenanglah, " kata Anggi sambil melepas pelukannya lalu menghapus air mata di pipi cubby milik Karina. Anggi yakin, perempuan muda di depannya sedang ada masalah yang luar biasa berat. Sesekali mata indah Anggi melirik ke arah jari Karina. Ia tahu jika wanita yang kini sedang mengusap wajahnya itu sudah menikah. Badai dalam rumah tangganya pasti tidak main-main. "Baiklah, saya setuju untuk kerja sama. Tapi, bagaimana bentuk kerja sama itu?" tanya Karina yang tidak melihat ada kertas yang harus dibubuhi tanda tangannya. "Sampai lupa, jika ada rapat Batara Grup, maka restoran ini harus bersedia menyediakan tempat dan makanan. Setiap kali perusahaan ada acara, juga akan menggunakan jasa ketering dari restoran ini. Apakah Anda setuju? Untuk surat perjanjiannya akan segera menyusul, nanti saya sendiri yang akan membuatnya. Lalu, untuk pembayaran DP saya sudah menghubungi menejer keuangan kantor, Anda sebutkan saja berapa nominalnya dan mereka akan mentransfer ke rekening pribadi Anda. Apakah ada yang mau ditanyakan?" tanya Anggi dengan lembut. Bukan tanpa alasan Anggi melakukan hal itu. Aduan pegawai senior yang menyukai cita rasa makanan di Karina Kitchen membuat mereka enggan makan di restoran lain. Restoran lain mungkin bisa menyediakan menu yang sama, tetapi harganya selangit. Beda dengan Karina Kitchen yang memang hanya mengambil keuntungan sedikit, tetapi banyak pelanggan yang datang. "Sayang, kamu ternyata di sini?" Suara Bariton itu membuat semua orang menatap ke arah laki-laki yang masih terlihat tampan meski usianya sudah kepala enam. "Apa putra kita membuat masalah di sini?" tanyanya lagi dengan wajah penuh kecemasan. Anggi tersenyum saat melihat sang suami datang. Luka pasti akan mencari keberadaannya. Karina sangat iri dengan pasangan suami dan istri di depannya. Ia tidak mampu membuat Evan seperti itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN