BAB V

1618 Kata
“Hai! Bagaimana kabarmu?” tanya Archel saat memasuki ruangan isolasi khusus yang ada di rumahnya. Archel memasang sebuah tali yang mengingat seluruh beberapa bagian tubuh orang yang ada di ranjang eksekusinya, “Kalau kau masih tidak ingin menjawab, aku benar-benar akan menyiksamu sampai kau memohon dengan sungguh-sungguh. Kau akan mati? Tentu saja tidak, alat ini tidak akan membuat pemakainya mati, tetapi membuat pemakainya merasakan jutaan rasa sakit.” “Aku tidak takut dan tidak akan memberimu informasi apapun sialan!” Sebuah layangan benda tumpul berhasil mengenai wajah Pria yang ada di depan Archel, tentu saja yang memukul wajahnya itu adalah Archel sendiri. Kemudian Archel mengambil benda tumpul itu dan kembali memukulkannya pada tulang kering pria itu sampai retak dan membiru dengan cepat. “Arghh sial! b******n! Apa yang kau lakukan kepadaku? Liat saja mereka akan menemukanmu dan mencabik-cabik daging busukmu itu!” teriak Pria itu dengan penuh dendam kepada Archel. “Lebih baik kau mengatakan saja tentang informasi penting dari bansa sialanmu itu,” ucap Archel dengan nada penekanan. “Aku tidak tau apa yang kau maksud,” balasnya. “Sudahlah lebih baik kau merasakan siksaan ini terlebih dahulu,” kata Archel. Archel mengaktifkan alat yang sudah melilit pria itu dengan menekan tombol pada remote khusus yang sudah dirancangnya sejak awal. Alat itu mengalirkan sejumlah elektromagnetik pada tali yang melilitnya. Terdapat ribuan jarum kecil yang ada pada jarum dan langsung menancap ke tubuh Pria itu, sengatan listrik kecil mengalir dan mengenai syaraf yang merespon rasa sakit. Semakin lama seluruh syaraf ditekan dengan membuat radiasi panas pada jarum yang tertanam untuk menambahkan macam rasa sakitnya pada tubuh Pria itu, “Aarrrghhhh! Hentikan sialan!” teriaknya dengan suara yang sangat serak dan parau, hal itu tentu menandakan pria itu sudah kelelahan karena Archel menyiksanya seharian. “Tidak mungkin aku akan melepaskanmu secepat itu. Kau nikmati dahulu selama satu jam dan aku akan balik lagi ke sini. Semua hal itu akan terus berulang sampai kau mau bersedia menjawab semua pertanyaanku dengan jujur, benar, dan akurat. Jika tidak aku akan benar-benar membuatmu lumpuh dari segala indera yang kau punya.” Archel mengembangkan senyum tipisnya dan berbalik pergi keluar dari ruangan pengap itu. Archel kemudian menutupnya dengan rapat dan mengaktifkan kembali kedap suara pada ruangan itu. Saat itu juga suasana sunyi kembali secara perlahan. “Seperti ini kan tenang,” gumam Archel dan melihat ke kanan kiri. Ia sekarang bingung mau berbuat apa lagi, tapi sepertinya ia akan balik ke kamarnya dan mencari informasi bangsa alien yang tiba-tiba saja muncul sebulan yang lalu itu. Pada awalnya hal seperti alien atau kadal aneh tidak pernah ada muncul bahkan penelitian resmi pun yang sering diadakan tiap antar kota tidak menghasilkan apapun, karena emang pada dasarnya hal seperti itu tidak ada dan tidak mungkin ada. Tetapi sebulan yang lalu anehnya ada beberapa laporan dari mereka yang tinggal di pinggiran kota melihat seekor campuran kadal, cicak, dan laba-laba berbicara bahkan berjalan seperti manusia. Seminggu kemudian, terdapat juga beberapa laporan di area 4 blok D Kota Vanxyere bahwa terdapat manusia setengah kadal yang bentuknya sangat menjijikkan dan aneh. Bagian leher kebawah seperti manusia dan leher ke atas berbentuk kepala kadal. Dan dalam sebulan ini di area 4 dan 5 banyak terjadi insiden orang hilang bahkan menyentuh angka puluhan. Hal itulah yang membuat keluarga Archel turun tangan untuk mengatasi masalahnya dan sampailah dimana Archel mendapatkan salah satu dari mereka semua. Archel sekarang berada di kamarnya dan duduk di pinggiran ranjangnya seraya memainkan Tabnya. Ia mencoba membuat sebuah kerangka ilustrasi untuk sebuah pedang dan baju anti gores. Hal ini mungkin akan bisa berguna nantinya jika mereka perang dengan bangsa aneh tersebut. Walaupun sebenarnya Archel yakin mereka akan benar-benar berperang dengan sangat mengerikan. Maka dari itu untuk menghindarkan semua hal itu terjadi Archel dan keluarganya harus bertindak terlebih dahulu. *** “Lia! Bisa kau ambilkan pisau itu!” perintah seseorang kepada Lia yang berada di sampingnya sebagai asisten dalam hal mengoperasi seorang manusia yang sekarang berada di depan mereka berdua. Bagian perutnya sudah dibedah dan terbuka lebar, memperlihatkan daging segar bewarna merah yang membuat Lia sedikit khilaf saat melihatnya. Lia mengambil sebuah pisau bedah kecil yang ia juga sebenarnya tidak tau gunanya apa, ia diminta untuk ikut saja dalam operasi darurat kali ini oleh teman disampingnya itu, karena suster yang selalu bersamanya sedang sakit, jadi terpaksa Lia menggantikan suster itu demi menyelamatkan nyawa seseorang. “Apa penyakitnya separah itu?” tanya Lia sedikit khawatir dengan temannya itu yang sepertinya sangat kesusahan dalam menangani pasiennya kali ini. Walaupun sebenarnya Lia tidak pernah melihat temannya itu melakukan operasi, tetapi Lia tau ia kesusahan dengan keringat yang mengucur deras itu, Lia tau temannya itu sedang gelisah. “Tidak terlalu, kau tenang saja, aku akan memotong ususnya dengan cepat. Ini sepertinya sedikit sulit, tetapi kau harus menahan hawa napsumu ketika melihat darah yang mengucur nanti. Dan lakukan semua hal yang kusuruh, oke?” ucap teman Lia dengan cepat. “Baik Delvin,” jawab Lia dan mengangguk mantap. Benar, meskipun Lia suka sekali sama daging mentah yang segar dan penuh darah, tetap saja ia harus menahan napsunya itu demi menyelamatkan manusia di depannya itu. Selama prosedur pengoperasian itu, Delvin dan Lia melakukan semuanya dengan sangat baik. Sampai tidak terasa akhirnya Delvin berhasil memotong usus buntu pasiennya dan mulai kembali menjahit bagian luka yang terbuka lebar. Tidak berapa lama Delvin mulai kembali menjahit perut pasien bagian bawah dengan jarum dan benang medis. “Semuanya berjalan lancar. Aku awalnya sempat khawatir denganmu yang tidak akan tahan melihat darah yang begitu banyak, bagaimana bisa kau mengatur napsumu? Bahkan kau membantu mengelapkan darah yang kecipratan di mukaku. “Sudah menjadi kewajibanku bukan? Walaupun aku menyukai daging segar, aku tidak akan mungkin memakan daging manusia Delvin,” jawab Lia dengan kesal. “Baiklah aku mempercayaimu, lain kali kau akan kuajari untuk belajar anatomi tubuh manusia agak kemampuan membela dirimu dapat berguna dengan maksimal.” “Ayolah, aku sudah sangat paham dengan bagian vital tubuh, tetapi jika kau memaksaku untuk melakukannya, aku tidak akan keberatan.” “Kau seperti biasanya, terlihat sangat tinggi hati.” Delvin tertawa kecil melihat tingkah Lia yang selalu saja jual mahal. “Terserah kau mau bilang apa,” ketus Lia. Mereka berdua akhirnya saling terdiam, karena Delvin sudah sampai dalam titik akhir pekerjaannya. “Gunting,” ucap Delvin seraya mengangkat tangan kirinya. Lia langsung memberikan gunting tepat di tangan kiri Delvin dengan posisi yang sudah benar. Delvin mengambilnya dan langsung menggunting benang medis itu. “Selesai!” seru Delvin dan langsung meregangkan tubuhnya. “Ini sangat melelahkan,” keluh Delvin. “Kau saja kelelahan apalagi aku,” sindir Lia. “Iya-iya aku akan mentraktirmu makanan!” ucap Delvin dengan memutar bola matanya malas. Mereka berdua pun setelahnya menuntaskan pekerjaannya dan membawa pasien ke ruangan inap. *** “Athalia Oliviany Kinara!” teriak Delvin memanggil nama Lia dengan lengkap di sebuah restoran tempat Delvin berjanji untuk mentraktirnya. Lia yang mendengar itu pastinya sedikit dibuat malu oleh temannya yang emang tidak punya malu itu, bagaimana tidak malu? Hampir sebagian manusia yang ada di retoran itu sekarang melihat dirinya yang sedang berjalan bak model. “Sialan! Delvin b******n, membuat malu saja,” “Ya! Delvin Ezeline Kaza! Kau membuatku malu saja. Dan untuk apa kau menyebut nama lengkapku? Kau seperti ingin membongkar identitasku ke publik saja,” kesal Lia dan sedikit berteriak saat ia sudah tiba di meja. “Bukankah sudah seharusnya penduduk Vanxyere mengetahui siapa sosok putri tunggal dari perusahaan persenjataan dan produk elektronik ternama bukan?” Delvin tertawa dan mengucapkan perkatannya itu dengan nada mengejek Lia. “Sialan! Kau kira sekarang ini zaman kerajaan? Tidak ada hal seperti debutante saat sekarang ini.” Lia menghentakkan kakinya kesal dan langsung duduk di kursi tepat di depan Delvin. Lia mengibaskan rambut panjangnya yang bewarna coklat gelap dan bergelombang indah itu. Mata bewarna Emerald itu menatap tajam Delvin di depannya. Baju Blouse bewarna krim s**u dan celana coklat s**u membuat perpaduan warna yang sangat manis di tubuh rampingnya. “Kau sangat cantik sekali,” puji Delvin. “Jangan menghinaku Delvin,” “Tidak, aku berkata dengan jujur sekarang.” Ucapan Delvin itu hanya dianggap angin lalu oleh Lia. Mata Delvin yang bewarna Ruby dan sangat cocok dengan rambut silvernya itu sekarang sedang menatap kegiatan Lia yang sepertinya sibuk dengan isi tasnya dan kemudian Delvin melihat Lia mengeluarkan sebuah laptop minimalis sahabatnya itu yang sangat suka dibawanya kemanapun pergi. “Apa kau ingin membuat kekacauan lagi?” tanya Delvin dan pastinya perkatannya itu menyindir Lia. “Brisik, aku hanya ingin membantu Billy,” ketus Lia. “Ayolah, Billy tidak mungkin kan membutuhkan bantuan dari orang sepertimu?” ucap Delvin kembali dan tepat menusuk hati terdalam Lia. “Ya, tapi setidaknya aku lebih cerdas dari orang yang hanya suka menghina sepertimu!” Delvin tersenyum kecil, “Aku tau kau penasaran dengan bangsa sebelah yang aneh itu,” “Ssssttt! Diam! Apa kau lupa? Kita berada di tempat umum, bagaimana jika ada yang mendengarkan perkataanmu?” “Tenang saja, hal itu tidak akan terjadi. Aku memakai alat ciptaan Ayahmu yang dapat membuat sebuah ruang kedap suara hanya dengan memanfaatkan partikel udara,” ucap Delvin santai. “Oh.. sejak kapan itu diciptakan?” Lia mengernyit dan mencoba memikirkan hal yang belakangan ini terjadi di rumah. “Sudahlah, kau kan pelupa. Akan lebih baik kau sekarang makan bersamaku dengan khitmad. Nanti aku akan memberi beberapa rekaman yang mungkin dapat kau gunakan untuk menyelidiki bangsa sebelas,” ucap Delvin. “Benarkah? Baiklah! Kalau begitu..” Lia menutup laptopnya dan menyingkirkannya ke samping. Ia memasang wajah berbinar ketika melihat ternyata banyak makanan kesukannya di depan matanya, “Mari kita makan!” seru Lia menyambung perkatannya. Delvin hanya bisa tersenyum melihat tingkah polos teman di depannya itu. Ya, setidaknya ia punya bakat bela diri untuk menjaga dirinya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN