10. Jebakan Apa Curhatan?

1018 Kata
Dua butir obat tidur, buru-buru Nanda masukkan ke dalam teh hangat yang ia buat. Kemudian ia mengaduknya sambil sesekali melirik ke belakang. Karena di sana, Kia masih duduk dengan wajah muram. Kebersamaan mereka masih ada di dalam pantry. Dari yang Nanda amati, Kia tampak sangat kecewa setelah mendengar kabar palsu yang ia buat mengenai Albizar, bos mereka. “Tenangkan diri kamu. Ayo minum ini, ... sori banget ya karena aku beneran baru tahu, kalau ternyata kamu dideketin bos Al,” ucap Nanda yang dalam hatinya berkata, “Sori, Ki. Ini satu-satunya cara agar kamu jadi anak sekaligus adik yang baik. Meski kabar mengenai bos Albizar hanya bagian dari kebohonganku, pada kenyataannya kamu ini calon istrinya orang, kan? Intinya, kamu jangan bikin Fero tambah susah deh. Biar Fero cepat-cepat nikahin aku!” Tak sedikit pun Kia curiga jika teh manis hangat yang Nanda buat dan itu di pantry kantor, sampai dicampur dengan obat tidur. Karenanya, Kia berangsur meminum tehnya. Sedikit demi sedikit teh hangat manis tersebut Kia sesap. Hingga tanpa terasa, setengah bagian sudah Kia minum. Kia memang tidak banyak berkeluh kesah. Termasuk itu mengenai Albizar dan juga hubungan mereka. Karena pada kenyataannya, Kia sendiri memang masih membatasi hubungan dengan Nanda. “Katakan sesuatu, jangan hanya diam,” ucap Nanda lantaran Kia hanya tersenyum atau sekadar menggeleng, di setiap ia bertanya. “Aku baik-baik saja. Ya sudah, aku mau lanjut beresin kerjaan ya. Masih ada beberapa laporan yang harus aku ketik,” ucap Kia sengaja menjaga jarak dari Nanda tanpa mengabarkannya. Namun belum apa-apa, hati Kia sudah terasa begitu perih. “Sendiri memang sepi, sementara kesedihan paling menyedihkan justru karena tertawan sepi. Ya sudah, ini lebih baik. Aku beneran masih syok sih, ternyata bos Al sudah menikah dan mau punya dua anak. Jadi alasan dia mengajakku tinggal di apartemennya karena dia juga ingin menjadikanku simpanan. Masalahnya, aku kerja di sini, dan dia bosku! k*****t emang!” batin Kia sambil melangkah pergi meninggalkan Nanda. “Si Kia sepertinya patah hati berat gara-gara bos Al. Ya iya sih, ... bos Al kan memang sangat keren, tampan, kaya. Agak kaget juga karena dia yang terkenal dingin bahkan anti wanita, justru deketin Kia. Meski dari fisik dan sifat Kia, ... Kia juga terbilang sempurna,” batin Nanda sambil melepas kepergian Kia. Nanda sengaja membiarkan Kia. Nanda merasa tak perlu menghalang-halangi Kia karena obat tidur yang ia taruh di teh manis tadi, ia yakini sudah mulai bekerja. Selanjutnya, yang Nanda lakukan ialah menghubungi Fero. Ia akan mengabarkan mengenai apa yang sudah ia lakukan. “Fero pasti senang banget dan dia pasti makin sayang ke aku!” batin Nanda tak sabar untuk mengabarkannya kepada sang kekasih. Padahal bukan Albizar yang sudah menikah dan sedang menanti kelahiran anak kedua. Karena hal tersebut justru kenyataan yang Fero alami. Hanya saja, Nanda belum mengetahuinya. Meski kini, di tempat berbeda, di sebuah klinik, Fero tengah mendampingi seorang wanita cantik yang tengah memeriksakan kehamilannya. Seorang bocah perempuan dan kiranya berusia tiga tahun, tersenyum ceria kepada Fero yang mengembannya. Walau Fero terbilang menanggapinya dengan datar, ekspresi Fero akan langsung berubah ketika melihat layar monitor. Di sana, janin laki-laki tampak begitu lincah membiarkan dirinya disorot melalui pemeriksaan USG. Kebahagiaan Fero terhadap janin laki-lakinya, sama sekali tak berkurang meski ponselnya terus berdering. Termasuk juga ketika ia mendapati nama Nanda sebagai penelepon. Fero sama sekali tidak peduli dan memilih memperhatikan sang istri. “Kok enggak diangkat-angkat,” batin Nanda yang akhirnya memilih mengabari Fero melalui pesan WA. “Janinnya aktif dan sehat,” ucap sang dokter dan membuat Fero tersenyum semringah kepada sang istri yang kali ini memakai dress putih. Senyum yang sama dipenuhi kebahagiaan juga langsung Fero dapatkan sebagai balasan dari sang istri. Di ruang kerjanya dan hanya dengan seorang rekan perempuannya, Kia juga tidak sepenuhnya membohongi Nanda. Karena pada kenyataannya, Kia pun baru selesai mengerjakan pekerjaannya setelah satu jam berlalu dari ia pamit. “Sepertinya aku kecapaian. Ngantuk banget,” ucap Kia ketika sang rekan menanyakan keadaannya. Sebab baru juga berdiri, Kia sudah sempoyongan. “Duh, padahal tempat tinggal saja aku belum punya. Niatnya mau cari dulu, ... kok iya malah sengantuk sampai sempoyongan gini?” batin Kia yang memutuskan untuk kembali ke kontrakan lamanya saja. “Ngopi dulu kalau gitu, sih Ki. Biar enggak ngantuk banget. Biasalah, awal kerja pasti masih harus beradaptasi,” ucap Irma dan tak lain rekan Kia. Kia tersenyum hangat kemudian mengangguk-angguk. Termasuk juga ketika Irma mengajaknya untuk ngopi bareng di pantry. Masalahnya, berbeda dari biasanya, kali ini Kia tetap mengantuk meski ia sudah menghabiskan satu gelas kopi hitam. Pada akhirnya, Kia dan Irma berpisah setelah menggunakan ojek online masing-masing. Sementara di belakang Kia, ada Nanda yang terus memantau. Sepanjang perjalanan, Tia beberapa kali ketiduran. Hingga sampai kontrakan, meski baru sampai di depan pintu yang ia tutup, Tia berakhir pulas. Sekitar dua jam kemudian Fero datang menggunakan mobil. Sementara di teras kontrakan Kia, Nanda masih menunggu di sana. Nanda langsung tersenyum kemudian memeluk Fero penuh kemanjaan. “Duh, ... gimana ya. Sintia sudah fix hamil laki-laki dan dengan kata lain, aku enggak jadi menceraikannya. Dan dengan kata lain juga, aku wajib mengakhiri hubunganku dengan Nanda. Namun, aku belum boleh memutuskan Nanda sekarang, sebelum aku berhasil menjual Kia!” batin Fero yang akhirnya balas memeluk Nanda. Di tempat berbeda, Albizar keluar dari restoran tempatnya bertemu dengan beberapa klien. Albizar buru-buru masuk ke dalam mobilnya. Sang sopir sampai ia suruh untuk sampai ke apartemen secepatnya lantaran ia sudah tidak sabar untuk bertemu Kia. Namun setelah sampai di sana, dan ia juga sampai menunggu selama lima belas menit lamanya, ia tak menemukan Kia. Albizar terus menunggu dan menemukan bukti melalui CCTV di sana maupun di sekitar kafe, bahwa Kia memang tak ke sana. Kemudian, yang langsung Albizar tuju ialah kantornya. Ia sengaja memantau aktivitas Kia sebelum pulang dari sana, melalui CCTV. Hanya itu yang bisa Albizar lakukan sebab setiap telepon apalagi WA yang ia kirimkan kepada Kia, tidak ada yang digubris. “Kia ke mana?” lirih Albizar semalaman terjaga di apartemen. Berharap, Kia segera datang. Masalahnya meski hari sudah berganti dan jam kerja di kantor juga usai, Kia tetap tidak ada kabarnya. Iya, hari ini Kia sampai tidak bekerja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN