11. Punished Her! No, Papa, I Like Her!

1178 Kata
“Ampun!” Tiara langsung melompat dari ranjang dan berlutut di depan kaki David. “Ampun, jangan bunuh saya!” David menghentikan langkah, lalu meraih rambut milik perempuan yang sedang berlutut di depannya. Perempuan buruk rupa ini terus gemetar ketakutan sambil menahan sakit karena rambutnya dijambak. “Kalau tidak kubunuh, lantas apa fungsimu di tempat ini?” geram David seraya masih menjambak rambut Tiara, hingga kepala gadis itu mendongak. “Kau tidak bisa jadi pelayan di tempat ini, sebelum aku menidurimu! Masalahnya, aku tidak sudi tidur dengan perempuan buruk rupa sepertimu!” Mendengar ucapan demikian, Tiara langsung merinding. Dia membayangkan semua perempuan pelayan yang sejak kemarin bertemu dengannya. Apakah semua perempuan itu kehilangan perawannya dengan David? Ini semua tidak masuk akal! “Ampun, lepaskan aku!” Isak tangis terdengar dari Tiara. Gadis itu memegangi tangan David yang sedang menjambaknya untuk mengurangi tarikan yang menyakiti kulit kepala. David memang langsung melepaskan jambakan tersebut, tapi dengan membanting tangannya hingga Tiara tersungkur di depan kamar. Pria dengan logo petir di sisi kepalanya tersebut langsung berjalan keluar dan meninggalkan gadis cengeng nan buruk rupa yang sedang menangis di sana. Beberapa langkah David pergi, kemudian ada dua orang pria yang menggunakan jas hitam menghampiri Tiara. Penampilan orang ini tidak seperti preman biasanya, lebih rapi dan necis, tapi tatapan mereka lebih menakutkan. “Bawa dia!” titah salah satunya. Kemudian salah seorang lagi, langsung mengangkat Tiara dengan menariknya lengannya. Memaksa gadis itu berdiri, hingga terseret pergi. Sayup Tiara mendengar dari belakangnya, ada suara-suara perempuan yang bicara dengan lirih. “Kau tambahkan apa tadi di bedaknya?” “Aku tidak tambahkan apa-apa, itu wajahnya yang sensitif.” “Kalau Tuan David marah pada kita bagaimana?” “Itu bukan salah kita, dia yang jelek, kenapa kita yang disalahkan!” “Setidaknya perempuan Tuan David tidak bertambah lagi.” “Stevy, kau seperti senang sekali jika perempuan Tuan David tidak bertambah, apa kau takut kalah saing?” Tiara lalu tak lagi mendengar percakapan tersebut karena dia diseret untuk turun dari lantai. Entah para preman ini membawanya ke mana. Sementara itu, setelah suasana hatinya rusak karena wajah buruk Tiara, David pun ingin menetralkan pikiran dengan datang ke kamar Ethan. Dia ingin melihat apa yang sedang dilakukan oleh anaknya di saat seperti ini. “Apa yang sedang kau gambar, Ethan?” Seperti biasa, David akan menyapa dengan suara bernada ceria pada Ethan. Meski apa pun yang ia lontarkan, tak akan mendapat jawaban apa pun. Sebagai seorang ayah, dia tetap bisa tersenyum lebar pada Ethan. Anak itu sedikit pun tak menggubris apa yang dilakukan oleh David. “Maukah kau kubantu?” tawar David sembari membawa palet warna. Ethan diam saja, tapi dia mengarahkan kuasnya pada palet warna yang diangkat oleh David. Itu artinya anak ini setuju dengan bantuan papanya. “Kau kekurangan warna hijau, biar kutambahkan!” ujar David yang mengambil pasta berwarna hijau, lalu mengarahkannya pada palet. “Ops, warna hijaunya ... agak berbeda!” Laki-laki bertubuh besar itu kebingungan mencari pasta warna yang sama. Tapi, tangan Ethan tiba-tiba memegang tangan David. Pria itu tercengang! Lalu tanpa diminta, tangan Ethan mengangkat tangan papanya dan meletakkan di atas salah satu pasta dengan warna putih. “Oh, kau mencampur pasta hijau ini dengan pasta putih?” tanya David. Ethan pun mengangguk. Melihat hal itu, hati David luar biasa senang. Ini adalah pertama kalinya dia berinteraksi dengan Ethan sejauh ini. Semangatnya pun menyala kembali, saat ia mengeluarkan isi dari pasta putih dan mengaduknya. “Sempurna, aku membuat warna yang sama, kan, Tuan Seniman?” tukas David. Ethan tak merespons lagi, tapi anak ini langsung mengambil kuas dan mengoleskan warna dari palet tersebut. Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh Ethan saat ini adalah sesuatu yang pernah anak ini lakukan bersama Tiara. ** Flashback, beberapa hari yang lalu ... “Jadi ... Ethan sangat menyukai kelinci, karena hewan itu baik?” Tiara bertanya sambil menunjuk gambar milik Ethan. Seperti biasa, Tiara akan selalu bicara pada anak itu walau dirinya akan diabaikan oleh Ethan. “Boleh aku menentukan warna kelinci yang lucu? Aku ingin dia berwarna coklat muda. Nuansa pastel sangat cocok dengan kelinci-kelinci yang imut,” ucap gadis itu dengan girang. “Kau tahu warna yang cocok dengan keinginanku?” tanya Tiara. Ethan menatap pada tempat pasta warnanya berjajar. Lalu dia diam sambil terus melihat ke arah yang sama. “Kau ingin aku mengambil salah satu?” Tiara kini sudah meletakkan tangannya di atas wadah pasta warna. Tapi dia belum mengambilnya. Ethan masih diam, kemudian dia melirik ke arah pasta warna, tangan Tiara, dan juga wajah Tiara secara bergantian. Perempuan yang sangat menyukai anak kecil itu tersenyum, dia mengerti dengan kebimbangan Ethan. Kemudian, dengan lembut dia mengangkat tangan kiri Ethan dan meletakkan di atas tangan kanannya. “Arahkan tanganku, pasta warna mana yang harus kau pakai?” tutur Tiara sambil menggerakkan tangan Ethan. Anak itu tersenyum lebar, lalu mengarahkan tangan Tiara pada salah satu pasta warna dan beberapa yang lainnya. “Baiklah, aku akan mengeluarkan pasta-pasta ini ke palet warna milikmu!” Ethan mengarahkan Tiara dan dia juga menunjukkan bagaimana cara mengaduk pasta untuk menghasilkan sebuah warna. Flashback End ** David dan Ethan sedang sangat menikmati waktu mereka bersama. Ini adalah pertama kalinya, Ethan merespons dirinya, untuk itu momen ini merupakan momen yang sangat indah bagi David. Pimpinan mafia yang keras itu, sesekali menatap anaknya dengan pupil yang bergetar karena perasaan haru. Sekeras apa pun seorang pria, dia akan menunjukkan sikap yang hangat setelah menjadi seorang ayah, begitulah David. “Waw, kau menggambar apa ini? Indah sekali!” Ethan saat ini sedang menggambar danau dengan air yang hijau dan juga bunga-bunga teratai di atasnya. Sekeliling danau, ada pohon-pohon besar yang memenuhi. “Kau mewarisi bakat menulis dari mama. Dia pasti senang melihatmu sangat jenius dalam menggambar seperti ini.” Tangan David mengusap dengan lembut belakang kepala Ethan. “AAAAAAA!” Sebuah teriakan terdengar dari lantai satu. Ethan spontan menoleh dengan wajah yang sangat tidak biasa. Di tempat ini, sudah biasa ada hal-hal seperti itu, tapi baru sekarang Ethan menunjukkan atensinya terhadap teriakan di luar sana. “Tak perlu digubris, Papa ingin melihat gambarmu!” “TOLONG, AMPUNI AKU!” Suara dari lantai satu terdengar meraung lagi. Ethan langsung menatap pada papanya. Tak biasanya Ethan merespons suara dari luar, sebising apa pun, anak ini pasti mengabaikan. Tapi kali ini, Ethan meletakkan kuasnya, lalu anak itu turun dari kursi dan berjalan ke luar. “Ethan?” panggil David dengan lembut. “Kau mau ke mana?” tanya David lagi. Saat ini, Ethan sedang melihat ke arah lantai satu melalui celah railing pembatas depan kamarnya. “Kau tidak perlu melihat itu!” David melirik ke arah lantai satu, di sana terdapat Tiara yang sedang diikat tangan dan kakinya, lalu hendak diseret keluar oleh para anak buah David. Spontan David langsung menutup mata anaknya agar tak melihat hal tersebut. “TOLONG ....” Suara Tiara meraung lagi. Kemudian mata bening Ethan menatap pada papanya. “Papa ... Ethan suka belajar dengan Bu Guru Tiara.” Suara itu sangat jelas bahkan tidak ada artikulasi yang salah. David langsung menganga sambil menatap anaknya. “Ethan ... kau bisa bicara?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN