Hanya Kekosongan

1008 Kata
Sampai di kamarnya, Archie segera menuju ke kamar mandi. Rasanya lelah sekali menghadapi hari - hari. Terhitung semenjak ia menggantikan sang Ayah, Eriko Virendra, sebagai pemimpin Virendra Inc pusat. Ia tak lagi bisa menikmati hidup seperti manusia pada umumnya. Hidupnya hanya sebatas kerja kerja dan kerja. Kalau ditanya apa Archie tidak bosan. Tentu jawabannya iya. Rasanya ia ingin kabur, meletakkan semua pekerjaannya, dan hidup bebas. Tapi ini soal komitmen dan tanggung jawab. Ia tidak mungkin lari dari kenyataan. Karena kenyataan itu untuk dihadapi, bukan untuk ditinggal kabur. Archie menyibak ke belakang rambutnya yang basah karena guyuran air shower. Seluruh lekuk tubuhnya terasa lebih rileks dengan guyuran air dingin. Sedikit menghilangkan rasa penat dan lelah. Dulu ia punya seorang pelipur lara dan penyemangat. Raya. Satu - satunya wanita yang bisa merebut hatinya secara utuh. Meski Archie jarang memiliki waktu dengannya, namun di setiap waktu mereka memiliki kesempatan untuk bertemu, semuanya terasa indah dan menyenangkan. Tapi sekarang semua tinggal kenangan. Raya sudah meninggal. Hanya tinggal Archie sendiri. Archie yang bahkan sampai sekarang belum percaya dengan fakta bahwa Raya - nya benar - benar sudah tiada. Hanya beberapa saat saja sebelum pernikahan mereka dihelat. Tapi Tuhan lebih menyayangi Raya. Archie mematikan air shower. Ia berjalan dengan mengusahakan kedua tangannya di wajah untuk menghilangkan sisa guyuran air supaya tidak masuk dalam matanya. Archie kemudian memakai handuk putih sebatas pinggang, kemudian keluar dari kamar mandi. Tetes demi tetes air dari rambut dan tubuh Archie membasahi setiap inci lantai yang ia injak. Archie menatap ke jendela yang menghubungkan dengan balkon. Di luar begitu cerah dan indah. Tapi Archie sama sekali tak ada minat untuk keluar sekadar untuk mencari hiburan. Archie bahkan tidak tahu apa yang aka membuatnya senang jika pergi ke luar. Ia sudah lupa apakah ia punya hobi? Apakah ia punya tempat kesukaan? Archie sudah lupa. Ia sudah lupa dengan bagaimana hidupnya sebelum ia menjadi seorang pemimpin perusahaan. Yang ia ingat hanya kenangan - kenangan dengan Raya. Raya selalu tahu tempat asyik untuk mereka kunjungi bersama. Selalu Raya yang diberi kuasa oleh Archie untuk menentukan ke mana mereka akan pergi untuk bersenang - senang. Lalu kenapa Archie tidak pergi saja ke tempat - tempat yang dulu pernah ia kunjungi bersama Raya? Jawabannya, tentu saja karena semua kini tak lagi sama. Bayangkan saja, Archie pergi sendiri ke tempat yang dulu ia kunjungi berdua dengan Raya? Yang ada Archie akan merasakan kekosongan yang lebih dibandingkan sekarang. Archie mengenakan kaos oblong putih dan juga celana training warna hitam. Benar - benar tidak tahu harus melakukan apa. Kemudian ia memutuskan untuk berbaring di ranjang. Ia memejamkan mata, berharap bisa tidur. Seja dulu Archie memiliki gangguan tidur. Ya, memang seklise itu. Ia mulai memiliki gangguan tidur terhitung semenjak menjadi CEO. Dan gangguan tidurnya menjadi lebih parah setelah Raya pergi. Kadang dalam 24 jam Archie tidak tidur sama sekali. Ia diserang rasa pusing dan juga seluruh badan yang terasa remuk karena tidak bisa beristirahat dengan benar. Dan keesokan hari, ia kembali harus menjalani rutinitas sebagai pemimpin. Sampai Archie bingung, sebenarnya hidupnya ini untuk apa. Ia punya segalanya, tapi tidak tahu bagaimana cara menikmati semuanya dan menjadi bahagia. Tiba - tiba kedua mata Archie kembali terbuka. Matanya tertuju kembali pada balkon. Apa yang membuatnya tiba - tiba begini? Ia ingat dengan Freya. Masih ingin tahu bagaimana keadaan kaki gadis itu. Archie pun bangun dari posisi berbaringnya. Ia beranjak menuju ke balkon. Entah apa tujuannya. Mungkin karena kemarin ia melihat Freya di balkon, mungkin saja kan ia akan berada di sana lagi sekarang? Sampai di balkon, Archie langsung menengok ke arah kanan. Namun yang ia lihat hanya kekosongan. Tidak ada Freya di sana. *** Freya berjalan cepat menuju pelataran hotel Hexagon. Taksi online yang dipesannya sudah menunggu. Freya berkomunikasi dengan sang driver yang telah membuka kaca jendela. "Pak Athar?" tanyanya memastikan apakah ia benar driver yang dipesannya atau bukan. Seseorang itu hanya mengangguk. Sebenarnya orang itu nampak masih sangat muda. Hanya saja Freya di bank terbiasa memanggil semua orang dengan sebutan Pak atau Bu. Driver itu memakai topi kupluk dan kaca mata hitam. Nampak kurang ramah sebenarnya. Tapi ya masa bodoh. Yang penting ia bisa segera kembali ke hotel Halim a tempatnya menginap. Freya agak buru - buru karena ia ingin segera melanjutkan rencananya untuk menarik perhatian Archie. "Tujuan kita ke hotel Halim, benar?" Driver itu mencoba memastikan. "Iya, betul." Tanpa bicara apa pun lagi, driver itu segera menjalankan mobilnya. Kalau boleh Freya jujur, sebenarnya mobil ini tergolong mobil mahal dan mewah. Ada salah satu 'pelanggannya' yang juga memiliki mobil seperti ini. Sepertinya terlalu mahal dan mewah untuk digunakan sebagai taksi online. Freya sempat curiga sebenarnya saat membaca nama driver yang ia dapatkan. Namanya mirip seperti adik Archie, Athar. Di fotonya pun sang driver masih nampak muda. Freya belum terlalu hafal dengan wajah Athar. Karena baru satu kali melihat saat pemakaman Raya. Itu pun tidak lama. Freya yakin, seseorang di foto itu bukan Athar adik Archie. Lagi pula mana mungkin anak seorang konglomerat menjadi seorang driver taksi online? Ketika melihat mobil ini tadi, Freya agak curiga lagi sebenarnya. Karena mobil ini mewah dan mahal. Bukan sembarang orang yang bisa membelinya. Tapi Freya lagi - lagi tetap pada pendiriannya. Tidak mungkin anak seorang konglomerat menjadi seorang driver taksi online. Apalagi kelak Athar pun akan sama seperti Archie. Menjadi CEO di Virendra Inc. Mungkin Athar akan memegang anak perusahaan di kota lain. Sekitar 10 menit kemudian, mereka akhirnya sampai di hotel Halim. Driver itu segera turun untuk membukakan pintu untuk Freya. Freya tadi sempat ingin memberinya nilai di bawah bintang lima karena ia bukan seseorang yang ramah. Karena hanya diam saat menyetir, tidak mencoba ngobrol apa pun dengannya. Kesannya ketus sekali dan juga sombong. Freya jadi merasa insecure. Apa ia kurang cantik, sehingga tidak menarik di mata driver itu? Tapi karena perlakuannya yang baik, Freya berubah pikiran. Ia akan tetap memberi nilai bintang 5. Kalau dipikir - pikir, bisa jadi driver itu lebih memikirkan keselamatan. Sehingga ia hanya diam saat menyetir supaya bisa konsentrasi penuh. "Terima kasih," ucap Freya tulus. "Sama - sama." Freya pun akhirnya berlalu. Ia segera masuk ke hotel. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN