Bab 13. Hari Pertama

1116 Kata
"Ada apa? Kau memanggilku?" Junno masuk ke ruangan di mana Adam berada tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. "Ada pekerjaan untukmu." "Bukankah aku memang sedang bekerja? Ini bahkan hari pertamaku melatih anak buahmu, dan belum mencapai setengahnya." "Lupakan tentang melatih anak buahku. Ada Rama dan Garin yang akan menanganinya." Adam bangkit dari kursinya. "Maksudmu?" "Seorang politisi dari partai pendukung pemerintah meminta jasa pengamanan kita. Dan dia menginginkan orang yang profesional." Dia menyerahkan data orang kepercayaan Bima kepada Junno. "Lalu? Berikan saja. Bukankah anggota kita banyak?" "Kau tidak dengar jika dia menginginkan yang profesional?" A dan mengulang kata-katanya. "Memangnya orang kita tidak profesional ya? Aku kira ...." "Jika dia menyebutkan orang profesional, itu artinya seseorang yang sudah ahli dan mahir di bidangnya." jelas Adam yang menyalakan televisi yang sedang memutar tayangan berita soal penembakan yang terjadi kepada Camelia. "Perempuan itu lagi? Apa faedahnya kau menonton hal seperti ini? Macam ibu-ibu saja." Junno setengah mengejek. "Maksudku, dia membutuhkan orang sepertimu karena yang perlu dijaga bukan orang biasa." "Jangan katakan kau memintaku untuk mengambil pekerjaan ini, Dam!" Adam tersenyum lebar. " Kau pintar juga rupanya? Hahaha." "Sialan!" "Jadi, dia membutuhkan orang sepertimu yang mengerti banyak hal. Termasuk menjaga keamanan seorang Camelia Abigail dari ancaman bahaya." "Apa?" Mendengar nama Camelia tentu saja membuat Junni bereaksi. "Yeah, tenaga dan kemampuanmu sangat dibutuhkan untuk menjaganya. Kau lihat ini?" Adam menaikkan volume tivinya hingga apa yang tengah dikatakan oleh pembaca berita terdengar cukup jelas. "Dua malam yang lalu seseorang menembak Camelia, dan motivnya belum diketahui sampai sekarang. Polisi masih mencari keberadaan pelakunya yang yang segera menghilang dari tempat kejadian tanpa meninggalkan barang bukti." "Serius? Sudah dua hari polisi belum menemukan pelakunya? Oh, yang benar saja! Bikin malu Rama saja!" Adam tertawa. "Itu bukan urusanku!" Dan pria yang disebutkan namanya itu muncul diikuti oleh Garin di belakang. "Serius. Sepertinya pelaku cukup profesional dilihat dari caranya menyerang. Maka, aku rasa yang dibutuhkan Bima untuk menjaga Camelia adalah kau." "Bima?" Junno, Rama dan Garin menyahut bersamaan. "Bima Sakti? Ada hubungan apa dia dengan artis itu?" "Bukan Bima Sakti, bodoh!" Adam menjawab. "Lalu Bima yang mana? Banyak sekali orang bernama Bima di dunia ini?" "Bima Adipura. Politisi dari partai pendukung pemerintah." "Ah, terserah saja lah. Aku tidak kenal siapa dia." "Kau tidak harus kenal, hanya harus bekerja saja padanya untuk menjaga Camelia." "Dan hubungannya dengan perempuan itu?" Garin tampak antusias. "Kau tidak usah tahu. Itu bukan urusan kita." "Hmm ... aku curiga ini ada apa-apanya ...." "Bukan urusan kita!" ulang Adam yang seketika membuat rekannya yang satu itu terdiam. "Ingat, tidak ada urusan pribadi yang boleh kita campuri karena ini soal profesionalitas saja. Kau hanya harus melakukan pengawalan untuk Camelia ke mana pun dia pergi, dan di mana pun berada. Dan prosedurnya tentu sudah kau mengerti." "Kau serius memintaku mengambil pekerjaan ini? Baru seminggu aku bekerja padamu sudah mau disingkirkan? Kau tidak suka padaku ya?" Junno berujar. "Tidak begitu, bodoh! Kau tahu bukan itu maksudnya." "Lalu mengapa kau tidak meminta Rama atau Garin saja?" "Mereka masih di pasukan hantu denganku, kau lupa?" Junno melipat kedua tangannya di d**a. "Kau ini berburuk sangka terus. Hanya karena Lingga menghianatimu, bukan berarti orang lain juga akan berbuat sama kepadamu." ucap Adam, sedikit menyindir. "Apa hubungannya dengan Lingga? Aku bahkan sudah lupa apa yang dia lakukan." "Haih, aku salah bicara. Sudah, pokoknya kau yang akan mengambil pekerjaan itu. Besok pagi kau harus datang ke rumah sakit untuk mulai." "Besok? Tidak salah?" Kini Junno yang bereaksi. "Tidak. Karena ini memang darurat." "Kau ini, sembarangan menerima pekerjaan, lalu sembarangan pula menentukan kapan aku harus mulai? Gila apa?" Pria itu menggerutu. "Bukankah sudah aku katakan jika ini darurat? Selama polisi belum menangkap pelaku penembakan, keadaan masih tetap genting. Dan penjagaan harus segera dilakukan. Itu menurut orang kepercayaannya Bima." "Lalu mengapa mereka tidak meminta pengawalan dari polisi saja? Bukankah lebih mudah?" "Entah, bukan urusanku juga." Junno memutar bola matanya. Lalu percakapan itu terhenti ketika ponsel milik Rama, Adam dan Garin berbunyi. Dan pesan yang sama pun mereka terima dari kontak 911. Yang membuat ketiga pria itu segera pergi karena panggilan tugas mereka. *** Dan di sinilah Junno, tepat di depan sebuah rumah sakit besar di Jakarta, menunggu seseorang datang menjemputnya untuk menjalankan tugas. Dia datang pagi-pagi sekali, bahkan sepertinya belum banyak orang yang datang dan tempat itu masih tampak lengang selain di unit pelayanan dan ruang gawat darurat. "Pak Junno?" Seorang perempuan berkacamata datang menghampiri begitu menyadari keberadaannya. "Ya?" Junno pun merespon. "Saya Lina, managernya Camelia." Lina mengulurkan tangan untuk bersama-sama, namun tak mendapatkan tanggapan dari Junno. Pria itu hanya menatapnya dalam diam dan tanpa ekspresi sama sekali. "Umm ... ehm." Lina berdeham untuk menetralisir kecanggungan. "Silahkan, Pak. Lewat sini." katanya yang kemudian menunjukkan jalan untuk menuju ke ruang perawatan Camelia di gedung tersebut. *** Seorang pria dengan stelan jas rapi berdiri membelakangi ranjang tempat perempuan cantik itu duduk setengah berbaring. Dia menatap pemandangan diuar jendela di mana gedung-gedung tinggi berada. Yang kemudian menoleh ketika mendengar langkah kaki memasuki ruang perawatan tersebut. "Pak Junno sudah datang, Pak." Lina berujar. Junno menganggukkan kepala, dan Bima menatapnya dari atas ke bawah. "Herjunno Abyaksa, Pak. Dari Adam's Associate. Saya memenuhi panggilan tugas atas perintah Adam." Dia memperkenalkan diri. "Ya, aku tahu." Bima menjawab. "Kau sudah tahu tugasmu, Bukan? Aku harap ya. Maka tidak harus menjelaskan lebih banyak lagi." Pria itu berujar. "Siap, Pak. Sudah." "Kau yakin bisa melakukannya? Karena aku membutuhkan orang yang benar-benar ahli di bidangnya." "Cih, orang ini mengejekku?" batin Junno, seraya melirik sekilas ke arah Camelia yang duduk dalam diam di ranjangnya. "Kau tahu apa saja yang harus dilakukan?" "Siap, Pak. Sudah tahu." "Bagus, jika Adam memerintahkan kepadamu, itu artinya kau memang punya kemampuan." "Hanya menjaga perempuan apa susahnya?" Dia bergumam dalam hati. "Baik, aku rasa itu cukup. Kau bisa memulai pekerjaanmu hari ini. Lakukan apa pun yang bisa kau lakukan untuk keselamatan Camelia, dan kau yang bertanggung jawab untuk segalanya." Bima maju dua langkah sehingga jarak mereka hanya setengah meter saja. Junno tetap berada di tempatnya berdiri, dan tak ada raut gentar sedikitpun di wajahnya. Lalu dia hanya mengangguk setelah mendengar ucapan pria di depannya. "Baiklah, aku harus segera pergi setelah ini. Tidak apa-apa?" Lalu Bima beralih kepada Camelia. "Ya, terima kasih." Perempuan itu menjawab. "Mungkin untuk beberapa hari ke depan aku tidak bisa menemuimu. Ada hal lain yang harus aku lakukan. Maka semuanya aku percayakan kepada Junno." Bima menoleh pada si pengawal di belakangnya. Camelia melirik sekilas, kemudian kembali mengangguk. "Sampai jumpa nanti?" Bima pun membungkuk kemudian mengecup pelipisnya dengan mesra. Dan hal tersebut sempat membuat Junno memalingkan pandangan ke arah lain, sementara Camelia tak bergerak sedikitpun. "Baik." Dia menjawab. Pria itu kemudian melenggang keluar ketika ajudannya muncul, dan mereka segera menghilang dibalik pintu. Sementara Junno segera berjaga untuk memulai pekerjaannya pada pagi itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN