Episode 6

1686 Kata
FLASHBACK 2 TAHUN YANG LALU!!! Gabriel terbangun saat ponselnya berbunyi, dia lantas duduk bersender di kepala ranjang. Gabriel lalu mengambil ponselnya yang berada di atas meja, lalu mengangkat telepon... "Halo?" "Gabriel, kamu nanti berangkat kuliah kan?" "Iya, emangnya kenapa kak?" "Kamu mau nggak nolongin kakak? Hari ini kakak nggak bisa anter Arlan sama Arlin berangkat sekolah, kamu mau kan antar mereka sekolah hari ini?" "Emangnya Kak Nai mau kemana?" "Kakak ada pekerjaan penting hari ini yang nggak bisa kakak tinggal. Tolong kakak ya, anterin Arlan sama Arlin berangkat sekolah." "Oke, nanti aku mampir ke sana Kak." "Makasih banget Gabriel." "Sama-sama Kak." Gabriel beranjak dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Setelah selesai bersiap-siap, Gabriel mengambil kunci motor lalu pergi dari sana. Gabriel mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi, namun saat Gabriel mengambil ponselnya di saku jaketnya, seseorang tiba-tiba menyebrang, Gabriel langsung menginjak rem secara mendadak, namun dia kehilangan keseimbangan, hingga akhirnya motornya terpeleset lalu terjatuh. Gabriel duduk, membersihkan tubuhnya yang sedikit kotor. Gabriel meringis, tubuhnya sakit karena tergores aspal. Jaket bagian lengannya juga sobek. "Kamu nggak papa? Aku minta maaf." Gabriel mendengar suara lembut seorang perempuan. Gabriel melepashl helmnya lalu mendongak, sesaat Gabriel tertegun melihat sosok perempuan didepannya itu. Entah kenapa Gabriel merasa ada sesuatu yang aneh dalam dirinya saat menatap mata perempuan itu. Gabriel berdiri, "Gue nggak papa." Gabriel lalu mengangkat motornya, karena motornya yang sangat berat, Gabriel menahan tangannya yang sakit. Perempuan itu mendekat, dia terlihat khawatir sekaligus merasa bersalah, "Kamu beneran nggak papa?" Gabriel mengangguk, dia naik ke motor lalu kembali menjalankan motornya. Perempuan itu menghela nafas, untung saja mereka masih baik-baik saja. Perempuan itu lalu bergegas pergi, dia sudah sangat terlambat berangkat kerja hari ini. Gabriel sampai di rumah Nai, dia lalu masuk ke dalam rumah. Gabriel melihat Arlan duduk di ruang tamu. Gabriel duduk di sampingnya,"Arlan, mama mana?" "Mama lagi dikamar sama Arlin." Tak lama Nai keluar bersama dengan Arlin, dia lalu menyapa Gabriel yang sudah berada di rumahnya, "Gabriel, kamu udah disini ternyata." Gabriel mengangguk, Nai mengernyit saat melihat jaket dan celana Gabriel yang sobek, "Gab, jaket sama celana kamu kenapa sobek-sobek gitu?" "Tadi ada sedikit kecelakaan di jalan, tapi aku nggak papa kok." "Beneran nih nggak papa?" "Iya Kak." "Maaf ya kalo kakak ngerepotin kamu, tapi kakak bener-bener butuh bantuan kamu Gab." "Nggak papa, aku justru seneng bisa nganterin Arlan sama Arlin sekolah." Ucap Gabriel seraya mengelus rambut Arlan. "Kalo gitu, kakak pergi dulu ya, nanti setelah pekerjaan kakak selesai, kakak jemput mereka di rumah." Gabriel mengangguk, Nai lalu pergi lebih dulu. "Kalian udah siap berangkat sekarang?" Arlan dan Arlin mengangguk, "Siap Om." "Oke, kita berangkat sekarang." Mereka keluar dari rumah lalu naik ke atas motor. Arlin duduk di depan, sedangkan Arlan duduk di belakang. Gabriel lalu menjalankan motornya dengan pelan. 30 menit, Gabriel sampai di taman kanak-kanak. Mereka lalu turun dari motor. Gabriel menggandeng tangan Arlan dan Arlin, lalu mengantarnya ke kelas mereka. Saat Gabriel hampir sampai, dia justru melihat perempuan yang tidak asing sedang berada di depan pintu kelas. Gabriel masih ingat wajah perempuan itu, wajah perempuan yang hampir dia tabrak. Jadi, perempuan itu mengajar disini? Pikir Gabriel. "Kenapa Om berhenti, ayo masuk. Ibu guru udah di depan kelas." Gabriel menautkan kedua alisnya, dia lalu berjongkok dan bertanya pada Arlan, "Ibu guru?" "Iya, namanya Bu Renatta." "Renatta?" Ucap Gabriel sangat pelan. Gabriel berdiri, "Kalian bisa ke kelas sendiri kan? Om tunggu disini aja ya." Arlan dan Arlin mengangguk, karena kelasnya juga sudah dekat, Gabriel masih bisa memantau mereka sampai masuk ke dalam kelas. Sebelum masuk ke kelas, Arlan dan Arlin mencium tangan gurunya. Gabriel menatapnya dari jauh, tiba-tiba seorang anak kecil berlari dan tidak sengaja menabrak tangannya. "Maaf Om." Ucap anak tersebut. "Nggak papa." Renatta melihat Gabriel, dia merasa seperti mengenal Gabriel, tapi Renatta tidak mengingatnya, berbeda dengan Gabriel yang masih dengan jelas mengingat wajah Renatta. Anak yang menabrak Gabriel adalah anak terakhir yang masuk ke kelas, setelah itu Renatta juga masuk ke kelas. ******* Semua murid berlarian keluar dari kelas, Gabriel kini tengah menunggu Arlan dan Arlin keluar. Semua murid kecuali Arlan dan Arlin sudah keluar, tak lama mereka keluar bersama dengan Renatta. "Arlan, Arlin, mama kalian belum jemput ya?" "Hari ini bukan mama yang jemput, tapi Om Gab." Ucap Arlin. Renatta mengangguk, "Ohh, terus Om kalian mana?" Arlan lalu menunjuk Gabriel yang tengah duduk membelakanginya. "Ayo, Ibu anterin kalian." Renatta lalu mengantar mereka, sesampainya di belakang Gabriel, Renatta berkata, "Maaf, apa anda Om dari Arlan dan Arlin?" Gabriel membalikkan tubuhnya, mereka saling menatap satu sama lain. Renatta mengernyitkan dahinya, dia merasa pernah melihat laki-laki di depannya itu, rasanya tidak asing. Gabriel mengangguk pelan, lalu menarik tangan Arlan dan Arlin, "Ayo, kita pulang sekarang." Gabriel lalu membawa Arlan dan Arlin pergi, namun langkahnya terhenti saat Renatta berkata, "Tunggu dulu." Renatta berjalan dua langkah, "Apa kita pernah bertemu? Saya seperti pernah liat kamu, tapi aku nggak ingat dimana." Gabriel terdiam, Renatta lalu menatap jaket Gabriel yang robek seperti terkena goresan. Renatta baru ingat kalau tadi pagi dia hampir saja tertabrak motor, dan Renatta masih ingat orang yang mengendarai motor itu memakai jaket yang sama seperti Gabriel. "Kamu yang tadi pagi kan? Ya, saya yakin kamu orang yang mau nabrak saya tadi pagi." Gabriel berbalik, "Lo yang nyebrang nggak liat-liat. Untung aja gue bisa ngerem, kalo nggak lo bakal ketabrak!" Renatta mengangguk, ini memang salahnya karena menyebrang sembarangan, "Saya minta maaf, tadi saya buru-buru. Kamu beneran tidak apa-apa? Apa perlu ke rumah sakit?" "Nggak perlu. Lain kali kalo mau nyebrang harus hati-hati." Gabriel mengatakan itu agar Renatta lebih berhati-hati lagi, dia tidak ingin kejadian tadi pagi terulang lagi. Entah kenapa Gabriel tidak mau terjadi sesuatu dengan Renatta. Renatta mengangguk, lalu mengulurkan tangannya, "Saya Renatta, guru Arlan dan Arlin." Gabriel tidak membalasnya, dia hanya menatap tangan Renatta dengan satu alis terangkat. Merasa diabaikan, Renatta menurunkan tangannya. "Ayo, kita pulang." Gabriel kembali membawa Arlan dan Arlin pulang. ******* Gabriel kini tengah berada di ruang keluarga bersama dengan Arlan dan Arlin. Mereka tengah menunggu Nai untuk menjemputnya. Tidak lama kemudian Nai datang. "Arlan, Arlin?" "Mama...." Nai mengelus kepala kedua anaknya itu, lalu menatap Gabriel, "Makasih ya Gab, udah mau bantuin kakak. Maaf juga karena udah buat kamu bolos kuliah gara-gara jemput Arlan dan Arlin." "Nggak papa." "Kalo gitu kita pamit pulang dulu, sekali lagi maaf udah ngerepotin Gab." "Arlan, Arlin, ayo!" Mereka lalu pergi dari rumah Gabriel. Setelah mereka pulang, Gabriel merebahkan dirinya di sofa. Tiba-tiba saja dia terbayang wajah Renatta, cantik tapi tidak berlebihan, terlihat sangat sederhana dan apa adanya. Gabriel merasa bertemu dengan sosok perempuan yang selama ini dia inginkan. Entah Gabriel harus berterima kasih pada Nai atau tidak, karena berkat dia, Gabriel bisa bertemu dengan Renatta. Gabriel tidak pernah merasakan perasaan seperti ini pada perempuan manapun, tapi saat pertama kali melihat Renatta, Gabriel merasakan rasa yang selama ini Gabriel tidak pernah rasakan pada perempuan lain. Mungkin ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama... atau mungkin hanya rasa suka saja karena sebelumnya Gabriel tidak pernah mencintai siapapun. Tiba-tiba ponsel Gabriel berbunyi, dia lalu melihat siapa yang meneleponnya. Saat sudah tau, Gabriel tidak mengangkatnya, dia justru meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Berulang kalo ponselnya berbunyi, Gabriel mengabaikannya karena Gabriel sedang malas berbicara dengan orang yang kini meneleponnya. Rupanya sang penelepon tidak menyerah, orang itu terus saja menelepon Gabriel tanpa henti. Gabriel yang sudah sangat emosi, terpaksa di mengangkat telepon itu.. "Halo Gab? Lo kemana aja si? Kenapa lo nggak angkat-angkat telepon gue hah? Lo lagi dimana? Sama siapa?" Belum juga Gabriel berbicara, orang itu sudah memberondongi pertanyaan. Hal itu justru membuat Gabriel semakin risih. "Kenapa lo telepon gue?" "Hari ini lo kemana? Kenapa lo nggak berangkat kuliah? Gue tadi nyariin lo, gue tanya sama temen-temen lo, tapi mereka pada nggak tau. Lo sebenernya kemana si? Gue khawatir tau sama lo." Lebay. Memang itu yang membuat Gabriel tidak pernah menyukainya. "Gue ada urusan." Jawab Gabriel dengan singkat. "Urusan apa? Kenapa lo nggak bilang sama gue? Kenapa---" "Chelsea cukup!" Gabriel memotong pertanyaan Chelsea. Perempuan bernama Chelsea itu langsung diam. "Gue mau kemana, atau ada urusan apa, yang jelas itu bukan urusan lo, jadi lo nggak usah ikut campur." "Tapi Gab---" "Udah cukup, jangan coba-coba buat telepon gue terus. Kalo lo tetep ngelakuin itu, jangan harap lo bisa liat wajah gue lagi di kampus. Ngerti!" Setelah memberi peringatan, Gabriel mematikkan teleponnya. Gabriel sudah sangat lelah dengan Chelsea karena tidak habis-habisnya mengejar-ngejar Gabriel dari awal masuk kuliah. Sedangkan di luar sana, Chelsea mengerucutkan bibirnya kesal. Chelsea sangat merindukan Gabriel, tapi Gabriel tetap saja bersikap cuek padanya. Gabriel duduk, dia mengusap rambutnya ke belakang dengan kasar. Kemudian Grace, ibunya datang menghampirinya. Grace duduk di samping Gabriel, "Gab, kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan?" Gabriel mendongak menatap ibunya seraya tersenyum tipis, "Gabriel baik-baik aja. Mama kenapa keluar? Harusnya mama istirahat aja dikamar." "Mama bosan di kamar terus, jadi mama mau keluar sebentar." Fyi, Grace memang sekarang dalam kondisi tidak sehat, dia mengidap penyakit leukimia sejak lama, dan sekarang Grace tengah menjalani pengobatan. Beberapa hari yang lalu, Grace sudah melakukan operasi di luar negeri. "Gimana kondisi mama?" "Mama udah mendingan. Gabriel, tadi mama nggak sengaja denger pembicaraan kamu di telepon. Kenapa kamu tadi marah-marah, hm? Ada masalah apa?" "Biasa ma, Chelsea telepon Gabriel terus. Chelsea tanya kenapa Gabriel nggak berangkat kuliah hari ini, tanya inilah, tanya itulah, Gabriel nggak suka." Gabriel memang sering kali curhat pada ibunya, termasuk Chelsea. Grace tau betapa Gabriel tidak menyukai perempuan itu. Tapi Grace juga kasihan pada Chelsea karena selalu mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari Gabriel. Contonya seperti, selalu bersikap cuek dan jutek, dan juga tidak peduli dengan Chelsea. "Lain kali, kamu harus bisa bersikap lembut sama perempuan Gab. Mama mengerti, kamu nggak suka sama dia, tapikan niat Chelsea itu baik. Kamu bisa jawab baik-baik, nggak perlu marah-marah." Grace lalu mengelus rambut Gabriel dan berkata, "Jangan bersikap cuek terus sama perempuan. Coba kamu mulai buka hati kamu buat perempuan, kali aja kamu bisa dapat pacar. Kalo kamu kaya gini terus, perempuan mana yang mau sama kamu, kamunya aja cuek kok." Gabriel terdiam, memang selama ini dia tidak pernah membuka hati untuk perempuan manapun. Tapi ada satu perempuan yang membuat Gabriel ingin mengenalnya lebih jauh. ********
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN