3rd Teen - Jesse Barret

1107 Kata
           Jesse Barret, seorang pemuda berperawakan tinggi besar dan berkulit hitam legam. Rambutnya tegak berdiri bagai seekor landak. Remaja yang satu ini sedang menikmati sinar matahari yang semakin membuat kulitnya bertambah hitam mengkilat. Otot-ototnya lebih besar daripada anak remaja lain pada umumnya dan membuatnya lebih ditakuti oleh siapapun. Tidak ada orang yang akan menyangka bahwa Jesse sebenarnya masih berumur 18 tahun setelah melihat posturnya.             Dengan santai, Jesse berjalan di bawah terik mentari kota Key West, Florida. Sebuah headset tergantung di lehernya dan memperdengarkan suara musik yang keras dari balik speakernya. Dan ia juga memakai kacamata hitam besar sebagai anti silau. “Hey, Jesse !” panggil seorang remaja pria di belakangnya. Jesse menoleh dan mengernyit sedikit. “Hey, man ! Whatsupp yo ?” balasnya dengan suara yang sedikit berirama rap. “Ada pertemuan di Captain Tony's Saloon*. Kau datang ? Kali ini kita ditraktir ! Jeffrey sedang banyak uang !” lelaki itu menepuk pundak Jesse dan berjalan di sampingnya. Mereka kembali menyusuri tepian jalan itu. “Yo ! Why not, man ! Yang gratis itu harus dihadiri !” balas Jesse masih dengan irama rap-nya. “Okay, jam 8 malam. Di Captain Tony's Saloon. Ingat itu.” kata Eddie dan meninggalkan Jesse. Remaja berkulit hitam itu hanya mengangguk dengan gaya anak metal dan tersenyum optimis.             Ia kembali mengenakan headsetnya dan berjalan mengikuti irama musik beat yang semakin cepat. Dia telah sampai di sebuah apartemen biasa dan menyapa orang-orang yang ditemuinya dengan gaya khasnya. Ia terus menaiki tangga menuju sebuah pintu bernomor 751. Begitu ia membuka pintu, seorang anak kecil melompat ke arahnya hingga ia terjerembap di depan pintu. “Jesse !!!” teriak anak kecil itu dengan girang. Jesse mengambil kacamata hitamnya yang jatuh dan memandang pada anak kecil itu. “Oh, dude. Ternyata si kecil Michael ! Lemme hug ya first !” tawa Jesse dan ia menggendong Michael masuk ke dalam kamar itu. “Kau datang sendiri ?” tanyanya. Michael menggeleng. “Tidak. Mum menitipkanku sebentar di sini. Dia akan kembali sebentar lagi.” jawab Michael dengan polos. Michael sebenarnya adalah anak bibi Jesse yang sangat akrab dengannya. “Kau tahu, Jesse ? Aku menggeledah kamarmu lho.” seringai anak kecil itu. Jesse berpura-pura mengeluarkan ekspresi terkejut. “Oh, damn ! Kau berani menggeledahnya, ma little man ?” Jesse tertawa dan mengacak rambut anak itu yang ikal. “Kau tidak terkejut ?” Michael mengenyit. “Oh, no no no. Aku sudah punya persiapan karena tahu kau sering ke tempatku, boy !” ia semakin keras tertawa. Michael memasang wajah masam dan memanyunkan bibirnya.             Tidak berapa lama, seorang wanita paruh baya masuk ke dalam ruangan itu. Wanita itu juga berkulit hitam dan merupakan wali Jesse karena orangtuanya sudah lama meninggal. “Kau sudah pulang, Jesse ?” tanyanya sambil meletakkan bungkusan plastik di meja makan. “Ow, it's my beloved auntie Mary ! The hottest chick in da world !” seru Jesse dan menurunkan Michael untuk menghampiri bibinya. “Oh, stop it, Jesse. Jangan membuat Michael belajar kalimat aneh dari mulutmu itu.” balas bibi Mary sambil memeluk Jesse yang membalasnya. Remaja itu hanya tertawa mendengarnya. “Michael sudah belajar banyak dariku. Rite, dude ?” ia mengerling pada Michael yang balas mengiyakan dengan gaya metal khas Jesse. Bibi Mary hanya memelototi mereka sebelum menghela napas panjang. “Aku harus membawa Michael hari ini ke San Francisco. Saudara James akan melahirkan sebentar lagi. Untuk sementara kau jangan membuat masalah hingga aku harus kembali menghadiri panggilan sekolahmu, nak.” pesan bibi Mary sambil menggandeng tangan Michael yang menurut padanya. James adalah ayah Michael. “No prob. Aku tidak akan macam-macam kok.” jawab Jesse sambil mengedipkan sebelah matanya yang disambut tawa Michael. Bibi Mary pun ikut tersenyum mendengarnya. “Aku meninggalkan tacco* di meja makan. Sampai jumpa.” kata bibi Mary dan menutup pintu kamar itu.              Jesse melirik jam dinding dan dengan santai ia kembali ke kamarnya. Ia masih punya banyak waktu sebelum pergi berkumpul bersama teman-temannya. Ia sudah lumayan terbiasa hidup sendiri semenjak orangtuanya meninggal dalam kecelakaan mobil. Sebenarnya ia merasa sedikit iri dengan keluarga yang sering berkumpul saat malam hari. Karena tidak adanya orang yang mengasuhnya semenjak ia masuk SMA, hidupnya menjadi terlalu bebas. Setidaknya, Jesse masih bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak.             Dilemparkannya tubuhnya ke ranjang dan seketika kepalanya terbentur oleh sesuatu yang keras. Jesse meringis dan kembali duduk. Ia menoleh untuk melihat apa yang membentur kepalanya tadi. Sebuah buku besar bersampul krim tergeletak di atas bantalnya. Pria itu meraih buku yang telah membuat kepalanya berdenyut. Ia mengernyit memandang judulnya, Treasure of the Earth. Jesse mendengus dan berpikir bahwa buku itu pastilah milik Michael yang tertinggal saat menggeledah kamarnya. Ia melempar kembali buku berat itu ke meja di samping ranjangnya dan kembali berbaring santai. Tidak berapa lama saat ia merenung, matanya kembali melirik buku itu. Karena rasa penasaran mulai menggelitikinya, Jesse bangkit dan mengambil buku itu lagi. Tidak ada tulisan apapun pada sampulnya selain judul itu. Ia kembali berpikir bahwa itu mungkin buku dongeng Michael sebelum tidur. Entah sudah berapa lama ia tidak pernah lagi membaca buku cerita seperti itu. Maka, dibaliknya lembaran pertama dari buku Treasure of the Earth.   Selamat datang kepada “Sang Terpilih” Kepadamu kupersembahkan sebuah tempat yang akan menarik perhatianmu. Sebuah tempat yang sanggup mengabulkan semua permintaanmu. Bukan sebuah kisah fantasi melainkan kenyataan. Datanglah dan temukan “Pusat Bumi”. Jika kau memang berjodoh dengannya. Berikan darahmu sebagai bukti kesungguhan dan keberanianmu. Maka akan kuizinkan kau untuk 'mengintip' ke halaman berikutnya.               Jesse mengernyitkan keningnya. Ia menganggap buku itu agak konyol untuk anak kecil berusia 10 tahun. Diraihnya ponselnya lalu ia menekan nomor bibi Mary. Terdengar nada sambung panjang sebelum bibi Mary mengangkatnya. “It's me, yo. Where's dat little man ?” tanyanya tanpa berbasa-basi. Terdengar jawaban dari seberang dan Michael yang berganti menjawabnya. “Hey, boy. Apa kau meninggalkan buku ceritamu di tempatku ?” lanjut Jesse. “Ya. Aku tidak bisa membaca kelanjutannya. Karena kupikir itu akan menarik bagimu, jadi aku letakkan saja untukmu.” jawab Michael. Jesse semakin mengerutkan keningnya. “Apa maksudmu, dude ?” heran Jesse. “Aku tak bisa membalik halaman berikutnya. Mungkin kau punya trik untuk membukanya, Jesse. Aku tahu kau pintar.” kata Michael dengan sedikit memuji. “Lemme check it out, yo.” Jesse menjepit ponselnya di telinga dan mencoba untuk membalik halaman buku itu. Tepat seperti yang dikatakan Michael, buku itu seperti di lem sehingga Jesse tidak bisa membaca kelanjutannya. Ia kelihatan berminat dengan keanehan buku itu. “Kau boleh memilikinya kalau kau mau.” Michael langsung mematikan teleponnya.   ******************************************************************************************* *    Nama bar di Key West *    Makanan khas Meksiko.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN