Night 18: Kejadian°

1026 Kata
[Hubungi aku kalau kau perlu sesuatu. Imdad] "Huh!" Delisha merespon ketus pesan teks yang diterimanya. Pria itu rupanya keras kepala juga. Delisha menyimpan ponselnya dalam tas tangan lalu menyibukkan diri dengan berkas-berkas yang harus ditelitinya. Hari itu dihabiskan dengan mengurung diri dalam ruang kerja. Memikirkan betapa menjengkelkannya kelakuan Imdad Hussain, membuat Delisha mempertajam analisisnya terhadap kinerja Xin India. Xin Corp Pusat banyak mengucurkan dana pada Xin India terutama untuk kegiatan sosial. Delisha mencari kemungkinan penyelewengan oleh perusahaan baru ini. Apa CEO Imdad Hussain ini bisa diandalkan mengurus perusahaan dengan aset besar seperti Xin India? Dari ruang kerjanya yang berdinding kaca, Delisha bisa melihat kubikel para karyawan. Dia sekilas melihat Imdad Hussain bercengkerama dengan karyawan, terutama yang wanita. Mereka mengelilingi pria itu, mendengarkannya berbicara dan melontarkan lelucon konyol, memandanginya dengan tatapan kagum. Pria itu memang berpenampilan menarik, tetapi tidakkah mereka menyadari betapa menjengkelkan kelakuannya? Bermain-main dan merayu wanita! Benar-benar pemalas! Jam 8 malam, Delisha pulang bersama Vijay. Mereka mampir ke restoran Italia cepat saji dan makan piza di tempat. Delisha biasanya malas memperhatikan orang-orang karena penampilan mereka di matanya. Namun kali ini dia tertegun menatap meja di seberangnya. "Mm, ada apa, Nona?" tanya Vijay sambil menoleh sebentar ke arah yang dilihat Delisha. Sepasang lelaki dan perempuan tengah menikmati sajian spageti. Mereka berciuman ketika mulut keduanya menyeruput untaian spageti yang sama. Rasanya wajar saja melihat sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta bemesraan seperti itu. Vijay menatap Delisha yang masih mematung dan ia melihat ekpresi ketidaksukaan di wajah wanita itu. Vijay tidak berani berkomentar. Nona muda ini mungkin orang yang konservatif dan tidak suka romantisme. Vijay menunduk dan memilih menikmati piza di hadapannya. Delisha memakan pizanya dengan malas. Nafsu makannya hilang karena melihat dua orang tadi. Dalam penglihatannya, mereka adalah seekor tikus dan kecoa seukuran orang dewasa, sedang makan spageti, lalu berciuman. Benar-benar pemandangan yang merusak selera. Delisha sangat kelaparan karena seharian tidak makan akibat terlalu fokus bekerja, mencari kesalahan Imdad Hussain, mau tak mau dia harus makan kalau tidak ingin jatuh sakit. Selama di perjalanan pulang, Delisha tidak banyak bicara. Mereka tiba di Parnapuri, ke apartemen Vijay lagi. Setelah membersihkan diri dan mengenakan t-shirt serta celana piama, dia bersiap untuk tidur di ranjang tunggal milik Vijay, sementara si empunya apartemen tidur di ruang tamu. Kamar diterangi lampu tidur yang temaram. Dia meletakkan ponsel dan emblem The Lady di meja samping ranjang. Dia berharap malam ini dia bisa tidur nyenyak. Namun sesuatu datang mengganggunya. Dia berada dalam kegelapan lagi, berbaring terengah dan terasa berat menindih tubuhnya Dia bisa merasakan kakinya terbuka lebar. Sesuatu yang padat memasuki selangkangannya. Tubuhnya terguncang. Sesuatu membuncah dari dalam rongga di bawah pusarnya, membuat Delisha mendesah antara bingung dan panik. Sakit dan nikmat sekaligus. Sesuatu yang kasar dan dingin melingkari lehernya, mencengkeram kuat, membuatnya tak bisa bernapas. Dia megap-megap mencari udara. Tubuhnya berontak dan berusaha berteriak, tetapi semua itu sia-sia. Dia tak bisa menggerakkan tubuhnya. Dia tak bisa bernapas. Dia akan segera mati. Tidak! Bangun! Cepat bangun! Ini hanya mimpi! Sekuat tenaga Delisha berusaha keluar dari alam mimpinya. "Hhhhkk!" Tubuh Delisha terlonjak di tempat tidur dan menarik napas dalam dengan mata terbuka lebar. Tubuhnya penuh keringat dingin dan gemetaran. Jantungnya berdegup kencang dan napasnya pendek tersengal. Secara medis, Delisha dianggap mengalami Sleep Paralysis. Delisha mengira dia sudah bisa tenang karena terbangun dari mimpi buruk. Namun, dugaannya salah. Sesosok hitam kekar menempel di langit-langit kamar, tepat di atasnya. Dan sosok itu meluncur ke arahnya. "Sialan!" maki Delisha sambil berguling turun dari ranjang. "Grrr!" Makhluk itu mendarat di ranjang, menggeram dan mengeluarkan dengusan marah, menatap nyalang hendak memangsanya. Tubuh makhluk itu pendek, tetapi besar berotot, berkulit hitam legam ditumbuhi rambut-rambut kasar. Pundaknya bungkuk, kaki dan tangan yang besar lengkap dengan kuku-kuku runcing dan kotor. Telinga runcing, rahang besar membentuk moncong dan dua taring besar keluar dari mulut. Kain kotor compang-camping menutupi area pubisnya. Delisha mengernyit jijik. Ini bukan hantu, pikirnya. Auranya berbeda. Pancaran energinya lebih kuat dan terasa panas. Makhluk itu bangsa jin. Delisha melirik pada ponsel dan emblem The Lady di atas nakas. Mata makhluk itu mengikuti arah pandangannya. Delisha beradu cepat dengan makhluk itu. Dia berhasil meraih ponsel dan emblem, sedangkan makhluk itu melompat menerjang nakas. Lemari kecil itu tergeser dan barang-barang di atasnya, termasuk lampu tidur berjatuhan menimbulkan bunyi gaduh. "Arrrggh!" Makhluk itu semakin bengis menatap Delisha dan menerjangnya. Delisha melompat untuk menghindar. Makhluk itu berdebum membentur lemari. Daun pintu lemari retak dan menggantung separuh. Delisha sudah sering berhadapan dengan makhluk tak kasatmata. Dari pengalamannya, energi manusia masih lebih kuat dari makhluk halus jenis apa pun. Hanya saja tergantung kekuatan hati manusia itu sendiri. Makhluk itu berbalik dan menatapnya dengan mata merah menyalanya. Delisha menyiapkan emblem The Lady di telapak tangannya. Ketika makhluk itu menerjang ke arahnya lagi, dia meninju emblem The Lady ke da.da makhluk itu. Makhluk itu terpental sedangkan Delisha terhuyung mundur dan jatuh ke lantai, sisi kepalanya membentur tepian ranjang. "Ah, berengsek!!" Dia mengusap-usap kepalanya. Emblem The Lady tersebut rupanya mengeluarkan gelombang energi yang mendorong sekitarnya. "Nona Marianne!!" panggil Vijay dari luar kamar sambil menggedor pintu karena terkunci. "Nona, Anda baik-baik saja di dalam?" "Tentu saja tidak!" gumam Delisha pelan bicara pada diri sendiri. Dalam temaram, dia beradu pandang dengan makhluk buas yang sedari tadi hendak menerkamnya. Makhluk itu menggeram dan liur menetes dari sela gigi-gigi runcingnya. Mereka bergerak berhadapan bersiaga dengan kuda-kuda menyerang. "Kamu ini apa?" tanya Delisha sinis. "Apa yang kau inginkan?" ujarnya lagi sambil melangkah ke samping menuju sakelar lampu. "Grrrr!" Makhluk itu hanya bisa menggeram. Semeter lagi sakelar lampu dalam jangkauannya. Delisha melompat bersamaan makhluk itu menerjangnya. Untungnya emblem The Lady di tangannya mengenai makhluk itu. Makhluk itu terpental mengenai nakas. Lemari kayu itu hancur berkeping-keping, sedangkan Delisha terhempas ke dinding dan tubuhnya terasa remuk. Lampu dinyalakan membuat kamar terang benderang. Sosok makhluk itu terlihat jelas. Semakin jelas jeleknya. Delisha meringis menahan sakit dan kesal. Makhluk itu bangkit dan bersiap menerjangnya lagi. Kali ini Delisha membuat panggilan darurat. Untungnya yang ditelepon menjawab panggilannya. "Ya, halo?" sahut yang di seberang sana dengan suara malas. "Tuan Imdad, jemput aku sekarang juga!!" bentak Delisha marah dan hampir menangis. Ya, hampir membuatnya menangis karena orang yang terpikir olehnya dapat membantu adalah Imdad Hussain, orang yang sangat ingin dihindarinya. *** Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN