5. Hari Ke Enam Dan Akhir

1309 Kata
    Banu siang ini tidak melihat Viza sedari tadi. Setelah kejadian semalam dia begitu merutuki dirinya, Viza tidak memperlihatkan wajahnya lagi sedari semalam hingga siang ini. Karena merasa khawatir dan menyesal Banu memutuskan mengetuk pintu kamar Viza. Tok... Tok... Tok... Pintu kayu itu terbuka memperlihatkan wajah Viza yang baru bangun tidur. Banu lega karena Viza tidak terlihat memusuhinya. "Ada apa bang Angga. Aku masih mengantuk. Semalam aku tidak bisa tidur." Banu gagal fokus melihat piyama tidur yang sangat seksi Viza kenakan. Padahal biasa saja, piyama itu bertangan panjang dan ya celananya pendek. Menampilkan paha mulus dan indah milik Viza. Seluruh kulit dan bagian tubuh Viza bagaikan boneka mahal yang terjaga keindahannya. "Bisakah pesankan makanan untukku, aku akan mandi dan kita bisa berjalan-jalan sebentar disekitar hotel sambil menikmati pemandangan indah ini." Banu mengangguk dan tangannya menarik tangan Viza. Viza langsung melepaskan tangan Banu dengan menghempaskannya. Lalu wajah Viza ditekuk tanda dia tak suka. "Maafkan aku nona, aku hanya ingin minta maaf atas kejadian semalam." Banu melihat Viza mengangguk dan wajahnya tidak lagi terlihat marah. "Lupakan saja. Aku juga sudah lupa. Tapi jangan diulangi lagi mengerti??" Banu tersenyum dan mengangguk. Lalu dia permisi menyiapkan apa yang diminta Viza. ***     Banu dan Viza menikmati pertunjukan tari tradisional Bali di taman Hotel, kebetulan sekali sore ini ada pertunjukan yang diadakan pihak hotel untuk menghibur para tamu mereka. Viza mengabadikan moment itu dikameranya, dan setelahnya dia terlihat menikmati alunan musik yang dialunkan, bahkan Viza memejamkan matanya terlihat menikmati. Banu memperhatikan semua ekspresi wajah Viza sedari tadi, jantungnya mulai berirama didalam sana dan hatinya meneriakkan kata-kata indah untuk Viza. Lalu tangan Viza menyentuh tangannya mengantarkan lagi getaran aneh ditubuh Banu, mereka saling berpandangan lama. Tapi Viza langsung memutuskan kontak mata mereka dengan menunjuk pertunjukan didepan mereka. "Apa?" tanya Banu tak mengerti.  "Aku ingin berfoto bersama mereka nanti apa bisa?" Banu mengangguk dan Viza tersenyum. Mereka kembali menikmati pertunjukan yang kali ini menampilkan drama Rama dan Shinta. Karena mereka duduk hanya beralaskan karpet ditaman itu Viza merasakan lehernya keram. "Bang Angga," "Ya?" jawab Banu masih tersenyum melihat Viza. "Boleh aku numpang disini?" tunjuk Viza ke bahu Banu. "Boleh". Jawab Banu terdengar tenang. Padahal dia sedikit gugup. Viza dengan entengnya meletakkan kepalanya di bahu Banu. Lalu kembali melihat pertunjukan. Viza menyadari dia merasa sangat tenang dan damai saat menyandarkan kepalanya ke bahu Banu. "Apakah seperti ini rasanya memiliki seseorang yang bisa menjadi sandaran?" Bisik Viza pada dirinya sendiri, senyuman mengembang diwajahnya lalu dia menggenggam tangan Banu tanpa dia sadar tapi Banu sadar. Mereka memang terlihat seperti pasangan kekasih yang sempurna. Banyak pasang mata yang melihat mereka sedari tadi tanpa mereka sadari. "Seperti apa rasanya bersandar di bahu suamiku kelak ya?" tanya Viza kepada dirinya sendiri. Viza tidak tahu kalau Banu sedari tadi melihatnya bukan melihat pertunjukan didepan sana. Dua jam lebih mereka disana dan saat ini mereka berjalan ditepi pantai resort dengan pikiran yang berkelana entah kemana. Banu yang memikirkan Viza, dan Viza yang memikirkan menata kehidupannya setelah dia kembali ke Wieldburg. Hidup yang diimpikan Viza adalah mengajar musik dan dia menikah dengan pangeran yang mencintainya kelak. Kehidupan seperti itulah yang akan dia jalani kelak. Meski sampai sekarang belum ada satupun Pangeran sungguhan yang mendekatinya meski Viza sudah sering berkenalan dengan beberapa pangeran yang tampan saat acara kerajaan. Bukan karena para pangeran itu tidak terpikat akan kecantikan Viza, hanya saja mereka terlalu takut dengan Akhtar ayahnya. "Kau bahagia nona?" Viza mengangguk, dan tiba-tiba ponselnya berdering. Viza sedikit menjauh dari Banu dan mengangkat panggilan itu. "Ya hallo aunty...." "Viza....... Kamu dimana dan dengan siapa?" Viza mulai bingung dengan pertanyaan tante nya ini. "Ya di Bali lah, udah mau pulang baru ditanya. Sibuk banget ya aunty? Aku sama tour guide yang tante kirimkan untukku." "Viza kamu yakin dia tour guide yang aunty suruh buat ajak kamu keliling Bali? Angga telpon tante katanya dia gak ketemu kamu di Bandara. Dihubungi juga kamu gak bisa. Ini aunty dapat nomor kamu hasil dari menguntit media sosial kamu." Viza melihat Banu yang sedang melemparkan batuan kearah pantai. Ya ampun apa mungkin selama ini dia salah mengira kalau orang yang bersamanya ini adalah tour guidenya? Tapi kenapa juga pria itu tidak mengatakan yang sejujurnya. "Viza kamu dengar Aunty?" "Apa Ibunda dan Ayahanda tahu hal ini aunty?" "Tentu tidak, aunty juga tidak mahu ayah kamu mengamuk sama tante karena kasih kamu ide ini. Tapi kamu baik-baik aja kan?" "Ya aunty, tour guide nya juga baik banget." "Baiklah, kalau kamu pulang beri tahu aunty. " "Besok aunty, besok Viza kembali ke Wieldburg."   Viza tidak lagi mendengar apa yang dikatakan aunty nya itu dia mematikan sambungan telpon, tidak tahu apa yang akan dia katakan kepada orang yang sudah seminggu ini menemaninya. Pria itu tersenyum melihat Viza yang mendekatinya. Dia menarik tangan Viza bermain air disana, senyuman masih setia menghiasi wajah tampan pria itu. Viza mencoba tersenyum dengan tingkah konyol Banu yang menyiramkan air ke tubuhnya, Viza juga tak mau kalah dengan itu semua dia ikut menyirami Banu dengan air. Ombak pantai yang mengenai mereka seakan adalah permainan yang sangat seru bagi mereka. Banu mengangkat tubuh Viza dan memutarkannya, Viza tertawa lepas begitu juga Banu. Jika memang dia melakukan kesalahan, maka biarkanlah kesalahannya ini memberikannya kenangan yang sangat indah seperti saat ini. Itulah yang dipikirkan Viza, matanya terpejam saat Banu mencium bibirnya lembut. Viza tidak diam seperti sebelumnya, dia membalas ciuman itu. Viza tahu ini kesalahan, tapi kesalahan ini membuat hatinya berbunga-bunga dan Viza tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Setidaknya kelak ada kenangan indah yang akan dia ceritakan kepada anaknya ataupun cucunya. Banu hanya diam melihat wajah Viza setelah ciuman mereka berakhir. Dilihatnya wajah Viza tersenyum, Banu yakin jika Viza mulai menyukai dirinya seperti dirinya yang juga menyukai wanita ini. Lihat Viza merapatkan tubunya dan mengajak Banu berjalan ketepian pantai. "Kita mau kemana?" tanya Banu tak ingin membuat suasana menjadi canggung. Dia mengikuti semua permainan yang dia dan Viza ciptakan. Tanpa mengatakan saling menyukai ataupun memiliki ikatan mereka berperan layaknya sepasang kekasih yang dimabuk asmara. "Kamar," kata kamar dari Viza membuat Banu membayangkan hal-hal yang sedari awal ingin dia lakukan kepada wanita seksi disebelahnya ini. Apalagi dress putih yang dipakai Viza sudah basah membuat Banu bisa melihat jelas keseksian Viza yang menerawang. "Singkirkan pikiran negative mu itu oke. Aku ingin istirahat, bukan mau melakukan hal aneh-aneh." Banu tertawa kencang, lalu menggendong Viza menuju kamar mereka. Wajah Viza merona dan Banu tahu hal itu. "Maafkan aku." kata Viza terlihat tak enak. "Kenapa? Kau tidak berat?" Viza mendengus membuat Banu kembali tersenyum bahagia melihat wajah kesal yang sangat menggodanya itu. "Pokoknya maafkan sikap ku selama ini kepada kamu." Banu mengangguk, lalu dia menurunkan Viza didepan pintu kamar wanita itu. "Bener nih gak diajak masuk?" tanya Banu mencoba berusaha melakukan godaannya. Viza mencubit perut Banu lalu memeluk tubuh Banu tiba-tiba. Banu sampau bingung dengan sikap Viza. "Makasih ya buat semuanya." Viza melepaskan pelukannya lalu memegang wajah Banu dengan keberanian yang sangat jarang terjadi. Dikecupnya bibir Banu lagi, hanya Viza yang tahu apa yang akan terjadi besok pagi. Sementara Banu tidak tahu apa kejutan yang dia dapatkan besok pagi. Banu merapatkan tubuh Viza dan menahan tengkuk wanita itu, Banu tahu Viza tidak mahir berciuman, mungkin ini yang pertama bagi Viza dan dia menyukai hal itu. Mereka melepaskan ciuman itu saat keduanya sudah kehabisan nafas, Banu tersenyum begitu juga Viza. "Sudah sana, bye... Ehm.. Bang Angga." Banu tertawa dan mengacak rambut Viza. Banu punya rencana besok, dan dia yakin akan semua itu. Viza menutup pintu kamarnya dan bersandar sebentar untuk meredakan detak jantungnya akibat ciuman yang dia lakukan tadi. Setelah itu Viza mengemasi barang-barangnya dan mempersiapkan kepulangannya. Setelah selesai dia mandi dengan secepat kilat, dia tahu Banu tidak akan mencarinya lagi setelah ini. Pria itu tidak tahu apapun tentangnya bukan, bahkan nama saja pria itu tidak pernah tanya. Selesai mandi Viza menuliskan sebuah surat untuk Banu, dia berharap Banu mengerti dan memaafkan semua kesalahannya yang dari awal sudah mengira dia tour guide. BERSAMBUNG....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN