BAB VII

1192 Kata
Seekor burung datang kepada Driad yang menunggu dan duduk di sebuah batu besar dengan menatap kosong langit biru berawan yang ada di hadapannya. Burung merpati itu datang dan menghampiri kepala Driad, lalu mematuknya dengan sedikit kuat. “Kau mengagetkanku saja Petron,” ucap Driad dan menghela napasnya. Ini sangat membosankan pikirnya. Ya, Driad terjebak di wilayah ilusi bersama ketiga temannya itu yang sekarang sedang tertidur karena gas tidur yang diberikan oleh pasukan khusus dari Kota Vnayere. Untung saja Driad berhasil menangani semuanya dengan membuat portal mendadak, tidak lupa ia sembaragan memasuki koordinat acak yang membuat ia dan ketiga temannya itu terjebak di pinggiran Kota Vanxyere yang terkenal akan ilusinya. “Bagaimana? Kau sudah mendapatkannya Petron?” tanya Driad. Jangan tanya bagaimana Petron bisa menghampiri Driad walaupun mereka sedang terjebak di area ilusi. Itu semua karena Driad dan Petron memiliki alat penghubung satu sama lain yang membuat mereka berdua saling mengetahui keberadaan masing-masing, dan tentu saja alat itu dipasangkan di bagian otak Petron supaya intuisinya dan intelektual burung itu menjadi kuat. Petron turun ke pundak Driad dan menghubungkan koneksi antara AI yang tertanam di burung merpati itu dan AI yang tertanam di lensa kotak Driad. Beberapa saat kemudian Driad melihat banyak kilasan peristiwa yang dilihat Petron waktu ia ditugaskan dan sampailah saat Petron bertengger di sebuah gedung. Driad melihat seorang anak cowok yang keluar dari portal dan tidak berapa lama temannya datang, lalu mereka berdua masuk kembali ke portal dan- “Virus terdeteksi! Perangkat akan berakhir, menghapus semua data, dan mengaktifkan ulang!” ujar program AI yang ada pada lensa kotak Driad dan tubuh Petron. “Sialan! Bagaimana bisa terkena virus?” Driad mengepalkan tangannya dan lansung melepaskan lensa kotaknya sebelum itu akan melukai matanya. Tidak lupa Driad juga melepaskan sebuah pita kecil pada leher burung Merpati miliknya dan langsung membuangnya ke tanah, lalu menginjak keduanya sampai benar-benar hancur. *** “Apa kau sudah mengurusnya?” tanya Archel kepada Billy yang sedang mengerjakan sesuatu hal pada komputer milik Archel. “Sudah.. dan kau...” Billy menatap Archel. “Bagaimana bisa kau ketahuan oleh mereka? Bahkan dengan jelas kau dimata-matai.. maksudku... ini akan sangat fatal jika itu semua ketahuan pada akhirnya. Bukankan portal rumahmu ini sangat rahasia?” Billy terlihat kesal kepada kecerobohan temannya itu. “Yah bagaimana lagi? Aku juga tidak tau hal seperti itu akan terjadi,” elak Archel membela dirinya. “Kau harus memasang pengaman di area antara dua gedung besar itu.” “Aku mau, tetapi asal kau tau. Surat perizinan seperti itu akan sangat menyusahkan dan malah itu akan membongkar rahasia keluarga kami.” Archel memberikan penjelasan kenapa ia tidak pernah berani memasang kamera pengawas di portal pusat kotanya itu. Billy terdiam dan ia sepeti berpikir akan suatu hal. Billy emang termasuk ke dalam otak jenius diantara teman-temannya yang lain, biasanya Billy lah yang selalu menemukan jalan keluar atas permasalahan, sedangkan Archel lah biasanya yang menyelesaikan permasalahan itu dengan menggunakan solusi dari Billy. “Bagaimana? Kau menemukan caranya?” tanya Archel yang sedari tadi sudah menunggu solusi dari Billy. “Sebenarnya aku kepikiran untuk membuat hewan dengan memakai AI atau memasangnya di leher seperti Merpati yang tadi memata-matai kita, tetapi bukankah hal seperti ini seharusnya sudah terpikirkan olehmu dan keluargamu yang lain terlebih dahulu?” Billy sedikit tidak yakin dengan solusinya itu. Billy tau dengan jelas keluarga Archel merupakan keluarga ilmuwan yang cerdasnya bukan main, aneh aja baginya jika mereka masih belum menemukan cara dalam menjaga portal kecil di tempat mereka sering keluar dan pulang ke rumah. Hal itu seperti hal sepele yang sangat tidak mungkin mereka lewatkan. “Sudah terpikirkan oleh kami membuat pita burung dengan AI, tapi akan sangat sulit untuk mengendalikan pergerakan burung. Kalau membuat burung dengan AI, itu akan sangat mudah dan jika dipakai dia akan aman-aman saja. Tetapi dia pasti tidak akan selamat ketika robot patroli menjalankan tugasnya.” Archel berujar seraya memainkan Tabnya. “Lagian apa kau tau bagaimana cara membuat sayap yang dapat terbang?” tanya Archel dengan menaikkan sebelah alisnya melihat Billy yang menatapnya sedari tadi. “Ah... kau benar. Kenapa aku tidak terpikirkan tentang hal itu yah? Jadi pasti akan sangat sulit melakukannya...” ucap Billy. “Tapi... masih ada satu cara lagi yang mungkin dapat dilakukan!” seru Billy dan mengembangkan senyumnya seraya mengangkat telunjuk kanannya. “Apa itu?” “Pohon.” *** “Tania, apa kau tidak bosan membaca buku khayalan seperti itu?” tanya seorang Cowok dengan nada menyindir. “Setidaknya hobi aku lebih waras Van, daripa kau yang setiap hari berteman dengan binatang melata dan menjijikan itu.” Tania berujar dengan tubuhnya yang merinding. Ia kebayang beberapa kejadian lalu yang dimana saat ia memasuki rumah Vano, ia menemukan banyak ular dimana-mana. Bukan ular saja, bahkan Tania melihat banyak kelabang dan cacing. “Apa kau mau kubawakan hadiah seperti waktu itu?” goda Vano. “Vano sialan! Awas saja kalau kau sampai melakukan yang aneh-aneh. Asal kau tau, aku phobia dengan hewan melata. Mending kau memberiku hadiah seekor kelinci, rubah, atau kucing. Merekalah hewan yang sangat lucu sepertiku,” ucap Tania dengan berakhir memuji dirinya sendiri. “Entahlah, kau lebih seperti peliharaanku yang suka bergelantungan.” “Vano k*****t!” umpat Tania dan melemparkan n****+ tebalnya itu pada muks Vano yang tampan itu. Lemparan Tania itu sedikit meleset dan tepat mengenai kepala bagian depan Vano. “Arghh.. Apa kau tidak tau betapa pentingnya otak cerdas aku ini?” ujar Vano seraya mengusap-usap kepala dan rambut bewarna merahnya itu. “Brisik. Balikan n****+ milikku!” perintah Tania seraya mengulurkan tangannya. Mereka berdua berada di ruang tamu milik Vano, sebenarnya Tania malas. Hanya saja karena ada hal yang penting ia terpaksa ke rumah Vano. Vano yang pasrah hanya memberikan kembali buku Tania tanpa berkata apapun lagi. Entahlah, Vano tiba-tiba saja merasakan perasaannya yang kacau dan semangatnya menurun. Tania yang merasakan aura Vano berubah meliriknya dengan ujung matanya, “Kau tidak apa-apa?” tanya Tania sedikit khawatir. “Tidaak! Sepertinya mood swing aku kambuh lagi,” ujar Vano menyandarkan tubuhnya pada Sofa miliknya dan menengadahkan kepalanya. Ia menutup matanya menggunakan sebelah tangannya seakan menetralkan emosinya yang sekarang sedang kacau. “Sepertinya kau harus mengurangi bermain dengan berbagai peliharaanmu dan mulai berbaur dengan manusia lain,” ucap Tania. “Itu akan sangat sulit.” Vano membuka matanya dan terlihat warna merah matanya yang terlihat sangat indah seperti batu Ruby itu. Vano kembali melihat banyak berkas yang berserakan di meja tepat depan matanya. Dengan malas Vano kembali merapikan semuat itu. “Apa kau benar-benar tidak pernah melihat orang-orang yang hilang ini?” tanya Vano masih tidak percaya. “Kau tau sendiri kan ingatan yang aku miliki sangat kuat. Aku sudah menghapal semua wajah penduduk kota Vanxyere. Tetapi data mereka yang hilang bahkan sampai wajahnya pun itu sama sekali tidak pernah kuingat. Aku dan Papaku juga sudah mengecek di data pusat administrasi bagian kependudukan. Dan kau tau apa hasilnya? Mereka emang tidak pernah terdaftar. Aku curiga jika itu semua merupakan perbuatan bangsa sebelah untuk menakut-nakuti kita.” Tania berujar dan memberikan penjelasan singkat kepada Vano. Vano hanya bisa mengangguk dan menerima semua kenyataan itu. “Baiklah, sepertinya sekarang emang masih sangat abu-abu. Kalau begitu ayo kita buat janji temu dengan Hexaint.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN