Genggaman Lembut Tanganmu

1123 Kata
Hai, Geno, di surat ini aku ingin mengucapkan banyak terima kasih kepadamu. Terima kasih, karena sudah pernah membuatku menjadi perempuan paling bahagia di dunia ini. Terima kasih, sudah memberikan perhatian yang sangat banyak kepadaku. Terima kasih, sudah membuatku tersenyum setiap hari. Geno, hari-hari awal aku berhubungan denganmu, rasanya seperti berada di surga. Sebelumnya, aku tidak pernah diperhatikan oleh seorang lelaki hingga seperti ini. Geno, kau sangat baik. Saat itu kau adalah lelaki paling baik yang pernah aku kenal seumur hidupku, selain Ayahku sendiri. Geno, perhatian-perhatian kecil yang kau berikan, sangat berarti untukku. Kau selalu mengingatkanku untuk makan, kau selalu mengingatkanku untuk berhati-hati dengan apapun, dan kau juga mengingatkanku agar tidak terlalu lelah dalam menjalani hari. Bagiku semua itu bukan hanya terasa wajar, melainkan juga terasa sangat nyaman. Aku bagaikan putri yang diperlakukan istimewa oleh seorang pangeran. Kau selalu memujiku dengan sebutan "cantik" setiap hari. Setiap pagi, siang, sore, malam, setiap bangun tidur, hingga akan kembali tidur, kau selalu menyempatkan diri untuk menyapaku dengan pujian itu. Dalam bekerja pun aku lebih bersemangat, karena kau selalu ada di sana untuk menyirami bunga yang mulai bermekaran di dalam hatiku. Perhatian-perhatian kecil itu, mengantarkan kita menuju kencan yang pertama. Pertemuan pertama setelah kita secara resmi menjadi sepasang kekasih setelah kau menyatakan perasaan melalui telepon. Di masa itu, menurutku menyatakan perasaan secara tidak langsung dan hanya melalui telepon atau pesan singkat merupakan hal yang manis, aku terlambat menyadari jika perlakuan itu bukanlah sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh seseorang yang serius. Baru ketika aku sudah tidak lagi bersamamu, ketika semua surga berubah menjadi neraka dan aku berhasil melepaskan diri dari siksaan neraka di dunia, aku mulai menyadari bahwa apa yang kau lakukan saat itu adalah perbuatan seorang pengecut. Seorang laki-laki yang mengaku memiliki perasaan dan niat serius kepada perempuannya, seharusnya berani menyatakan perasaan langsung di depan perempuan, menatap matanya lekat, hingga mampu membuat perempuan salah tingkah di depannya. Bukan hanya lewat pesan singkat atau sambungan telepon yang bisa diatur sedemikian rupa. Karena menurutku, sambungan telepon dan pesan singkat bisa dimanipulasi. Bisa saja kau menyiapkan catatan kecil yang menjadi contekan agar kalimat yang kau ucapkan di dalam telepon terdengar syahdu dan menggetarkan, bisa juga kau mencari bahan di internet dan menyalinnya di pesan singkat hingga ketika aku membaca tulisan itu akan merasa terbang tinggi ke angkasa. Namun ketika berbicara langsung, maak keteguhan hati dan keseriusan akan menjadi taruhan. Namun sayangnya, hal sepenting itu masih belum masuk ke dalam pikiranku kala itu. Aku masih terlena dan terbuai dengan manisnya sikap yang kau tunjukkan di permukaan. Aku harus mengakui, perlakuanmu saat itu kepadaku mampu membius dan mengalahkan logikaku. Kencan pertama kita mampu membuatku mabuk kepayang. Aku yang belum pernah bermain cinta dengan lelaki, harus mengalami sebuah pengalaman yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidup, meski ada penyesalan yang sangat besar kenapa harus kau yang menjadi tokoh di dalamnya. Kala itu kau mengajakku bertemu di salah satu tempat makan bertema hutan tengah kota yang sangat asri. Aku yang saat itu juga masih tidak berani menemuimu sendirian, kembali mengajak Mawar untuk menemaniku. Awalnya, Mawar enggan untuk pergi bersamaku, karena menurutnya ia hanya akan menjadi obat nyamuk di antara kau dan aku. Aku harus meyakinkan Mawar berkali-kali bahwa aku tidak akan mengabaikannya dan tetap menganggap keberadaannya di tengah kencan pertamaku denganmu. Setelah susah payah membujuk, akhirnya Mawar mau menemaniku melakukan kencan pertama denganmu. Sama seperti sebelumnya, Mawar menjemputku di rumah dan membantuku memilih baju yang cocok agar aku tampak semakin cantik di matamu. Satu jam waktu yang aku habiskan bersama Mawar hanya untuk memilih baju dan berdandan. Lagi-lagi Mawar tidak mengizinkanku menyetir karena takut riasan yang terpoles di wajahku akan rusak diterpa angin. Setelah sampai di tempat yang ditentukan, aku dan Mawar segera masuk ke tempat itu dan menemuimu yang sudah menunggu di dalam. Aku dan Mawar sama-sama antusias, meski aku masih bisa bersikap wajar dan menyembunyikan rasa antusias dari wajahku. Namun sayang, seberat apapun usaha yang aku lakukan untuk menyembunyikan perasaanku, Mawar tetap saja tahu jika aku sedang berdebar. Di tengah perjalanan dari lahan parkir hingga bertemu denganmu, Mawar tidak henti-hentinya menenangkan diriku dan mengelus tanganku yang gemetar. Beruntung, tempat yang kau pilih memiliki area yang sangat luas, sehingga kita bisa memilih tempat yang tidak banyak orang berlalu-lalang, sangat cocok apabila kita ingin membicarakan sesuatu yang bersifat pribadi. Geno, saat itu kau sedang menyembunyikan sesuatu terhadapku, tapi sayangnya aku bisa mencium gelagat tidak menyenangkan itu darimu. Aku tahu, kau sebenarnya tidak senang dengan keberadaan Mawar di sampingku, karena kau menganggap Mawar sebagai pengganggu kencan kita. Meskipun menyadari hal itu, aku berusaha tetap bersikap baik di depanmu dan tidak mengindahkan kau yang terganggu dengan kehadiran Mawar. Mau bagaimana lagi? Aku sudah mengatakan kepadamu bahwa aku belum pernah bertemu dengan lelaki seorang diri. Aku lebih mengutamakan kenyamanan daripada harus merasa tidak aman saat berada di sampingmu. Seorang Geno yang berasal dari kota besar dengan segala kebebasan yang ada di sana, dengan pengalaman dan pergaulanmu di sana yang bagiku terasa seperti dunia lain, membuatku semakin merasa tidak aman jika bertemu denganmu seorang diri. Aku takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka dari itu Mawar aku tarik untuk menemaniku. Rasa risau yang kau rasakan atas kehadiran Mawar pun hanya bertahan sementara. Setelah berbincang beberapa saat, akhirnya kita bertiga bisa berbaur dengan baik. Kau pun mulai terbiasa dan ikut menikmati hadirnya Mawar di antara kita. Kencan pertama ini benar-benar indah dan menyenangkan. Berbeda denganmu yang sedikit mengabaikanku di pertemuan pertama, kali ini kau lebih banyak bercanda dan menganggapku ada. Mungkin karena aku sekarang sudah menjadi kekasih, makanya kau memberikan perhatian khusus kepadaku dibanding Mawar. Di sela-sela perbincangan kita bertiga, Mawar sempat mengatakan jika ia sedikit iri dan cemburu melihat kedekatan kita. Mawar bilang, kita adalah pasangan yang mesra dan serasi. Padahal aku merasa biasa saja, tidak ada yang mesra di antara kita. Bahkan jarak duduk kita pun berjauhan, aku lebih dekat dengan Mawar daripada dirimu. Hal istimewa terjadi ketika kita hendak meninggalkan tempat kencan. Dari dalam hingga ke luar, kau tidak berhenti menggandeng tanganku. Aku merasakan debaran yang luar biasa di dalam hatiku, seakan ada kupu-kupu yang beterbangan di hatiku. Gemetar, grogi, semua perasaan gundah itu menghinggapi hatiku. Aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Tidak ada lelaki yang pernah menggenggam tanganku sambil berjalan. Mungkin bagi sebagian orang, reaksiku terkesan sangat berlebihan. Hanya genggaman tangan, namun bisa membuatku melayang. Tapi, memang inilah yang aku rasakan saat itu. Kau pun menyadari gelagat anehku, beberapa kali kau menatap mataku sambil tersenyum. Momen kemesraan dari dalam tempat kencan hingga ke area parkir tidaklah panjang, hanya beberapa menit. Tapi beberapa menit itu mampu mengubah diriku. Aku merasa jauh lebih dewasa, berbeda dari sebelumnya di mana aku masih merasa menjadi anak kecil. Genggaman tanganmu di tanganku benar-benar membekas, bahkan hingga saat ini pun aku masih belum bisa melupakan genggaman lembut tanganmu di telapak tanganku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN