Happy Reading and Enjoy
Mila memilih sayuran segar yang berada diatas gerobak Bang Ipul, tukang sayur yang selalu keliling komplek perumahannya setiap pagi. Berhubung sedang weekend dan Mila memiliki kebiasaan untuk stay dirumah atau hang out bersama Mia, jalan-jalan di Mall berdua, atau belanja bersama.
“Mbak Mila, lagi dirumah?” Tanya ibu-ibu yang juga sedang membeli sayur, Mila kurang hafal dengan nama tetangga disekitarnya, selain dia memang cukup jarang di rumah dia juga enggan berkomunikasi dengan ibu-ibu di komplek ini.
“Iya, Bu” jawabku singkat.
“Mbak, laki-laki yang dulu sering dateng kok udah nggak pernah kelihatan sih” gerakan tangan Mila terhenti ketika ibu itu bertanya.
Mila hanya tersenyum sebagai jawaban, inilah salah satu yang tidak disukainya ketika ia kenal dengan orang orang dilingkungan sekitar. Mereka terlalu banyak mencari tau apa yang harusnya tak mereka ketahui.
“Apa mbak Mila nggak kesepian, udah hampir 5 tahun cerai belum nikah lagi, apalagi mbak Mila kan masih muda” lanjutnya semakin mengorek informasi darinya.
“Maaf bu, saya masih ada orang tua sama anak, saya juga punya teman, kenapa saya harus kesepian?” Tanya Mila pada ibu-ibu itu. Namun bukan jawaban yang dia dapatkan, melainkan senyuman menggoda yang dilontarkan juga oleh ibu ibu lainnya.
“Ahh… Mbak Mila pasti tau maksud saya, kesepian di ranjang, Mbak” katanya sambil menyenggol lengan Mila, menggoda. Wajah Mila yang awalnya biasa-biasa saja langsung berubah merah padam, bukan malu, melainkan menahan marah.
Apa pekerjaan ibu ibu itu hanya mencari tau bagaimana urusan ranjang tetangga mereka? Atau bahkan mereka berbagi pengalaman diatas ranjang pada tetangga lainnya?
“Bang, Ini berapa?” Tanya Mila pada Bang Ipul yang tampak santai seolah memang sudah terbiasa seperti itu, Mila mengabaikan ibu-ibu yang tengah berbisik mengatakan bahwa dia sombong, Mila tak peduli.
“Ohhh 24 ribu, Mbak” jawab Bang Ipul.
Mila langsung memberikan uang 25 ribu kemudian meninggalkan segerombolan ibu-ibu itu, Mila bahkan tak peduli dengan bang Ipul yang memanggilnya karena belum memberikan kembalian uang Mila.
“Kenapa, Mil?” Tanya Yuni yang sudah berada di dapur.
“Apa janda itu identik dengan kesepian, Bu? Kenapa semua orang menganggap kalau Mila kesepian?” Tanya Mila sambil meletakkan kantong kresek diatas meja kramik dapurnya.
“Ibu-ibu diluar tanya apa emang?” Tanya Yuni setelah Mila mendengar wanita paruh baya itu menghela nafas.
“Mereka tanya apa Mila nggak kesepian di atas ranjang? Apa ibu-ibu disini lebih mempedulikan ranjang orang lain? Atau gimana sih Bu?” Tanya Mila kesal.
“Itu makanya ibu sering tanya kenapa kamu nggak nikah lagi, orang lain bebas berasumsi, dan kita nggak bisa bikin mereka semua diam, dengan kamu menikah lagi, mereka semua akan bungkam dengan sendirinya, kamu mengerti kan maksud Ibu?”
Mila meneguk air dingin dengan kasar.
Dia menatap halaman belakang yang tertata rapi, tak menyahuti perkataan panjang Yuni. Mila memang sempat berfikir akan menikah lagi, 3 tahun yang lalu, bersama Bayu. Tapi melihat tatapan Mia malam itu, dia merasa bahwa Mia adalah segalanya, dia harus mempertimbangkan banyak hal. Ada Mia yang akan masuk dalam kehidupannya bersama Bayu, jika mereka menikah kala itu.
Mila bukan wanita yang egois, mementingkan kebahagiaannya dan mengorbankan perasaan orang lain, apalagi anaknya.
“Ibu yakin, kamu bisa menutup telinga dan nggak peduli dengan perkataan orang lain saat ini, tapi apa akan selamanya begitu, Mil?”
***
Angel Café adalah cofe shop milik Mila, berbagai macam kopi ada disini, dan sangat di incar oleh pecinta kopi. Sejak berakhirnya hubungan Mila dengan Bayu, wanita itu memilih resign dari kantor pajak yang dulu tempat dia bekerja, dan beralih membuka usahanya sendiri.
Angel itu adalah nama tengah Mia yang diberikan oleh Jerico, katanya Mia adalah malaikat mereka saat Mia lahir.
Tabungannya tak seberapa kala itu, namun sang Ayah –Dani- memberikan uang yang awalnya secara cuma-cuma sebagai bentuk modal, namun Mila menolak. Lalu Dani mengatakan bahwa itu adalah uang pinjaman tanpa batas waktu, dan setelah 3 tahun berjalan, akhirnya Mila mampu mengembalikan semua modal yang Dani berikan padanya.
“Bu” panggil Yura, karyawan yang bertanggung jawab ketika ia belum datang atau tidak datang ke café. Yura yang baru saja melihat bos’nya turun dari mobil langsung keluar dari Café, memberitahu kalau ada tamu untuknya.
“Kenapa, Ra?” Tanya Mila sambil menekan tombol kunci otomatis di mobilnya.
“Ada tamu, Bu. Udah nunggu dari 1 jam yang lalu, saya udah bilang ibu datengnya siang, tapi beliau tetep mau nunggu” terang Yura.
“Saya kenal?” tanyanya pada Yura.
“Mungkin, soalnya beliau bilang kenal sama ibu” Mila mengangguk.
“Dimana?”
“Di meja nomor 9 di pojok” Mila mengangguk dan kemudian pamit meninggalkan Yura yang kembali ke tempatnya.
Mila sangat tau punggung berbalut kemeja biru langit itu.
“Mas”