8. Terjebak Situasi

1614 Kata
“Mas, kamu sadar tindakan kamu nggak sih?” Mili mencoba menarik pergelangan tangannya dari genggaman Dimitri. Pria yang sedari tadi mendorong dan memaksa dirinya masuk ke dalam mobil sedan berwarna gelap yang terparkir di depan Pastela café. “Mas sadar Mil, nih buktinya nggak pingsan kan?” jawab Dimitri yang justru mengundang pelototan dari Mili yang geramnya semakin menjadi pada pria itu. “Mas!” “Udah, masuk dulu.” Dimitri mendorong pelan kedua bahu Mili agar segera masuk ke dalam mobilnya. “Ngawur kamu Mas?” gerutu Mili masih mencoba bertahan tegak berdiri. Bukannya menyerah, Dimitri malah memutar bila matanya malas lantas tersenyum kecil. “Kamu mau berlama-lama berdebat di sini sampai kepergok sama Fala? Bukannya itu lebih ngawur lagi?” Entah sejak kapan Dimitri mengasah bakat aktingnya. Namun karena kalimat ancaman itulah akhirnya Mili tak berdaya yang akhirnya menyerah dengan menuruti keinginan Dimitri untuk masuk dan duduk tenang di kursi penumpang sebelah kemudi. Setelah berjalan memutar bagian depan mobil, pria tinggi tegap itu akhirnya ikut masuk ke balik kemudi dan memasang sabuk pengaman di bagian depan tubuhnya. Tak mau membuang waktu terlalu lama, Dimitri segera melajukan mobilnya keluar dari area café. Tak menghiraukan tatapan penuh keheranan dari petugas parkir lantaran pria itu sangat singkat mengunjungi Pastela. Melirik sekilas ke arah pergelangan tangan. Dimitri memanfaatkan waktu macetnya jalanan utama di jam lepas makan siang seperti ini untuk ‘menculik’ Mili. Gadis mungil yang mampu memporak-porandakan ketenangan hatinya. “Kita mau ke mana sih? Macet nih?” sembur Mili saat melemparkan tatapan siap membunuh pada pria dewasa di sebelahnya. “Ssttt…” Dimitri berdesisi pelan memberi isyarat pada Mili agar memelankan suaranya lantaran ia akan menelpon seseorang. Terlihat dari tangan kiri yang memegangi ponsel dan menggerakkan ibu jarinya asal untuk mencari nomor yang akan ia hubungi. “Mas!” gertak Mili tak mempengaruhi Dimitri sama sekali. Justru raut wajah Mili yang tengah menahan kesal menjadi hiburan tersendiri bagi duda menawan itu. “Sstt, tenang sebentar aja bisa nggak sih? aku mau ngasih kabar ke Fala dulu kalau nggak jadi nemuin dia dan temennya di Pastela. Nanti kalau udah selesai, kamu boleh ngomel lagi, okay?” seru Dimitri menatap Mili sambil mengulum senyum. “Sabar ….” setelah memasang earphone dan meletakkan kembali ponselnya. Tangan besar Dimitri justru sempat-sempatnya mengusap pipi Mili dengan gerakan pelan. Gerakan sederhana yang membuat Mili menganga seketika. “Tapi Ma—” Dimitri menoleh, sambil sedikit mendelik. Sekali lagi memberi kode agar gadis itu menahan suaranya. “Hai Fal,” Dimitri mulai berbicara pada Fala lewat sambungan telepon. Mili sengaja membuang muka ke arah kiri, memilih mengedarkan pandangan ke jendela di sebelah kirinya. “Hai Mas, di mana?” “Hmm, di jalan. Mas ta—” “Lho bukannya Mas udah deket Pastela.” suara Fala terdengar keheranan. “Hmm, tadinya gitu Fal. Tapi mendadak Mas putar balik karena tadi ada, kecelakaan … tabrak lari gitu, hmmm … dan Mas lagi nolongin korbannya. Bawa dia ke rumah sakit terdekat sini.” Tak hanya lihai memonopoli Mili, ternyata kini Dimitri juga lihat bersilat lidah untuk berbohong pada calon istrinya. Mendengar kalimat dusta yang lancar keluar dari bibir manis Dimitri, sontak membuat Mili menoleh dan melirik tajam pada pria itu. Kedua bibir Mili bergerak-gerak seolah tengah mengumpat segala sumpah serapah pada pria tampan itu. Tindakan kan justru mengundang senyum samar di wajah Dimitri saat menatap Mili sekilas. “Kecelakaan? di mana?” tuntut Fala mengalihkan perhatian Dimitri lagi. “Di deket café. Tadi Mas udah hampir masuk, tapi kecelakaannya terjadi tepat di depan mobil Mas. Jadi Mas nggak mungkin biarin gitu aja kan.” Dimitri melanjutkan dramanya. “Hmm, ya udah, mau gimana lagi.” sahut Fala terdengar sedikit kecewa. “Maaf ya, bilang temen kamu, mungkin kita bisa ketemuan lain waktu.” “Iya Mas, santai aja.” “Oke, ya udah kalau gitu. Sekali lagi maaf ya. Bye Fal.” pungkas Dimitri akan mengakhiri panggilannya. “Rumah sakit mana? nanti aku susul ke sana ya, Mas.” sela Fala lagi. Dimitri menggelengkan kepalanya cepat-cepat. “No, no. Nggak perlu, Fal. Dari rumah sakit kayaknya aku bakal langsung balik ke kantor. Kamu nggak perlu repot ya.” “Okelah, kalau begitu. Mas hati-hati ya di jalan. Bye.” “Humm, Bye.” Dimitri menghembuskan napas lega begitu panggilannya benar-benar terputus dari Fala, yang sangat terpaksa harus ia bohongi kali ini. Tak lagi mendengar omelan dari Mili, Dimitri menoleh dan menatap penuh tanya pada Mili yang sedang menyilangkan kedua lengan di depan dadanya seraya memicingkan mata seolah siap menelan dirinya hidup-hidup. “Kenapa gitu banget liatin Mas? Awas jatuh cinta loh?” tak terusik sama sekali dengan tatapan permusuhan dari Mili, Dimitri malah lebih tertarik untuk menggoda gadis yang sempat kabur darinya itu. “Dasar penipu!” desis Mili tak menghiraukan candaan dari Dimitri. Kening Dimitri terlipat sempurna. “Siapa yang nipu siapa sih?” “Mas lah, nipu Kak Fala pake bilang lagi nolong korban tabrak lari segala.” dengkus Mili memanyunkan bibir. “Emang gitu termasuk nipu ya?” Dimitri terkekeh sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali. “Dusta deh dusta. Dasar pembohong!” Mili kembali membuang pandangan ke luar jendela. “Berarti kita sama dong,” Dimitri masih mempertahankan senyum manis di bibirnya yang kemerahan. “Aku?” Mili kembali menoleh dan menunjuk dirinya sendiri. Dimitri mengangguk sangat yakin. “Kamu tadi pasti habis bohong juga ke Fala biar bisa kabur dan nggak ketemu Mas di Pastela? Buktinya kamu turun dan keluar café kayak orang celingukan gitu.” tebak Dimitri tak meleset sama sekali. “A- ak- aku beda lah,” Mili hampir kehabisan kata-kata menanggapi lelaki di sebelahnya ini yang kalimat-kalimatnya penuh jebakan untuk dirinya. “Serupa tapi tak sama lah ya. Berarti kita impas.” Dimitri tersenyum lebar lantas kembali fokus ke jalanan di depannya yang akhirnya bisa lengang bebas dari kemacetan Surabaya. “Ckk, terserah Mas aja lah. Mbulet terus kalau ngomong sama Mas Dim.” gerutu Mili lantas memejamkan matanya. Merasa lelah dengan semua kejadian beberapa hari ke belakang, yang selalu tak bisa lepas dari seorang Dimitri. Sebelumnya, Mili hanya merasa memejamkan mata beberapa saat saja karena enggan mendengar Dimitri yang selalu dengan mudah mendebat dirinya. Namun ternyata gadis itu salah besar, karena tiba-tiba saja ia merasakan usapan pelan pada pelipisnya. Tak hanya usapan samar yang Mili rasakan, tapi juga sayup terdengar suara tak asing yang memanggil namanya dengan nada tenang. “Mil, Mili … bangun Mil. Udah nyampe nih,” seru Dimitri susah payah menahan senyum di wajahnya tatkala melihat secara langsung tingkah laku Mili saat tertidur seperti ini. “Hmmm ….” Bukannya bangun dan membuka mata, Mili hanya berdehem singkat lantas menggeliat mengubah posisi tidurnya tepat menghadap Dimitri. Terkekeh geli, Dimitri semakin memajukan wajahnya untuk membangunkan Mili. “Mil, udah nyampe nih. Bangun atau Mas cium-ciumin nih?” goda Dimitri. Mendengar kalimat terakhir Dimitri, sontak membuat Mili membuka mata dan menegakkan tubuhnya seketika. Gerakan refleks yang justru membuat keningnya berbenturan dengan bibir tebal Dimitri yang memang sengaja menunduk. “Duuuh, Mas!!” geram Mili langsung mundur lantas mengucek kedua mata yang sebenarnya masih merasa sangat mengantuk. “Duuh, bilang aja sih kalau mau dikecup-kecup manja sama Mas. Nggak usah main jedotin kepala segala ke bibir Mas. Nyeri Mil, bisa-bisa jontor malah.” keluh Dimitri kemudian mengusap bibirnya yang sedikit memanas akibat benturan tadi. Namun juga tak menampik insiden tanpa sengaja itu membuat hatinya berbunga-bunga seketika. Mili beringsut mundur sambil tanpa sadar mendorong d**a bidang Dimitri. “Astaga dasar duda kepedean banget sih jadi orang.” cibir Mili mencebikkan bibirnya. Dimitri hanya terkekeh meski masih susah payah menutupi bibirnya yang tampak memerah. Dengan gerakan pelan pria itu lantas melepaskan sabuk pengamannya dan bersiap keluar dari mobil. “Ayo turun!” ajaknya pada Mili. Mili masih mematung seolah mengumpulkan sisa-sisa nyawanya dari alam mimpi. Gadis manis itu menyipitkan mata untuk mengamati keadaan di sekitar sembari berpikir sedang di mana ia berada saat ini. “Malah bengong, ayo turun? lanjutin di dalem aja tidurnya.” Tiba-tiba saja Dimitri sudah berada di sebelah pintu mobil sebelah kiri di mana Mili masih duduk bersandar. “Ini di mana sih?” seru Mili sambil menyampirkan lagi tasnya ke pundak. “Masa lupa?” Bukannya menjawab, Dimitri malah sengaja bertanya balik pada gadis yang masih setengah sadar itu. “Sebentar,” seru Mili lantas keluar mobil dan menoleh ke kanan dan kiri. Rumah besar nan asri di depannya terasa tak asing dalam ingatannya. Meski sudah lebih dari lima tahunan tak mengunjungi kediaman ini, Mili masih ingat benar siapa pemilik bangunan kokoh itu. “In- ini kan rumah Budhe sama Pakde Dirman?” imbuh gadis itu setelah mengingat dengan jelas. Dimitri mengangguk lantas mengendikkan dagu ke arah belakang punggung Mili. “Syukurlah kalau masih inget. Tuh Mama, barusan dateng, pasti dari toko bunganya yang ada di blok sebelah.” Mili menoleh mengikuti isyarat dari Dimitri. Dan benar saja, berjalan pelan tak jauh dari tempatnya berdiri, Wulandari yang tak lain adalah ibunda Dimitri tengah tersenyum simpul pada sang putra juga pada Mili yang mendadak canggung salah tingkah. “Tumben pulang siang-siang Bang?” tanya perempuan paruh baya yang masih sangat terlihat jelas garis kecantikannya itu begitu mendekati Dimitri dan Mili. “Laper Ma, numpang makan siang lah sekalian,” sahut Dimitri santai. “Ini … sama siapa Bang? Tadi Mama kira Nak Fala.” Wulandari mengalihkan pandangannya pada Mili yang berdiri di belakang punggung Dimitri seolah bersembunyi. Bukannya enggan menemui Wulandari yang selalu ia panggil dengan sebutan ‘Budhe’ dan selalu ia hormati. Namun Mili sungguh merasa malu dan tak punya muka ketika harus bertemu lagi dengan sepupu angkat ibunya itu dalam keadaan yang berbeda, di mana ia dan Dimitri terjebak dalam asmara yang tak seharusnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN