Menyembunyikan

1148 Kata
"Hai," sapa seorang perempuan yang kini berdiri didepan pintu. "Kamu mau makan apa? Ada yang kamu inginkan? Biar aku yang mengambilnya." "Kamu siapa?" tanya Megan dengan tatapan tetap waspada ke arah perempuan yang kini mengukir senyum. Megan menautkan alis. Sok baik sekali perempuan ini padanya. Ada kemungkinan dia sama saja dengan Mark. "Oh. Aku lupa. Perkenalkan namaku Bella," jawab perempuan itu, lalu membungkukkan badan menghormati Megan. "Usiaku 26 tahun." "Kita seumuran," kata Megan. "Aku di tunjuk Tuan untuk menjadi pelayanmu," kata Bella. "Maaf jika aku berbicara santai sama kamu, aku sudah terbiasa," tambahnya. "Tidak apa-apa." "Aku tahu kamu sedih. Tak semua perempuan mau menjadi tawanan di sini. Tapi, aku tidak bisa membantumu, aku juga di sini bekerja dan di bayar," sambung Bella, ketika melihat Megan tak menanggapi perkataannya. "Perempuan di luar sana mungkin akan sangat senang berada di sini, bahkan akan sangat bangga memamerkannya, namun berbeda denganku, aku tak suka diperlakukan seperti ini," lirih Megan. "Tuan tidak pernah membawa seorang gadis di sini, bahkan aku nyaris pingsan, ketika Nawa mengatakan ada seorang perempuan di rumah ini," kata Bella. "Nawa? Siapa dia?" tanya Megan. "Dia ibuku," jawab Bella. "Tapi, aku tidak melihat siapa pun di sini semalam," kata Megan. "Oh. Kami tinggal di dekat sini, jadi kamu selalu pulang jam begni, setelah menyiapkan makn malam, lalu kami akan kembali esok pagi. "Oh begitu?" "Iya." "Jadi, rumah ini?" "Dulu, tak ada yang menempati dan sekarang kamu orang pertama yang tinggal di sini selama aku bekerja," jawab Bella. "Siapa yang merawat rumah ini?" "Nawa," jawab Bella. "Oh. Kamu—" Mark membuka pintu kamar Megan, dan melihat simpanannya itu sedang mengobrol dengan Bella. "Bella, kau pergi dari sini," perintah Mark kepada Bella yang kini menundukkan kepala. "Baik, Tuan," jawab Bella, lalu melangkah melintasi majikannya dan meninggalkan Megan yang masih tak menoleh. Ia sudah tak terkejut lagi ketika Mark muncul tiba-tiba. Mark menghampiri Megan yang kini duduk di tepian ranjang tanpa menoleh. Mark menghela napas melihat Megan yang tak pernah menyambut kedatangannya. Megan ini sangat berbeda, bahkan susah di atur. "Kamu sedih?" tanya Mark, menggenggam pundak Megan. Megan bergeser lalu menghindari Mark. "Kau tahu 'kan betapa kasarnya aku? Jadi, jangan berusaha melawanku!" tekan Megan. "Kau harusnya pulang tidur bersama istrimu. Kau harusnya menyayangi istrimu dan jangan mengkhianatinya dengan cara ini," sindir Megan. "Diam kamu! Aku tak kemari untuk mendengar perkataanmu!" bentak Mark. "Aku kemari karena ingin tidur denganmu." "Tapi, aku bukan istrimu," tolak Megan. Mark mendekat, lalu membalikkan badan Megan agar menghadapnya. "Apa kau tak bisa diam? Jangan terus berbicara, kau harusnya bersyukur bisa bersamaku," kata Mark. Megan tak lagi bergeser. Karena meski ia berusaha, Mark tetap akan menghampirinya. "Aku bersyukur? Kau salah. Aku malah menganggap ini petaka," jawab Megan. "Lalu terima saja petaka ini," sambung Mark, membuat Megan menautkan alis. "Lagian aku membutuhkanmu hanya setahun." Megan menghela napas panjang. "Kau bangga pada kekayaan yang kau miliki, tapi kau lupa bahwa masih ada yang lebih kaya darimu." "Kau memang cerewet, bawel." Mark menggelengkan kepala. Megan memalingkan wajah melihat dinding kaca didepannya. Ia malas melihat Mark yang dengan bangga membanggakan apa yang dia miliki, dan menghancurkan harapannya. Mark menarik Megan dan memagut bibirnya, tanpa melepas pagutannya, Mark membuka dengan kasar satu persatu baju Megan. Perempuan itu tak lagi terkejut, karena sudah biasa diperlakukan seenaknya seperti ini. Nafsu birahinya selalu saja bangkit seketika ketika ia di dekat Megan, entah ketertarikan apa yang di lihat Mark dari sosok Megan, padahal masih banyak perempuan yang lebih cantik dibandingkan Megan. Ketika semua penghalang bernama baju itu sudah tak ada, dua insan itu saling memagut, kali ini Megan membalas ciuman liar Mark, dan menggigit bibir bawah pria itu. "Wah. Kau nakal juga ternyata," kekeh Mark, lalu membaringkan tubuh Megan di atas ranjang king size, Megan pasrah. Bukankah ini jalan hidupnya? Ia membenci sosok Mark, namun ia tak memungkiri jika ia juga menikmati sentuhan Mark meski agak kasar. "Hemmp." Suara Megan terdengar membuat Mark menjeda cumbuannya dan menatap perempuan yang kini berbaring di sampingnya dengan tubuh telanjang. "Apa kau sudah mulai menyukainya?" tanya Mark, mengukir senyum di bibirnya. "Ish. Kau jangan kegeeran dulu," jawab Megan, lalu memalingkan wajah membuat Mark tersenyum. Ia pun kembali melanjutkan aksinya mencumbu Megan. Mark mengelus perut rata Megan, lalu memainkan jarinya di bawah sana. Membuat Megan berpeluh dengan wajah yang menikmati sentuhan seorang Mark. Setelah puas bermain di bawah sana, tangan kiri Mark meremas satu gundukan milik Megan dan bibirnya mengulum satunya bak lelehan coklat kesukaannya. "Aku mohon," lirih Megan, menarik ujung bantal ketika ia merasakan klimaks. Mark menyunggingkan senyum, ia senang ketika Megan mulai menikmati sentuhannya. Sentuhan yang selalu berusaha Megan tolak, namun kali ini ada yang berbeda dengan perempuan itu. Setelah itu, Mark membalikkan badan Megan agar membelakanginya, dengan sigap juniornya masuk ke bagian yang paling terdalam, membuat Megan berpeluh dengan wajah yang tak berdaya dan berkerut karena merasakan sesuatu masuk ke lembah miliknya. Megan tak lagi merasakan perih di bawah sana, perihnya malah berganti dengan kenikmatan. Meski hatinya masih terus mengharapkan Arley, namun ia mulai menikmati posisinya sebagai simpanan sang Miliader. "Ouhh, ahh." Mark mempercepat gerakannya, membuat desahan keluar dari mulut Megan untuk pertama kalinya dan hal itu membuat Mark tersenyum menang, akhirnya Megan menikmatinya. Gerakan itu semakin intens dan kamar ini terus di hujani desahan keduanya, salahkah jika mereka menikmati ini? Bahkan Mark sudah memiliki istri yang bahkan siap memberikan apa pun padanya termaksud bercinta seperti ini. Gerakan yang intens membuat benih milik Mark masuk ke dalam rahim Megan, yang kini berpeluh-peluh. Mark memeluk Megan yang kini berbaring di bawah tindihannya, lalu memeluknya tanpa melepas juniornya, ia merasakan wangi lavender menghangatkan penciumannya, ia menghembuskan napas di telinga Megan, lalu mengangkat dirinya dan mencium puncak kepala perempuan itu. Entah dengan alasan apa ia melakukan ini. Setelah itu, Mark berguling ke samping tubuh Megan dan memeluk tubuh perempuan yang kini memejamkan mata. Mark menatap wajah Megan dan tertawa ketika mendengar suara dengkuran simpanannya itu. "Kau tertidur di saat seperti ini? Tentu. Kau lucu," gumam Mark. "Jangan ribut!" jawab Megan, membuat Mark kembali tertawa, ketika Megan mengeluarkan suara meski matanya terpejam dan suara dengkuran terdengar halus. Mark memeluk tubuh telanjang Megan, dan mencoba menyusul tidurnya perempuan itu. Mark tersenyum, ia berhasil dan akhirnya menang ketika melihat Megan menikmati sentuhannya. Ketika di rumah, Mark ingin cepat pagi agar bisa mencumbu Megan, entah mengapa ia seperti sudah tercandu oleh sosok Megan, meski terus di tolak, namun Mark tetap menikmatinya. Menikmati percintaannya. Sedangkan di mansion, Katie terus saja melihat jam dinding di kamarnya, ia gelisah ketika suaminya itu belum pulang, biasanya Mark akan pulang dulu, lalu pergi entah kemana. Namun, semenjak pagi tadi, Mark tak pernah kembali. Katie sudah menelpon Jhony—asisten suaminya. Namun, jawabannya ia sudah tak bertemu Mark sepulang kantor. Ketika Katie bertanya apakah Mark menyewa perempuan penghibur, Jhony menjawab tidak sama sekali karena biasanya Jhony yang akan mengatur Katie mulai gelisah karena tak seperti biasanya suaminya akan pergi tanpa sepengetahuan Jhony. Karena semua jadwalnya dari kantor dan pribadi, Jhony yang mengaturnya. . . Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN