Pulang!

946 Kata
Khumaira tersenyum cerah akhirnya bisa pulang juga ke Pagerharjo untuk hari raya bersama kedua orang tuanya. Mereka akan menginap 3 hari sebelum meluncur ke Kediri Jawa Timur. Grep Azzam merengkuh Khumaira dari belakang. "Mas, boleh minta bantuan?" tanya Khumaira antusias. Azzam berbalik menghadap Khumaira. "Bantuan apa, Dek?" "Tolong lakban kardus itu Mas. Untuk Ibu dan Ayah, lakban hitam dan untuk Abah dan Umi, lakban putih lalu untuk Paman dan Bibi, lakban cokelat!" pinta Khumaira. Azzam mengaguk menyetujui perintah Khumaira. Usai me lakban semuanya dia menghampiri Istrinya yang sudah pulas. Lah kok? "Nakal," gumam Azzam. Besok pagi sekali akan pulang ke Pagerharjo. Mereka akan Shalat Id di sana setelah itu meluncur ke Kediri. Azzam menata semuanya di tempat yang pas. Perlahan dia ikut merebahkan diri di samping Khumaira. Dengan hati-hati ia mengangkat kepala Istrinya agar berbantal d**a bidangnya. "Mimpi indah, Istriku. Mas sangat mencintai, Adek," bisik Azzam tulus. Tepat jam 3 pagi Khumaira terbangun. Senyum manis terukir sempurna melihat wajah teduh Azzam. Ia mengusap pipi tirus Suaminya penuh cinta. Khumaira menyingkirkan tangan Azzam pelan agar tidur Suaminya tidak terganggu. Dia turun dari ranjang sebelum itu mengecup kening Suaminya. 5 menit di kamar mandi, Khumaira akhirnya keluar. Penampilan sexy, pasalnya dia tidak menggunakan Bra dan celana dalam. Ia hanya memakai kemeja Azzam yang melingkupi tubuhnya. Khumaira memakai dalaman dan berganti pakaian rok panjang dan kaus longgar. Tahukah kamu Khumaira, kegiatanmu di lihat langsung oleh Suaminya yang pura-pura tidur. Azzam mengalihkan atensi agar tidak berbuat macam-macam. *** Di perjalanan menuju Pagerharjo itu lumayan padat bahkan macet pasalnya banyak yang mudik. Azzam tersenyum melihat Khumaira tertidur lagi, kenapa Istrinya mudah sekali tidur? Azzam menyetir dengan hati-hati. Mobil Fortuner warna hitam mengkilap ini dihasilkan dari jerih payah Azzam sendiri. Di Kairo sana, Azzam bekerja di kantor saat pagi sampai sore. Di malam hari ia mengajar para santri, bahkan dia menjadi Dosen di hari tertentu. Uang pasti sangat banyak, kecerdasan itu mampu membuat Azzam menjadi sukses. Bahkan jabatannya naik menjadi General Manager. Saat ia hendak di promosikan jadi CEO, Ayahnya meminta Azzam untuk pulang alhasil pulanglah ke Negara tercinta. Sampai juga di rumah mertuanya namun Khumaira tidak kunjung bangun. "Dek," panggil Azzam lembut. Diusap pipi gembul Istrinya cukup lama. Khumaira mengerjap beberapa kali saat sudah sadar. "Astaghfirullah, Mas. Maafkan Adek malah tidur, maaf," sesal Khumaira. "Tidak apa, Dek." "Mas kita sampai mana?" tanya Khumaira polos karena belum melihat luar. "Rumah, Ayah dan Ibu." Azzam terkekeh melihat Khumaira terbelalak mendengar jawabannya. "Ya Allah, Adek tadi mengantuk banget, Mas. Maafkan Adek sungguh." "Tidak apa, Dek. Ayo turun kita sudah sampai," ajak Azzam. "Enggeh, Mas." Khumaira hendak membawa koper mereka, tapi buru-buru Azzam halangi. "Biar Mas saja. Ayo salim dulu sama mereka," tukas Azzam. "Mas ini," rajuk Khumaira. "Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh," salam mereka sembari tersenyum teduh. "Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh," jawab mereka kompak. Khumaira mencium punggung tangan Ayah dan Ibunya. Dia mengecup pipi sang Ibu dan kembali salaman ke Bahri, Zahrana dan Laila. Dzaki sedang tidur jadi tidak bisa di ganggu. Azzam menyalami mereka dengan sopan. Lalu Bahri membatu dia mengeluarkan bawaannya. "Zam, banyak banget, apa saja ini?" goda Bahri. "Untuk Ayah, Ibu lalu Paman dan Bibi terakhir untuk Abah dan Ummi." "Weh, kamu berbakti sekali, Zam. Bagaimana, Adikku sudah mengisi belum? Kamu tahu saat kalian menikah dia baru suci otomatis subur." "Mas, berhenti menggoda, Mas Azzam," protes Khumaira. "Hahaha, maaf ya Adek ipar," kekeh Bahri. "Iya, tidak apa, Mas." Keduanya memilih diam saat Bahri asyik menggoda mereka. Azzam dan Khumaira memilih diam sembari tersenyum teduh. Mereka menanggapi itu semua dengan candaan. *** Azzam teringat perkataan Bahri soal Istrinya. Karena terlalu melamun, Azzam tidak sadar Khumaira sudah ada di sampingnya. "Mas," panggil Khumaira sembari menepuk paha Azzam. "Ah, iya Dek ada apa?" tanya Azzam lembut sembari menggenggam tangan mungil Khumaira. "Mas kenapa diam saja? Ada pikiran yang mengganggu, Mas?" tanya Khumaira khawatir. "Mas hanya ke pikiran tentang ucapan Mas Bahri tadi. Mas jadi ingat kalau kita menikah tepat saat Adek masa subur. Apa di sini sudah ada buah hati kita?" Azzam menyentuh perut Khumaira sembari mengusap lembut. Wajah Khumaira merona mendengar penuturan Azzam. "Adek juga baru sadar, Mas. Soalnya tepat hari itu Adek baru selesai datang bulan, suci dan ikut puasa. Malamnya ___" Khumaira begitu malu melanjutkan perkataannya. Wajah ayunya bersemu merah tanpa mau dikendalikan. Azzam tersenyum mendapati tingkah manis Istrinya. Dia membawa tangan Khumaira di depan bibirnya lalu di kecup pergelangan tangan sang Istri cukup lama. "Mas berharap, akan segera mendapat momongan dari, Istriku. Mas sangat bahagia, Dek. Nanti kalau langsung jadi bagaimana? Apa tidak apa Adek kuliah dengan keadaan mengandung?" Khumaira tersenyum haru mendengar perkataan Azzam. Dia membawa tangan Azzam berada di atas perutnya. "Aku ingin cepat mengandung buah hati kita, Mas. Adek sangat bahagia jika Allah memberikan anugerah pada kita. Tentu Adek tidak apa, ke kampus dengan perut buncit itu tidak masalah. Malah mereka akan lihat, Adek punya Mas yang tampan ini, hehehe." Azzam terkekeh mendengar jawaban Istrinya. Dia tidak kuasa untuk mengecup pipi gembil Khumaira. "Nah, jika Adek nanti mengandung Mas antar jemput Adek. Ngga boleh naik motor." "Ugh, posesif sekali Suamiku ini. Tapi tidak masalah itu lebih baik Mas. "Adek ini pintar sekali menggoda, Mas. Nanti habis Shalat Dzuhur kita ke rumah Bibi dan Paman untuk mengantar thr." "Hanya dengan Mas, Adek merayu dan menggoda. Baik, Mas." Azzam mencubit gemas pipi gembul Khumaira. Dia juga menepuk lembut bibir tebal Istrinya agar tidak mengerucut imut begitu. Jika begini ia memilih ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Azzam membasuh wajahnya beberapa kali lalu mencuci tangan. Lain sisi Khumaira tampak sibuk menata pakaian mereka di lemari. Dia banyak memikirkan banyak hal sehingga membuatnya mengantuk. Ya Allah, kenapa ia sering sekali kantuk tidak tepat waktu. Khumaira yang lelah pada akhirnya tidur di sofa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN