Aku masih didalam ruangan menunggu kedatangan Rezy, kami berjanji makan siang bersama setengah satu, ya kami akan melewati dulu istirahat siang supaya cafetaria tidak terlalu ramai, lagi pula aku tidak ada pekerjaan penting lagi atau jadwal meeting, jadi agak longgar hari ini. Rezy pun tak kalah fleksibel jadwalnya, dia kini statusnya pengangguran tersembunyi karena sedang menunggu ujian Negara bulan depan tepatnya Mei nanti. Aku sama Rezy memang beda semester waktu kelulusan Sarjana, ditambah dia tidak langsung mendapatkan tempat koas dan itu membuat kami berjarak satu tahunan saat ini.
"Dok, kami makan siang duluan ya," pamit Arnela dan Isha staff ku selain Fitry yang sedang izin tidak masuk di pelayanan medik ini. Aku menganggukkan kepala," Nanti saya di cafetaria bawah dan naik agak terlambat, telpon aja kalo ada perlu," ucapku sebelum mereka berdua pergi.
"Baik dok..." lalu mereka berdua pun pergi meninggalkan ruanganku.
'Drrt ..' hapeku bergetar lima belas menit kemudian dan tampak nama Rezy dilayarnya.
"Ya ..." jawabku cepat.
"Bro ... gue udah sampe parkiran nih, ke atas atau gue tunggu di cafetaria?"
"Langsung cafetaria aja, aku turun sekarang," jawabku.
"Oke," jawab Rezy diujung sana.
Aku hanya membawa hape dalam genggaman dan keluar ruangan di lantai 5 ini menuju lift.
'Ting' suara bunyi lift yang berhenti dilantai 5 dan terbuka, keluarlah Om Malik dari ruangan kotak itu.
"Wika baru mau turun istirahat?" tanyanya menyapaku.
"Iya om, janjian sama teman dibawah." jawabku sambil menahan pintu lift sebentar.
"Owh silahkan lanjut," jawabnya sambil melambaikan tangannya dan aku pun masuk ke dalam lift.
Begitu keluar dari lift, aku langsung menoleh ke arah kanan karena memang Cafetaria ada di sebelah kanan lift, tapi ekor mata kiriku menangkap satu bayangan yang sedang memasuki lift yang berbeda. Bayangan itu memaksa kepalaku memutar untuk memastikan apa yang di dalam benakku sekarang. Tetapi sepertinya gerakanku kalah cepat apalagi ada orang lain yang masuk ke dalam lift yang sama, Apa itu tadi dia? Atau hanya halusinasiku saja? Aku mengenyahkan pikiran yang menghinggapiku barusan. Mana mungkin dia ada di sini sekarang, dan aku juga tidak mau peduli. Hanya penasaran karena melihat bayangan yang pernah familiar di mataku dulu. Aku terus berjalan menuju cafetaria dan dengan mudah menemukan Rezy tidak jauh dari pintu masuk.
Aku memberi kode kepada Rezy untuk mengikutiku dulu ke arah kasir dan memesan makanan disana, Rezy pun berdiri berjalan di belakangku.
"Chicken cordon bleu dengan kentang goreng satu," ucapku yang duluan memesan makan siang.
"Kamu mau makan apa Rez?"
"Nasi goreng buntut sama es jeruk."
"Es jeruknya dua ya mbak." tambahku.
"Ada lagi dok?" tanya petugas kasir yang memang sudah mengenaliku.
"Nggak itu aja."
"Totalnya seratus dua puluh lima ribu dok."
Aku mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan. Setelah menerima kembaliannya kami kembali lagi ke tempat duduk, biasanya pesananku akan diantarkan ke meja.
"Enak banget lo kerja di sini, jangan lupa tarik gue ya."
Aku tertawa mendengar ucapan Rezy.
"Ujian aja dulu yang bener, setelah Intern nanti aku tarik ke sini."
"Ya jangan sampai gue nggak diajak, Keisha aja lo tawarin."
"Aku tawarin? Sejak kapan?" tanyaku dengan dahi mengkerut.
" Nah kan, gue udah duga akal-akalan si Keisha aja. Mana mungkin orang Kayak lo mau nawarin dia, atau malah mungkin dia yang maksa."
Aku hanya tersenyum mendengar kesimpulan yang diambil Rezy, padahal sudah biasa dia mendengarkan cerita tentang Keisha seperti ini tapi tetap kaget juga.
"Memangnya kapan dia bilang gitu?"
"Gue ketemu dia dua minggu yang lalu diacara Ronald yang lo nggak datang itu. Dia cerita katanya nanti dia masuk Royal, udah ditawarin sama Wika. Lha gue merasa lo nggak adil dong ... sialan Wika, Keisha ditawarin masak gue temen seperjuangan nggak ditawarin."
Aku tertawa mendengar ceritanya, " Dan kamu melupakan akal sehat langsung percaya ya.."
"Iya...semacam mejik, gue agak kena hipnotis waktu itu," keluh Rezy yang membuatku semakin melebarkan tawa.
Tidak berapa lama makanan pesanan kami datang. Kami makan sambil ngobrol yang ringan-ringan saja, sudah lama kami tidak ngobrol seperti ini, Rezy itu orangnya lucu dan sangat menghibur. Sudah hampir satu bulan ini aku tidak pernah bertemu Rezy.
"Wik nggak ada dokter cantik di sini?" tanya Rezi setengah berbisik.
"Ngapain nanya-nanya udah putus lagi?"
"Gue tuh gampang kalo cari cewek, gue cuman kasihan sama lo. Nggak di kampus nggak di tempat koas nggak di tempat Intern dan sampai sekarang dapat kerjaan ditempat semewah ini masih jomblo aja terus. Emang lo punya kutukan apa sih?"
Aku tertawa mendengar kalimat terakhirnya, bisa gitu dia berpikir soal kutukan, hidup dizaman apa sih dia? Emang aneh si Rezy ini.
"Kalau aku memang kena kutukan, memangnya kamu bisa bantu?" tanyaku sambil mengangkat satu alisku.
"Kita ke Pak Kyai untuk mengusir kutukan itu," jawabnya serius.
Aku tertawa lagi, memang Rezy jiwa menghiburnya tinggi sekali.
"Hai ... lagi ngumpul nih," sapa Arumi yang tiba-tiba muncul di belakangku.
"Halo Dokter Arumi Apa kabar long time no see," jawab Rezi sok diramah-ramahin. Aku paham sekali itu palsu.
"Kamu jarang main ke sini sih, jadi kita jarang ketemu, sama Wika aku ketemu setiap hari," jawab Arumi.
"Ya mulai hari ini gue datang setiap hari deh ke sini biar bisa lihat dokter Arumi," balas Rezy dan ditanggapi senyuman oleh Arumi.
"Aku mau pesan makanan dulu ya," pamitnya meninggalkan meja kami.
"Masih kayak dulu aja Wik?" bisik Rezy setelah Arumi berlalu. Rezy paling tahu cerita Arumi dan Keisha di masa lalu saat kami kuliah dulu. Bukannya aku geer, tapi jelas sekali persaingan kakak tingkat dan adik tingkat itu merebut perhatianku, sayangnya aku tidak tertarik sama sekali. Semakin mereka banyak aksi, aku semakin takut dan memilih menghindar, biasanya Rezy yang menjadi tameng dan itu membuat Arumi dan Keisha tidak terlalu menyukai Rezy.
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum tipis.
"Sekarang Arumi part dua ya ... Keisha belum muncul aja nih, apa lo pacarin aja Wik... lumayan pecah telor jomblo."
"Kalau menurut kamu itu worth it kenapa nggak sama kamu aja?"
" Wow wow ... jangan bilang dia bukan termasuk cewek worth it untuk lo pacarin Wik?"
"Nggak usah nanya kalau sudah tahu jawabannya."
"Oke kalau gitu Please tell me kayak apa yang masuk kriteria lo," tanya Rezy mulai kepo.
"Kayak Rani, Priska, Ana atau Ririn." jawabku asal.
"Cewek mana lagi tuh ... baru denger gue nama - nama koleksi lo." tanyanya heran.
"Eyang, nyokap, tante sama adekku."
"Eh si busyet... gue kira serius," ucap Rezy sambil melemparkan tisu yang sudah dikepalnya kepadaku dan bisa aku hindari.
"Ternyata yang bisa bikin Wika ketawa itu cuma Rezy ya," ucap Arumi yang langsung mengambil kursi lalu duduk disebelahku.
Aku langsung berdehem merubah ke stelan pabrik lagi. Sepertinya setelah ini mulai tidak asyik nih.
"kalau gue cewek mungkin Wika sudah naksir berat sama gue Jadi lo bisa pikir sendiri bahwa gue itu termasuk tipenya dia, makanya dia selalu ketawa karena bahagia dekat gue," jawab Rezy menanggapi omongan Arumi barusan dan itu membuat mataku melotot.
"Emangnya aku kaum Pelangi ya?" tanyaku tidak terima.
"Lo tuh denger yang bener, gue bilang kan kalau gue cewek, lah sekarang emang gue apa, bencong?"
Ah iya aku tidak mendengar pada bagian itu keburu nafsu mendengar dia menyebut dirinya adalah tipeku. Sialan banget Memang si Rezy ini.
"Oh ya Rez... minggu depan kami mau pergi ke acara pernikahan dokter Sari kamu diundang nggak?" tanya Arumi pada Rezy, aku yakin dia bermaksud pamer, maleskan berurusan dengan cewek kayak gini?
"Sari angkatan lo yang matanya sipit? Dia disini juga?"
"Iya bener, kami dulu masuknya bareng."
"Oh tapi gue nggak diundang," jawab Rezy.
Aku diam saja malas menanggapi karena perginya pun aku dipaksa. Padahal aku sudah bilang ke Sari tidak bisa datang karena jaga malam di Ugd. karena menghargai Arumi sebagai perempuan dan tidak enak juga Dokter Abim sudah mengajukan diri untuk menggantikanku makanya aku bersedia, kasihan Arumi bisa malu kalau aku menolak saat itu. Lagi pula ini acara pernikahan teman sejawat bukan untuk pergi kencan.
*
Sementara itu di Lantai 4 Rs Royal....
Jenny yang sudah mengirimkan rencana kerja kepada Pak Aryo dari beberapa hari yang lalu, kini sedang mendiskusikannya bersama sang atasan.
"Ini sudah bagus Jen, ini bisa kita lakukan sendiri atau mau memakai EO?" tanya pak Aryo.
"Ini masih skala kecil Pak, jadi tidak perlu sampai memakai jasa EO. Kita kan nanti bekerja sama dengan yanmed, Jadi cukup dengan personil intern kita aja."
"Rencana ini bisa kita terapkan sama dengan di Bandung atau kamu mau bikin perbedaan?"
"Bikin sama aja Pak, nanti kan di Jakarta lebih dulu. Kita lihat seperti apa antusias orang dengan produk baru ini, apakah acara yang kita buat menarik perhatian mereka untuk mencobanya. Setelah itu kita masih punya evaluasi waktu dua minggu sebelum lanjut ke Bandung, jadi kalau mau ada perubahan untuk lebih baik dalam acara, masih kita bisa rubah."
Pak Aryo manggut-manggut sambil menatap berkas yang ada di tangannya