AI - Menginap!

1121 Kata
Azzam dan Khumaira pamit untuk menginap di rumah Sulaiman dan Aisyah. Mereka membawa motor dan menitipkan mobil pada Bahri. Sampai di rumah Paman dan Bibi, Azzam membantu Khumaira turun. Ia tersenyum melihat wajah cantik Istrinya bersemu begitu. "Ayo," ajak Azzam. Dia berjalan dulu membawa kardus berisi jajan, pakaian untuk Aisyah, Syifa dan Sulaiman. Khumaira mengetok pintu beberapa kali sembari mengucap salam. "Assalamu'alaikum ...!" Syifa langsung ngacir ke ruang tamu karena mendapati orang yang salam. "Wa'alaikumssalam, eh? Kyaa Mas Azzam dan Mbak Khumaira ...! Ayo masuk," riang Syifa sembari membuka tralis dan mempersilakan tamu masuk. "Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh," salam Khumaira dan Azzam saat masuk rumah. "Wa'alaikumssalam Warahmatullahi Wabarakatuh," jawab Aisyah dan Sulaiman. Mereka habis Shalat Dzuhur pasalnya tadi ada urusan jadi Shalat tidak tepat waktu. Khumaira salaman pada Aisyah dan Sulaiman dan Syifa. Sementara Azzam menaruh bawaannya di bawah. Azzam salim pada mereka lalu berkata, "Bibi dan Paman, kami tidak bawa oleh-oleh terlalu banyak. Ini yang bisa kami kasih." "Masyaallah, Le. Ngga usah repot, kamu ini kayak siapa saja," omel Aisyah. "Bibi ngga baik tolak rezeki, lagian Azzam dan Khumaira mengasih tulus," tukas Azzam. "Bibimu memang gitu, Le. Wajar jika mengomel, sekali lagi terima kasih atas THR-nya," ucap Sulaiman. "Sama-sama, Paman. Nah, Syifa kenapa merengut begitu?" "Salah sendiri Syifa di cueki," kesal Syifa. "Oo, Adik cantik marah. Lucunya," goda Azzam sukses membuat Syifa tambah merajuk. Khumaira mengantuk lagi, entah kenapa dia mudah sekali mengantuk akhir-akhir ini. Mata bulat besar itu berembun menahan kantuk. "Bibi, kami ke sini mau menginap, boleh?" tanya Azzam sekedar basa-basi. "Menginap di sini?  Tentu saja boleh, hore ada Mas Azzam dan Mbak Khumaira!" riang Syifa. "Senang sekali, Adik Mas ini," kekeh Azzam. "Kapan sampai sini, Le?" tanya Sulaiman. "Jam 10 tadi, Paman," jawab Azzam sembari tersenyum tipis. “Oo, kapan ke Kediri?” “Insya Allah, setelah Shalat ID.” “o,  hati-hati di jalan. Mungkin kami akan ke Kediri lebaran ke 3.” Azzam dan Sulaiman bercakap panjang lebar. "Ndok, kamu mengantuk? Istirahat gih, Le, bawa Istrimu ke kamar. Lihat kasihan pasti capek sekali," pungkas Aisyah. Khumaira langsung tersenyum canggung. "Maaf, Bibi dan Paman, entah akhir-akhir ini sering kantuk. Mas, maaf," sesal Khumaira seraya menunduk untuk menyembunyikan wajah. Ia meremet jemari kecilnya gusar. Mata Aisyah berbinar menatap Khumaira. "Apa sudah mulai mengisi, Ndok? Dulu saat hamil Ghofur, Bibi juga sering kantuk. Senang pastinya kalau sudah mengisi," terang Aisyah tampak antusias. "He? Ah, sepertinya belum, Bik," sangkal Khumaira. "Apa sudah di tes?" tanya Sulaiman. "Belum, saya takut hasilnya tidak sesuai," lirih Khumaira. "Coba dulu, bagaimana kalau di tes dulu? Bibi belikan test pack, di apotek, y! usul Aisyah. "Tidak usah, Bik. Nanti merepotkan, Insya Allah Khumaira beli kapan-kapan. Sekarang masih ragu," tolak Khumaira halus. "Ah, baiklah tidak apa. Istirahat dulu gih pasti capek sekali. Zam, bawa menantu cantik ke kamar!" "Sekali lagi, Maaf, Bibi," sesal Khumaira. "Tidak apa, ayo bawa Istrimu, Le." "Baik." Azzam membawa ransel berisi pakaian ganti mereka. Di kamar, Khumaira menunduk dalam tidak berani menatap Azzam. Dia merasa bersalah menolak keinginan Aisyah serta menyangkal. Jika boleh dia ingin sekali cepat mengandung benih Suaminya. "Dek, ada apa? Kenapa murung?" tanya Azzam sembari menangkup pipi gembil Khumaira. "Mas, maaf," sesal Khumaira, "Adek merasa bersalah sama Bibi. Adek hanya takut hasilnya tidak sesuai ekspetasi. Maaf." Azzam tersenyum mendengar penjelasan Khumaira. Dia merengkuh Istrinya lumayan erat. "Adek ngga salah kok. Jangan dipikirkan pasti, Bibi mengerti. Katanya kantuk ayo tidur," hibur Azzam. "Tapi, Mas  ...." "Tidak ada tapi-tapian, ayo tidur katanya kantuk." "Em, baiklah." Khumaira mengingat masa sucinya pada puasa dapat ke 9 hari. Pas hari ke 9 dia ikut berpuasa juga dan kini sudah puasa ke 27. Masa sucinya sekarang 18 hari. Biasanya dia haid pada hari ke 15-17 hari masa suci. Lalu sekarang sudah kelewat 1 hari dari masa dia dapat tamu bulanan. Masak iya, dia hamil? "Coba tunggu saja jangan gegabah," gumam Khumaira. "Ada apa, Dek? Kenapa belum tidur? Katanya tadi kantuk," bisik Azzam. "Mas, Adek ngga jadi tidur mau bantu Bibi buat makanan untuk buka," pungkas Khumaira. "Adek, seperti ada yang dipikirkan? Coba katakan?" "Mas bagaimana jika Adek hamil?" tanya Khumaira berharap cemas. Mata Azzam membulat mendengar ucapan wanitanya. Sedetik kemudian senyum tulus terpatri memukau. Ia kecup kening Khumaira penuh ketulusan. "Mas sangat bahagia itu pasti, Dek. Adek tahu di dalam rumah tangga yang bisa melengkapi kebahagiaan adalah anak. Jika di sini sudah terisi buah hati kita maka kebahagiaan akan menyertai. Mas sangat mencintaimu, Dek. Mas ingin cepat punya keturunan dari, Adek," tutur Azzam lembut sembari mengusap perut Khumaira berharap keinginan itu nyata. Khumaira merengkuh Azzam erat dengan isak tangis haru. Dia berharap Tuhan cepat memberikan keturunan untuknya. Azzam mengusap punggung Khumaira agar diam. Alhasil Istrinya tertidur pulas di atasnya. Nah loh? Cepat sekali tidurnya. Kalau begini bisa apa? *** Khumaira membantu Aisyah membuat takjil dan masak. Mereka mengobrol seputar Suami. Sesekali terlontar guyonan saat pasangan hidup berekspresi lucu. "Jadi Azzam bisa marah, Ndok? Bibi, tidak menyangka anak itu manis sekali saat marah." Aisyah tidak percaya akan perkataan Khumaira. "Iya, Bik. Memang hanya tatapan gahar dan ucapan dingin. Senior Khumaira itu memang suka berbicara seenaknya jadi wajar jika begitu." "SubhanAllah, Bibi baru tahu, Ndok. Azzam itu sabar, lemah lembut, penyayang dan tidak pernah marah. Pokoknya dia anak kesayangan Mas Hasyim." "Wah, berarti Mas Azzam berekspresi sekarang, Bik bersama Khumaira." "Iya, Ndok. Senang sekali mendengar itu." Aisyah tersenyum manis seraya menepuk bahu Khumaira. Perbincangan terus berlanjut. Khumaira menata makanan di meja makan. Karena sebentar lagi buka. Ada kolak buatan Aisyah dan dia membuat bakwan dan menggoreng tempe. Suara beduk terdengar lalu bunyilah suara doa buka puasa. "Allahuma lakasumtu Wabika Aamantu Wa’alaa Rizqkika Afthortu Birahmatika yaa Arhamar Rohimin." Mereka membatalkan puasa dengan meminum air putih. Ada es yang minum keluarga Sulaiman, Azzam dan Khumaira memilih minum air putih. "Kalian ini takut gemuk ngga mau minum, Es?" celetuk Syifa. "Nduk Syifa kan tahu, Mas ngga suka es dan suka air putih," sahut Azzam. “Tapi  ___” "Sudah ayo makan," lerai Sulaiman. *** Azzam dan Khumaira berjalan menuju masjid, sesekali mereka melempar senyum karena di goda para remaja. "Mas," panggil Khumaira. "Iya, Dek." "Mengantuk," cicit Khumaira takut Azzam marah. Azzam menghentikan jalan lalu menarik Khumaira  ke tempat sepi supaya tidak ada yang lihat. "Mas mau apa?" tanya Khumaira polos. "Mencium Adek biar ngga mengantuk," sahut Azzam. "He?" Chup Azzam mencium bibir Khumaira cukup sensual. Tangannya merengkuh pinggul Khumaira posesif. Ini gila, biarkan saja. Ini tempat sepi. Azzam menyibak jilbab Khumaira lalu ia gigit leher jenjang Istrinya sedikit keras. Ia menyudahi aksi gilanya dan berhasil Khumaira menunduk merona sembari mencengkeram lengan kekarnya. "Sudah tidak mengantuk?" Tanya Azzam sembari mengerling jahil. "Mas, m***m. Bagaimana jika ada yang lihat?" rajuk Khumaira sembari mencubit pinggang Azzam lumayan keras. Azzam terkekeh mendengar rajukan Istrinya yang mengemaskan. Dia menyusul Khumaira sudah berjalan duluan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN