Dewi yakin kalau dirinya sudah gila ketika dengan kesadaran penuh menyetujui Dewa untuk tinggal di rumahnya. Ia bahkan memberikan bekas kamarnya dulu untuk ditempati pemuda itu. Setelah menatap lama pada pintu kamar yang sudah ditutup oleh cowok itu, Dewi menghela napasnya panjang dan kembali ke kamarnya sendiri. Menekuni lagi layar komputernya, lalu mulai mencoret-coret melalui Pen Tablet yang terletak di depan komputernya. Tidak menyadari sedikit pun kalau Dewa membuka pintu kamarnya yang tidak terkunci. “Lo ngegambar komik?” Mungkin suara Dewa terlalu menyeramkan, sehingga Dewi terperanjat kaget dan menjatuhkan Pen Tablet miliknya. “Ng-ngapain lo ke sini?” tanya Dewi tergagap. “Gue mau nyari minum,” jawab Dewa. Sebenarnya suara co