Kau dan Masa Lalu

1163 Kata
Hai, Geno, atau mungkin saat ini aku mulai bisa memanggilmu dengan sebutan "Sayang" seperti yang biasa aku gunakan kepadamu dulu saat kita bersama. Tapi, nama sebutan itu bukan aku yang menginginkannya, nama itu adalah permintaan darimu. Kau memintaku untuk memberikan nama panggilan istimewa kepadamu, seperti kau memberikan perlakuan istimewa padaku. Ketika itu, aku sama sekali tidak protes dan justru menganggap apa yang kau lakukan adalah sesuatu yang wajar sebagai seorang pasangan menuntut untuk diistimewakan. Padahal, saat aku akhirnya sadar sekarang, apa yang kau lakukan dahulu merupakan sesuatu yang salah. Sepasang kekasih tidak seharusnya saling menuntut satu sama lain, namun sebaiknya membicarakan sesuatu yang membuat masing-masing merasa nyaman. Sayangnya waktu itu aku masih tidak mengerti tentang cinta dan menganggapmu sebagai pangeran berkuda putih yang datang untuk menyelamatkanmu dari penjara nenek sihir yang disebut dengan rumah. Ah, aku bercerita terlalu jauh, karena seharusnya ceritanya masih belum sampai ke sana. Aku harus menceritakan apa yang kau lakukan kepadaku dari awal, yang sangat-sangat awal hingga bisa membuatmu ingat dengan setiap jengkal perbuatanmu yang membuatku sakit seperti sekarang. Geno-ku Sayang, apakah kau bahagia setelah bisa mendapatkan hatiku? Aku rasa kau menjadi lelaki yang paling bahagia di dunia ini, mampu mendapatkan seseorang yang polos, yang mampu kau perdaya dan manipulasi untuk memenuhi hasrat yang terpendam di dalam dirimu selama ini. Kau harusnya beruntung, ada aku yang siap menjadi tempat kau meluapkan semua dendam yang menumpuk di dalam hatimu. Sekarang kau puas, kan?! Kau pasti sudah puas kan?! Bisa membuatku sakit seperti hari ini, kau pasti puas, kan?! Cih! Awal yang indah bak surga dengan segala euforia utopia yang ada, tidak menjamin seluruh perjalanan cinta menjadi lancar tanpa halangan yang berarti. Benturan ego, perselisihan kecil yang diperbesar, emosi yang masih labil, serta masalah di punggung masing-masing yang akhirnya dibagi untuk diemban bersama, menjadi awal terjadinya perselisihan yang berujung pada sebuah hubungan beracun yang membunuh masing-masing dari diri kita secara perlahan. Aku awalnya mengira, apa yang kau tunjukkan di permukaan adalah keadaan sebenarnya di mana kehidupan yang kau arungi berjalan baik dan apa yang terjadi di masa lalu semua sudah hanyut dibawa takdir. Rupanya tidak, beban itu semua masih ada dan kau memaksaku untuk mengemban beban yang seharusnya tidak dibawa ke dalam hidupku. Setelah beberapa lama berhubungan denganmu, barulah aku sadar jika kau memiliki sesuatu yang belum tuntas. Sebuah cerita yang mampu membuatku gemetar sekaligus ada rasa sesal yang mulai tumbuh di dalam hatiku. Setelah kita memutuskan untuk berjalan bersama pun, kita tidak sering bertemu. Bahkan setelah kencan pertama kita, tidak ada pertemuan lagi hingga cerita tiba di fase di mana kau mulai mengungkap beban yang ada di atas punggungmu. Obrolan ringan yang biasa kita lakukan, mengantarkan kisah sedih yang kau ceritakan padaku. Kisah tentang masa kecil seorang Geno yang mengantarmu hingga memiliki sifat seperti sekarang. Aku sendiri sebenarnya tidak terlalu percaya dengan kisah yang kau ceritakan, karena tidak ada bukti atas kisah tersebut. Setidaknya sekarang, sekarang aku tidak percaya dengan cerita itu. Kalau dulu, saat kita masih bersama, aku sangat percaya dengan kebenaran cerita itu karena mataku masih buta dengan cinta yang kau gunakan untuk menciptakan sekat antara aku dan dunia. Kisah memilukan yang aku dengar darimu dimulai dari pengalaman di waktu kecil. Geno, kau bercerita padaku jika kau terlahir dari keluarga yang sejak kecil sudah tidak harmonis. Ayahmu adalah seorang pencemburu, Beliau selalu tidak senang jika ada orang lain yang melirik Ibumu. Sejak mereka dalam tahap berpacaran, Ayahmu sudah menunjukkan sifat posesif, namun Ibumu memaklumi dan berharap suatu saat sifat pencemburu dari Ayahmu akan berubah, begitulah kisah yang kau dapatkan dari Ibumu. Kau tidak memiliki hubungan emosional yang dekat dengan kedua orang tuamu sejak kecil, karena masing-masing dari mereka selalu sibuk dengan pekerjaan. Ayahmu meniti karir sebagai seorang guru, Beliau selalu berpindah-pindah sekolah, sesuai perintah dari Dinas Pendidikan. Sebagai guru negeri, Ayahmu bahkan sampai harus mengajar di luar kota. Hal itu membuat kasih sayang yang kau dapatkan dari sosok Ayah sangatlah kurang, karena sejak kecil kau jarang bertemu dengannya. Hal itu membuat sifatmu cenderung kekanak-kanakan hingga kini, karena kehilangan sosok Ayah sebagai panutan bagi anak lelakinya. Ibumu meniti karir sebagai perancang busana. Bukan karena kekurangan uang Ibumu ikut bekerja, namun karir yang Beliau bangun memang sudah dirintis sejak sebelum menikah, hingga sangat sayang apabila harus ditinggalkan selepas berumah tangga. Kau bercerita kepadaku jika saat kecil kau pernah mendengar orang tuamu bertengkar hebat. Kala itu usiamu tujuh tahun, masih cukup kecil untuk tahu permasalahan rumah tangga orang dewasa. Sialnya, saat itu kau tidak sengaja mengintip percekcokan yang terjadi di antara mereka berdua. Ayahmu berkata jika Beliau keberatan apabila Ibumu bekerja di luar sebagai perancang busana, karena Ibumu memiliki banyak kesempatan untuk bertemu dengan para model tampan yang mungkin bisa menjadi pria simpanan, namun Ibumu membalikkan tuduhan itu. Ibumu berkata jika Ayahmu selalu dinas di luar kota dan memiliki kesempatan yang besar untuk bermain serong dengan wanita-wanita yang Beliau temui di luar sana. Percekcokan itu tidak berhenti di sana, Ayah dan Ibumu sering terlibat perang dingin. Mereka berdua seakan ingin menyembunyikan pertengkaran darimu, namun raut wajah mereka tidak bisa berbohong bahwa mereka tengah bersitegang. Suasana dingin di rumah membuatmu merasa kurang perhatian. Kau mencoba banyak cara untuk mendapat perhatian kedua orang tuamu, mulai dari cara yang biasa hingga akhirnya menempuh cara yang berbahaya. Awalnya, kau mengira jika orang tuamu akan memberikan perhatian apabila kau memiliki prestasi yang bagus di sekolah. Kau belajar dengan giat agar bisa membanggakan mereka, namun yang terjadi justru di luar ekspektasimu di mana mereka tampak abai dengan seluruh prestasi yang kau peroleh di sekolah. Ayah dan Ibumu hanya tersenyum tipis kemudian berlalu saat kau menunjukkan laporan hasil belajar dan lebih memilih untuk memprioritaskan pekerjaan mereka. Mengetahui hal itu membuatmu semakin geram dan menaruh dendam kepada Ayah dan Ibumu. Kau yang awalnya belajar giat demi membanggakan mereka, akhirnya merasa lesu dan tidak memiliki semangat dalam belajar. Perubahan besar dimulai ketika kau menginjak bangku SMP, di mana tingkat sekolah tersebut mulai mengenal BK. Ruang BK dikenal sebagai momok mengerikan bagi para siswa nakal, namun hal itu tidak berlaku untukmu. Dibanding menghindari ruang BK, kau lebih memilih untuk memikirkan cara agar orang tuamu dipanggil oleh guru BK. Hal itu membuatmu berubah dari murid teladan menjadi murid yang nakal. Kau mulai berbuat onar, mengganggu murid-murid lain dan membolos, hingga akhirnya Ayahmu datang ke sekolah karena mendapat panggilan dari guru BK. Ayahmu marah besar padamu, kau dianggap mencoreng nama baik Ayahmu. Bukannya menyesali perbuatanmu, kau justru merasa bahagia karena mendapat perhatian dari Ayahmu. Kau semakin menjadi-jadi dalam berbuat onar, hingga membuat Ayahmu harus memohon kepada pihak sekolah agar kau tidak dikeluarkan. Kemarahan Ayahmu terhadapmu kau anggap sebagai bentuk perhatian yang selama ini tidak kau dapatkan. Kau berpikir, dengan berbuat nakal, setidaknya mata Ayah dan Ibumu akan melirik ke arahmu meski hanya sesaat. Geno, apakah itu yang membuatmu memiliki sifat keras seperti saat ini? Apakah semua itu karena pengaruh dari kurangnya perhatian dari Ayah dan ibumu? Lalu kenapa aku? Kenapa aku yang harus menerima semua beban itu? Geno, aku hanya seorang perempuan biasa yang tidak sanggup menanggung beban berat yang kau tumpukan padaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN