5. Bertemu Dan Penuh Kecurigaan

1252 Kata
Pagi menjelang pukul tujuh, Kia turun dari angkot. Wanita cantik yang memakai rok selutut itu melangkah tak kalah buru-buru dari angkot yang baru saja meninggalkannya. “Pesona tukang angkot memang luar biasa. Aku beneran enggak boleh kalah dari mereka yang selalu semangat buat cari rezeki!” batin Kia makin cepat meninggalkan jalan yang sedang ramai-ramainya oleh kendaraan. Tentu saja mereka-mereka juga sedang berjuang untuk segera sampai tempat kerja layaknya Kia. Sebuah gedung yang memiliki bangunan luas sekaligus tinggi dan letaknya jauh dari jalan, menjadi alasan kedua kakinya berhenti. Itu merupakan tempat kerja Kia yang baru. Kia terperangah lantaran selain bangunannya yang luas sekaligus tinggi, fasilitas di sana juga tampak sangat mempuni, melebihi perkantoran pada kebanyakan. William's Family Group, label tersebut menyapa dengan sangat agung di bagian depan kantornya. “Perusahaan elite ini. Mmm, ... perusahaan elite identik dengan penampilan karyawan yang wajib menarik, selain otak yang juga wajib encer!” pikir Kia bersemangat. Kia sengaja mampir ke mobil Range Rover warna hitam yang terparkir di depan. Mobil tersebut tak terparkir di tempat parkir karena Kia yakin itu bukan tempat parkir. Kia berpikir alasan mobil tersebut parkir di sana karena urusan mendadak. Bermodal keyakinan, bahwa setiap karyawan di sana harus tampil menarik, Kia sengaja mematut penampilannya. Tanpa tahu di balik setiap kaca mobil berwarna hitam di sana, ada Albizar yang duduk di tempat duduk penumpang belakang. Albizar yang awalnya tengah mendengarkan musik menggunakan headset, langsung terusik. Yang di luar mobil mungkin tidak bisa melihat keadaan dalam. Namun Albizar yang tak sengaja menoleh, langsung terpukau oleh wajah wanita cantik yang sedang memperbaiki rias. “Nyari dia ke sana kemari, ternyata ketemu di sini?” batin Al refleks tersenyum memandangi kegesitan Kia dalam memoles bibir menggunakan lipstik merah bata. Ia juga refleks tersipu ketika Kia yang memang sangat cantik, memastikan penampilan punggungnya sebelum wanita itu buru-buru lari ke perusahaan. “Bos, wanita tadi ... itu Nona Kia!” sergah pak Hamka amat sangat bersemangat dalam mengabarkannya. Ia sampai balik badan hanya untuk menghadap sekaligus menatap Albizar yang ada di belakangnya. “Saya tahu! Itu memang dia, tapi jangan biarkan dia mengetahui identitas saya. Nanti, tolong bawakan semua barang-barang saya ke ruang kerja saya!” tegas Albizar sambil melepas jas hitamnya. Albizar buru-buru turun dari mobil tanpa menunggu sang sopir membukakan pintunya lebih dulu. Sang sopir sampai heran sebab setelah melihat Kia, tuan mudanya itu jadi sibuk senyum mirip orang kasmaran pada kebanyakan. Karena sejak melihat Kia juga, tatapan Albizar jadi terus tertuju ke Kia. Albizar jadi tak menatap yang lain. Tatapan yang jadi penuh binar dan sangat jauh dari bengis itu tampak begitu menginginkan Kia. Kia yang menghiasi pundak kanannya menggunakan tote bag besar warna cokelat, menjadi memelankan langkahnya. Ia mendekati satpam yang berjaga di sana, dan maksudnya untuk menanyakan keberadaan teman yang memberinya pekerjaan. “Oh ... mbak Nanda ... tadi, mbak Nanda pesan kepada saya,” jelas sang satpam sangat santun. Hanya saja, ia yang tak sengaja melihat kedatangan Albizar, langsung gugup. Satpam bernama Ratno itu bergegas membungkuk hormat hingga Kia yang masih sangat baru di sana, segera memastikan ke belakang. Kia yakin, ada yang datang semacam bos besar di sana, hingga satpam yang ia tanyai, mendadak siaga. Akan tetapi, Albizar yang paham kondisi, segera melanjutkan sandiwaranya. Kayaknya Kia, ia juga menoleh bahkan balik badan untuk memastikan apa yang ada di belakangnya. Terlebih meski ia sudah menyilangkan kedua tangannya kepada sang satpam, pak Ratno tampak tidak paham. “Aduh! Ini gimana sih, enggak konek-konek,” kesal Albizar yang kemudian terusik oleh tatapan serius Kia kepadanya. Albizar merasa akhirnya Kia mengenalinya. Hingga ia juga pura-pura kaget hanya karena ia baru saja mengenali Kia. “K—Kia ...?” lirih Albizar amat sangat pandai bersandiwara. “Ah ... aku kira aku salah orang!” refleks Kia langsung mendekati Albizar. “Jadi, kamu juga kerja di sini?” ucap Kia yang memang langsung akrab meski awalnya ia ragu. Sebelumnya, Kia takut salah mengenali Albizar karena saat awal bertemu Albizar, Kia curiga Albizar bukan orang biasa. Namun di pertemuan mereka kali ini, Albizar dengan pesonanya yang begitu berkarisma, justru mengaku sebagai karyawan biasa di sana. “Diam, Pak! Jangan bilang kalau saya bos di sini!” bisik Albizar wanti-wanti kepada sang satpam. Sang satpam langsung mengangguk-angguk paham. “Berasa lagi nonton drama. Bos Albizar gitu amat ke karyawan baru,” batin pak Ratno sambil melepas kepergian Albizar yang menemani Kia masuk ke dalam. Pak Ratno masih kerap melihat gelagat aneh Albizar, khususnya ketika para karyawan yang melihat, langsung buru-buru membungkuk hormat. Kia yang memang tertipu oleh Albizar, jadi merasa aneh tapi juga takjub dengan sikap para karyawan di sana. Semuanya kompak memberi Albizar hormat, hingga Kia juga berinisiatif balas membungkuk hormat pada semuanya. “Al, ...?” lirih Kia dan terdengar sangat lembut hingga Al menyikapinya dengan bergumam manis. “Yang punya perusahaan ini orang Jepang apa Korea, ya? Cara nyapa mereka khas banget,” lirih Kia mau-mau saja digandeng Albizar memasuki lift di sebelah mereka. Namun ketika Kia melihat keterangan bahwa lift tersebut dikhususkan untuk para petinggi di sana, ia segera mengingatkan. “Ini lift buat petinggi di sini, bukan buat sembarangan karyawan. Nah, kita pakai itu. Antre tuh! Ayo kita ke sana ikut antre juga!” ucap Kia sengaja mengingatkan Albizar mengenai kenyataan di sana. Ia begitu bersemangat karena adanya Albizar di sana ia yakini tak akan membuatnya kesepian. Ia jadi ada teman untuk bertanya bahkan berbagi. Kali ini, giliran Albizar yang membiarkan tangan kanannya digandeng Kia ke lift di sebelah agak depan. Layaknya yang Kia katakan, lift di sana antre dan memang banyak pengguna. Namun setelah kompak memberi hormat kepadanya khususnya kepada Albizar khas orang ketakutan, semuanya kompak minggir. Termasuk mereka yang sudah masuk di dalam lift juga buru-buru keluar. “Ini orang pada kenapa sih?” batin Kia makin bingung. Kebingungan yang terus berlanjut lantaran tanpa beban, Albizar juga membuat mereka menggunakan lift hanya berdua. Padahal, di luar yang antri ada belasan orang, itu belum yang baru berdatangan. “Beri aku alamatmu, nomor ponsel, biar aku gampang ketika menghubungi kamu,” sergah Albizar tak lama setelah lift kebersamaan mereka tertutup. Kia langsung mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Tanpa pikir panjang, ia bertukar nomor ponsel. “Kamu mau tinggal di apartemen?” tawar Albizar ketika Kia berdalih belum yakin dengan tempat tinggal barunya. “Hah? Apartemen?” refleks Kia bingung. “Tadi, kamu bilang, kamu belum punya tempat tinggal,” ucap Albizar seiring pintu lift yang terbuka. Di luar, para karyawan, baik laki-laki maupun perempuan, dan awalnya sedang bercanda kemudian nyaris langsung masuk ke dalam lift, mendadak ketakutan lantaran di dalam lift khusus karyawan yang akan mereka gunakan justru ada Albizar, bos besar mereka. “Apartemen, dan lagi-lagi karyawan lain juga ketakutan ke Albizar. Kok ... kok mencurigakan banget ya, si Albizar ini?” batin Kia yang membiarkan Albizar menggandengnya. Tangan kiri Albizar yang tak menggenggam ponsel, melakukannya dengan hati-hati. Semua karyawan di sana langsung anteng, kompak memberi Albizar maupun Kia yang dituntun jalan. “Auranya Albizar memang beda. Digandeng atau sekadar berdiri di sebelahnya saja, aku merasa sangat aman. Bersama Albizar pun, aku merasa bisa melawan kak Fero. Namun,” batin Kia tetap curiga. Ia takut ada yang tidak beres dengan Albizar. “Antara bos, atau karyawan yang disegani, ya?” pikirnya. “Jangan memikirkan tanggapan orang-orang sini kepadaku. Mereka menang begitu. Makanya aku sengaja ... aku sengaja membatasi komunikasi dengan mereka,” lirih Albizar sengaja berbisik-bisik tepat di hadapan Kia. “Nih orang manis banget ya. Tipikal irit bicara, tapi sekalinya romantis langsung bikin lawannya kena penyakit gula!” batin Kia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN