Putus!

1063 Kata
Aku menghela nafas panjang ketika lagi-lagi kau memblokir nomorku. Badanku longsor ke tempat tidur, tidak percaya jika pertengkaran di antara kita terjadi secepat ini. Padahal beberapa saat yang lalu, segalanya masih terasa indah. Kau masih membual manis, memujiku dengan kata-kata yang membuatku terbang, serta selalu mengatakan jika aku adalah orang yang paling bisa mengerti dirimu dibanding mantan-mantanmu. Ada perasaan takut ketika lagi-lagi kau membuangku, karena setiap kali itu terjadi kau akan selalu menuntut untuk dicari. Aku berusaha mengabaikan perasaan takut itu, namun tetap saja, aku merasakan khawatir berlebihan. Satu hari tidak ada kabar darimu, rasanya semua masih sama, aku masih sakit tiba-tiba kau muncul dengan penuh emosi. Dua hari kau menghilang, aku mulai sedikit bisa mengalihkan perhatianku dari ponsel dan mengurangi rasa takut yang ada di dalam pikiranku. Tiga hari kau menghilang, aku mulai bisa tertawa lepas dengan rekan kerjaku di apotek. Empat hari kita tidak berkabar, kehidupanku kembali seperti sedia kala, setidaknya itulah yang aku perlihatkan di permukaan. Saat libur kerja, aku bisa menghabiskan waktu seharian di sawah, memandangi hijaunya padi dan menikmati hembusan angin yang menyegarkan. Aroma alam yang ada di sawah juga benar-benar memanjakanku. Rasanya, sudah sangat lama aku tidak bisa menikmati waktu untukku sendiri sejak mengenalmu. Rasanya, seperti ini seharusnya hidupku berjalan, tenang, damai, membuat bahagia. Aku kira, kehidupanku akan berjalan seperti ini seterusnya. Aku pikir, kau tidak akan datang lagi. Aku rasa, semua perkiraanku salah. Setelah enam hari menghilang, kau tiba-tiba datang dengan kabar yang mengejutkan. Tanpa angin dan hujan yang datang, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke ponselku. "Aku kecelakaan," bunyi pesan itu. Aku yang saat itu sedang menonton video di internet, seketika bangkit dengan mata berkaca-kaca, tidak menyangka jika hilangnya kabarmu satu minggu ini karena kau sedang mengalami sesuatu yang buruk. Padahal aku pikir, kau hanya marah padaku makanya tidak memberikan kabar. Setelah membalas pesan darimu, memastikan keadaanmu, dan bertanya di mana kau sekarang, aku segera bersiap-siap hendak mendatangimu dan memastikan keadaanmu secara langsung karena aku tidak ingin menduga-duga. Tanpa menunggu balasan darimu, aku segera bersiap-siap, karena ingin segera bertemu denganmu. Aku khawatir terjadi sesuatu yang buruk padamu, karena kau tidak memiliki keluarga atau orang yang merawatmu di kota ini. Setelah selesai bersiap-siap, aku mengambil ponsel yang terletak di tempat tidur, mengecek pesan balasan darimu. "Aku tidak apa-apa, hanya ingin mendapatkan kabar darimu," begitu isi pesan darimu. Darahku mendidih membaca pesan menyebalkan itu, bagaimana bisa kau bermain-main dengan rasa khawatir orang lain? Bagaimana bisa kau seakan tidak punya dosa mempermainkan nasib seperti utu? Aku sudah takut, pikiranku sudah ke mana-mana, tapi dengan ringan kau bilang jika pesan itu hanya kau gunakan untuk mencari kabar dariku? Aku tidak mengerti lagi jalan pikiranmu, Geno. Dengan begini, sia-sia aku bersiap-siap, karena aku harus membatalkan niat untuk mengunjungimu. Aku sudah terlanjur kesal padamu! Untuk mengobati kekesalan, aku menghubungi Mawar, teman yang selalu bisa aku ajak bersenang-senang. Aku meminta Mawar untuk menemaniku pergi, karena merasakan suntuk yang luar biasa. Suasana hatiku sedang kacau, aku butuh hiburan saat ini. Dengan senang hati, Mawar segera meluncur ke rumah untuk menjemputku. Sementara menunggu Mawar, aku membalas pesan darimu. Aku meluapkan semua kekesalan yang aku pendam selama ini. Aku lampiaskan semuanya, aku ungkapkan betapa busuknya kau selama ini. Aku sampaikan kepadamu betapa manipulatifnya dirimu menjadi seorang lelaki, betapa egois dan pengecutnya nyalimu menghadapiku, sebegitu takutnya kau kehilanganku hingga menggunakan segala cara untuk mengikatku. Aku katakan kepadamu, aku benci semua perlakuan keterlaluan yang selama ini aku terima, aku sudah tidak bisa menahan diri lagi. Aku hancur, pikiranku hancur, mentalku hancur. Aku hancur sebab selalu kau hantam bertubi-tubi dengan asupan yang menghancurkan hariku. Bukannya sadar diri, kau justru marah dengan perkataanku. Kau bilang jika aku sudah keterlaluan dan tidak bisa mengerti perasaanmu. Kau bilang, kau sangat sayang kepadaku, semua yang kau lakukan serta merta hanya agar tidak kehilanganku. Hah? Apakah itu benar? Aku rasa apa yang kau lakukan bukan karena takut kehilanganku, melainkan hanya demi memenuhi hasrat egomu semata. Karena kesal dan kebetulan Mawar sudah tiba di depan, aku sengaja meninggalkan ponselku di kamar dan keluar bermain dengan Mawar. Aku menghabiskan hariku dengan bersenang-senang, menikmati indahnya kotaku yang masih sejuk dan asri, lalu pergi ke kota sebelah yang memiliki fasilitas lebih lengkap untuk berbelanja dan sedikit menghamburkan uang. Aku tahu, kota yang aku kunjungi bersama Mawar adalah kota tempat kau tinggal. Aku tahu, ada kemungkinan aku bertemu denganmu jika aku ada di kota itu. Tapi saat itu aku tidak peduli lagi, aku ingin mengalihkan semua pikiran tentangmu hari ini, sebelum nantinya aku kembali kepada kenyataan yang menyakitkan. Seperti yang sudah aku duga, saat pulang, ponselku penuh dengan pesan darimu. Bukan hanya belasan, ada puluhan pesan yang masuk ke ponselku dan semua itu benar-benar darimu. Seperti biasa, ada sumpah serapah, ada caci maki, dan bahkan ada hujatan yang mau tujukan kepada keluargaku. Jika kau pikir dengan begitu aku bisa kembali kepadamu, maaf, kau salah kali ini. Bahkan di akhir pesan kau berkata, aku tidak perlu lagi membalas pesan darimu untuk seterusnya, karena kau dan aku sudah tidak ada hubungan apapun. Tanganku kembali gemetar membaca pesan-pesan itu. Suasana hati yang sudah kuperbaiki bersama Mawar di luar rumah, harus kembali hancur karena ulahmu. Air mata kembali menggenang di kelopak mataku, bibirku mulai bergetar menahan rasa ingin menangis. Dengan kesal, aku melempar ponselku ke atas tempat tidur. Sialnya, karena lemparanku sedikit terlalu keras, ponsel itu memantul dan terjatuh ke lantai. Sambil menahan air mata, aku berjalan cepat menghampiri ponselku dan memeriksanya. Beruntung, tidak ada bagian yang rusak atau pecah. Ponselku masih utuh, cantik, dan mulus seperti sebelumnya. Aku kesal, semakin kesal, tapi juga malu, karena merasa ceroboh. Sejak saat itu, aku pun memutuskan untuk tidak membalas pesanmu, dan menyetujui ajakanmu untuk putus dalam diam. Aku tidak peduli lagi jika kau marah, aku tidak peduli jika kau mengirimiku pesan berantai. Aku pun tidak peduli jika kau berkata bahwa kau sedang berada dalam masalah, karena aku sudah tidak percaya lagi padamu. Aku memutuskan untuk meninggalkan ponselku di kamar sementara aku beraktivitas di luar. Hari itu, jadwalku untuk berjaga malam di apotek. Biasanya, aku membawa ponsel karena membutuhkan hiburan di internet. Namun kali ini, aku sengaja tidak membawa ponsel karena tidak ingin menerima tekanan yang bisa menghancurkan suasana hatiku. Aku ingin hidup sehat, mulai hari ini, hingga seterusnya. Aku sadar, kehidupanku saat bersamamu sama sekali tidak sehat, bahkan perubahan atas diriku bisa jelas terlihat oleh orang lain. Sudah cukup, cukup sampai di sini kisah tentangku dan kamu. Sudah cukup aku sakit, aku tidak ingin lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN