Aron mengikuti rencana Ziva dan Arrabela. Sebenarnya ia tidak ingin melakukannya namun ketika ia ingat apa yang dilakukannya dimasa lalu pada Ema ia menjadi sedikit khawatir jika Ema akan pergi lagi ketika mereka bertemu. Ia tidak mungkin menyakiti Ema seperti dulu dengan mengurung Ema dan membuat Ema takut padanya.
Aron menghela napasnya ketika ia ingat bagaimana ia begitu kejamnya menjadikan Ema sebagai sasaran tembaknya dengan meminta Ema memegang apel diatas kepalanya. Belum lagi Aron sengaja membawa para wanita-wanita cantik yang memujanya untuk berpesta bersamanya hingga tanpa sadar ia menyakiti hati Ema.
"Apa kau sedang mengingat dosa-dosamu?" tanya Zava ketika ia memilih model kaca mata untuk dikenakan Aron saat ia akan menemui Ema.
"Tutup mulutmu Zava!" ucap Aron kesal.
Zava Andromeda adalah Kakak kembar Ziva Andromeda kakak ipar Aron. Zava sebenarnya juga pernah menjadi kakak iparnya tepatnya Zava itu adalah mantan istri Evans. Kisah cinta yang rumit bagi Aron karena Evans tidak mencintai Zava yang telah ia nikahi dan memiliki wajah yang sama persis dengan kembarannya yaitu Ziva. tapi Evans jatuh cinta kepada Ziva dan menikahinya. (baca: Mafia and Me).
Saat ini mereka berada dikediaman Zava karena Zava tidak diizinkan suaminya pergi ke kediaman Cristopher tanpa dirinya. Darren suami Zava adalah seorang dokter dan juga rekan kerja Aron di Rumah sakit. Keduanya tidak memiliki hubangan baik karena sifat Aron yang sombong dan dingin.
"Kau harus terbiasa memakai kaca mata dan gaya bicaramu harus berubah. Kau akan menghadapi putri kecilmu dan buka para gengster diluar sana yang terbiasa dengan sikap kejammu itu!" ucap Zava membuat Arrabela dan Ziva tertawa.
"Kau harus sering-sering berlatih dan tersenyum!" ucap Ziva.
"Aku pasti terlihat seperti seorang i***t jika menuruti kalian!" kesal Aron membuat mereka semua tertawa.
"Hahaha, terserah kau Aron, jika kau tidak bisa berubah jangankan anakmu ingin memelukmu, melihatmu saja aku pastikan ia akan takut. Wajah tampanmu ini mungkin akan membuat para wanita bertekuk lutut tapi tidak dengan anakmu!" ucap Zava.
"Iya Om, terkadang aku juga masih takut kalau melihat mata dan ekspresi wajah Om yang dingin itu!" ucap Arrabela membuat Ziva dan Zava tersenyum.
"Nah ini yang cocok!" ucap Zava memakaikan kaca mata itu ke mata Aron dan kemudia membuat poni Aron agar rapi.
"Kalian mau membuat aku jadi culun?" tanya Aron kesal.
"Namanya juga penyamaran jadi harus total Ron!" ucap Zava. "Ayo sekarang coba senyum!" perinta Zava.
Aron menatap ketiganya dengan kesal namun ketika mengibgat ia bisa membawa pulang wanitanya dan anaknya membuatnya mengangkat sudut bibirnya berupaya untuk tersenyum.
"Hahaha itu bukan senyum sinis namanya. Kalau seperti itu kau masih seperti penjahat!" ucap Zava.
"Aku bukan penjahat!" kesal Aron.
"Tapi Dokter mafia. Hampir sama loh Om hanya saja kita Mafia baik ya Om bukan mafia jahat!" ucap Arrabela.
"Ayo senyum lagi!" pinta Zava membuat Aron menghela napasnya dan ia kali ini berusaha untuk tersenyum seperti apa yang diinginkan Zava.
Aron mengembangkan senyumanbya dsn membuat Zava dan Ziva saling berpandangan, lalu keduanya tersenyum. "Berhasil" ucap Ziva.
"Kau harus tersenyum setiap kali berpapasan dengan rekan kerjamu!" ucap Zava.
"Sekali kau menunjukkan kemarahanmu dan wajah angkuhmu didepan Ema pasti dia akan menyadari kalau Aron. Awalnya Ema pasti akan terkejut saat melihatmu taoi jika kau berpura-pura tidak mengenalnya dan terbiasa dengan sikap ramahmu pasti Ema akan mengira kalian itu hanya mirip" jelas Ziva.
"Oke" ucap Aron.
Arrabela mendorong dua buah koper ke hadapan Aron. "Ini koper berisi identitas baru Om, dokumen kerja dan pakaian Om" jelas Arrabela, ia kemudian menujukkan senyum manisnya "Aku menolong Om dengan tulus Om tapi heheheh berikan aku mobil sportmu yang tahan peluru!" ucap Arrabela membuat Aron menajamkan matanya.
"Jadi ini ketulusan kamu nak? Ckckck Ziva kau memang pandai mendidik anak" ejek Aron membuat Ziva tersenyum.
"Dia sama seperti Papanya" ucap Ziva karena sifat Arrabela yang pemberontak membuat Evan sangat sulit untuk mengendalikan kenakalan putrinya itu.
"Bagaimana Om? Apa Om mau mengurusi dokumen dan segalanya sendirian? Aku hanya ingin membantu Om agar Om bisa segera pergi menemui Ema dan anak Om" jelas Arrabela membuat Aron sepertunya memang harus merelakan mobil sport andalannya itu menjadi milik keponakannya.
"Oke" ucap Aron.
"Yes, terimakasih Om" ucap Arrabela memeluk Aron dengan wajah yang luar biasa senangnya karena akhirnya ia bisa menembak melawan musuh-musuhnya dengan mudah karena memiliki mobil ini.
"Seminggu lagu setelah urusanku disini selesai aku akan pergi menemui Ema. Ararabela" panggil Aron.
"Iya Om".
"Minta orang suruhanmuyang berada disana menjaga istri dan anakku. Aku tidak ingin musuh-musuhku mengetahui keberadaan mereka dan memanfaatkannya!" ucap Aron.
"Siap bos" ucap Arrabela.
***
Sudah dua minggu Amora bersekolah disekolah barunya. Menjadi anak baru tidaklah mudah, apalagi orang-orang kota terlihat begitu kaya bagi Amora. Amora lebih memilih bermain sendiri dan menepi dari keramaian ketika jam istirahat. Ibu gurunya sedikit khawatir melihat sikap Amora yang tertutup bahakan hanya berbicara seperlunya saja.
"Amora sedang menggambar apa?" tanya Emil. Emil adalah wali kelas Amora dan ia sering memperhatikan Amora karena bukan hanya cantik dan imut, Amora ternyata sangat cerdas melebihi anak seusianya.
"Gambar pemandangan Bu" jelas Amora.
Emil tersenyum dan mengelus rambut Amora yang dikepang dua oleh Ema. "Tema kita menggambarkan keluarga Mora, kenapa yang digambar pemandangan?" tanya Emil.
amora mengehbuskan napasnya "Mora hanya punya Mama Bu, nggak jadi keluarganya nggak lengkap" jelas Amora membuat Emil menatap Amora dengan sendu. Amora menggerakan crayon miliknya diatas buku gambar dengan serius.
"Jadi Papa Amora kemana?" tanya Emil.
"Mora nggak tahu Bu, Papa dimana? Kata Mama Papa kerja di tempat yang jauh" ucap Amora sendu membuat Emil menyesal menanyakan tentang orang tua Amora.
"Lanjutkan gambarnya ya nak!" ucap Emil sambil melangkahkan kakinya meninggalkan Mora dan mendekati anak-anak yang lain.
Amora menatap sendu pemandangan yang ia gambar kemudian ia membalik lembaran buku gambarnya dan disana terdapat gambar dua orang perempuan. Satu wanita dewasa dan satunya lagi anak kecil bertuliskam namanya sedangkan disebelahnya hanya ada tulisan Papa namun Mora tidak menggambarkan sosok Papa di buku gambarnya.
Mora nggak tahu Papa Mora seperti apa. Batin Amora.
Pukul dua belas biasanya Ema menjemput Amora, namun karena banyak pasien hari ini Ema akhirnya terlambat menjemput putrinya itu. Saat ini jam menujukan pukul satu, Ema sedang bergegas menjemput Amora, udara dingin tidak membuat Ema mengurungkan niatnya untuk menjemput Amora karena Putrinya itu pasti telah lama menunggunya. Ia mempercepat langkahnya karena kahawatir dengan Amora. Ema sempat membaca berita mengenai pencurian anak dan tidak ingin nyawanya itu di renggut darinya. bagi Ema, Amora adalah nyawanyanya. Jika terjadi sesuatu kepada putrinya itu tidak ada alasan lagi ia bertahan hidup di dunia ini.
Ema tersenyum saat melihat Amora sedang menunggu sendirian didepan pintu sekolah. Sesekali satpam sekolah mencoba mengajak Amora berbicara. Ema sebenarnya ingin menitipkan Amora hingga pukul lima sore tapi ia tidak punya cukup uang untuk membayar uang penitipan anak.
"Mora" panggil Ema membuat Amora tersenyum dan segera mendekati Mamanya lalu memeluknya.
"Sudah lama menunggu Mama?" tanya Ema.
"Baru Ma" ucap Amora membuat Ema merasa jika putrinya ini tidak ingin membuatnya khawatir. Amora putri kecilnya terlihat begitu dewasa dari umurnya membuat Ema khawatir.
Ema memegang tangan Amora dan tersenyum kepada satpam yang menjaga Amora sejak tadi. ia juga mengucapkan terimakasih kepada satpam itu. Mereka melamgkahkan kakinya menuju Apartemen, Ema sebernarnya tidak tega meninggalkan putrinya sendiri dirumah tapi apa boleh buat ia belum terlalu mengenal tetangga Apartemenya. ia juga tidak bisa mempercayai orang lain dengan muda. Ema mengajak Amora bernyanyi disepanjang jalan hingga membuat beberapa orang yang juga berjalan di trotoar sama seperti mereka tersenyum saat mendengar suara Ema dan Amora yaang asyik bernyanyi. Mereka sampai di Apartemen, Ema segera membuka pintu apartemen.
"Ma, Mora lapar" ucap Amoraa.
Ema segera mengeluarkan kotak makanan yang ia dapatkan dari rumah sakit membuat Mora melompatkan tubuhnya karena senang "Yey, pasti makananya enak ya Ma" ucap Amora.
"Ini ada ayam goreng buat Mora" ucap Ema. ia tersenyum melihat kebahagiaan putri kecilnya. Ema sebenarnya merasa lapar namun ia melihat jam menunjukkan pukul dua dan ia harus bergegas kembali ke rumah sakit.
"Amora, Mama mau kembali kerumah sakit. Jam empat sore , Amora mandi dan nani jam enam akan ada makanan didepan pintu. Mora buka pintunya ketika pengantar makananya sudah pergi ya nak!" pinta Ema.
"Iya Ma" ucap Amora.
"Dan kalau ada yang datang jangan pernah membuka pintunya ya nak!" pinta Ema memperingatkan putri kecilnya itu.
"Iya Ma" ucap Amora. Ema mendekati Amora dan memeluk Amora dengan erat. ia kemudian mencium dahi Amora dan segera mengambil tasnya.
"Mama pergi Amora" ucap Ema.
"Iya Ma hati-hati" ucap Amora.
Ema keluar dari Apartemen dan segera menutup pintu Apartemen, ia merapikan jaket yang ia pakai dan segera melangkahkan kakinya menuju rumah sakit. Ema tidak menyadari jika saat ini ia sedang diikuti oleh dua orang bodyguard. orang-orang itu adalah orang suruhan Aron untuk menjaga Ema dan Amora. Beberapa menit kemudian ia sampai di Rumah sakit, Ema segera menuju UGD dan beberapa perawat tersenyum padanya.
Ema memeriksa tekanan dara para pasien yang baru saja datang. Seorang pria tampan mendekati Ema dan berdiri tepat disamping Ema. "Jadi ini yang namanya Ema, suster cantik yang baru saja bekerja disini selama dua minggu, kenalkan namaku Daniel" ucapnya. Ema menatap wajah tampan Daniel yang saat ini mengulurkan tangganya.
"Ema Dok" ucap Ema, ia bisa menebak jika Daniel adalah seorang Dokter karena jas putih yang dipakai Daniel.
"Apa kamu punya waktu untuk makan malam bersamaku Ema?" tanya Daniel membuat Ema tersenyum.
"Maaf dok saya mempunyai anak yang masih kecil dan saya harus segera pulang jika pekerjaan saya selesai!" jelas Ema membuat seorang suster tersenyum sinis menatap Ema.
Ema memnag sangat cantik, kecantikannya bertambah saat ia melahirkan Amora. Tubuhnya yang kurus saat ini menjadi berisi dan semakin seksi. Tentu saja kecantikan wajah dan kemolekan tubuhnya membuat banyak pria menyukainya. Tapi Ema selalu berusaha menolak laki-laki yang mencoba mendekatinya dan selalu mengatakan jika ia memiliki seorang putri membuat para laki-laki lajang mundur. Apalagi Ema selalu menunjukkan sikap dinginya kepada mereka.
"Kita bisa mengajaknya jika kau mau!" ucap Daniel.
Daniel adalah seorang dokter bedah yang cukup terkenal di kota ini, namun kisah cintanya dengan banyak perempuan juga menjadi pembicaraan khususnya di Rumah sakit tempat ia bekerja. Para suster dan Dokter dirumah sakit ini yang memiliki wajah cantik dan tubuh seksi pasti pernah naik keatas ranjangnya.
"Saya permisis Dok" ucap Ema meninggalkan Daniel yang saat ini ditertawakan Dokter David yang merupakan Dokter yang bertanggung jawab di UGD.
"Ema Adriana, dia suster yang paling cantik dan menarik di UGD. ia juga memperlakukan para pasien dengan lembut. Ema sangat cuek dude dia tidak akan mudah kau rayu seperti wanita lain" ucap David memegang bahu Daniel.
Sementara itu setelah memeriksa pasien dan mengambil haasil laboratorium Ema segera menyerahkannya kepada suster kepala yaitu suster Sanas. "ini hasil labornya Sus" ucap Ema.
"Ini sudah pukul delapan, kasihan putrimu jika kau terlambat pulang Ema!" ucap Sanas.
"Aku akan segera bersiap pulang Sus, terimakasih karena Suster Sanas sangat baik padaku!" ucap Ema membuat Sanas tersenyum.
"Aku susah payah membujuk temanmu agar membujukmu bekerja disini. aku juga tidak mungkin mengabaikan putri cantikmu yang lucu itu" ucap Sanas membuat Ema menatap Sana dengan tatapan terimaksih.
"Berikan kecupan sayang dan pelukan kepada putrimu dariku. jika kita libur dihari yang sama aku akan mengajakmu dan Amora jalan-jalan di kota ini!" ucap Sanas.
"Tentu saja Sanas" ucap Ema memeluk Sanas dengaan erat.
Ema segera pamit pulang, ia mempercepat langkahnya agar ia bisa cepat sampai di Apartemennya. Ema merasa ada seseorang yang mengikutinya. ia tidak menyadari jika saat ini Ema sedang diawasi oleh kamera pengintai yang Aron perintahkan kepada para pengawalnya agar ia bisa melihat waja Ema wanitanya yang sangat ia rindukan. Ema menghembuskan napasnya, hidup penuh ketakutan karena sosok laki-laki yang ia cintai sekaligus ia benci membuatnya sangat menderita. Jika Aron muncul dihadapanya dan membawa putrinya pergi mungkin ia memilih untuk mati saat itu juga.
Sementara itu Aron yang sedang duduk dimarkasnya tersenyum menatap Ema yang semakin lama semakin cantik. ia ingin sekali memeluk Emanya, perempuan cantik yang membuatnya gila karena kehilangan perempuan itu. Satu-satunya wanita yang ia inginkan dan juga ibu daari putri kecilnya. Sebenarnya Aron ingin sekali membawa paksa Ema dan Putrinya sekarang juga tapi ia mengyrungkan niatnya karena takut Ema akan menyakiti dirinya sendiri dan berusaha pergi lagi dari hidupnya.
"Kau tidak akan pernah lepas dari hidupku sayang!" ucap Aron saat melihat Ema melangkahkan kakinya dengan cepat . Emanya berjalan di trotoar kota light yang memiliki cuaca dingin. "Kenapa kau keras kepala sekali Ema, Kau tinggal memintaku untuk melakukan apa yang kau mau tapi kau terlalu takut padaku. jika aku ingin membunuhmu, aku sudah lama melakukannya sayang" ucap Aron menatap pergerakan Ema dengan sendu. sebenarnya ia sangat terluka karena Ema sangat membencinya apalagi Ema menuduhnya membunuh keluarganya. Aron bahkan ingin melindungi ibu dan adik Ema namun ia terlambat karena mereka telah terbunuh. Aron bahkan membunuh orang-orang yang menyakiti ibu dan adik-adik Ema saat itu juga.