"Ya Nimas. Babi-babi itu sangat brutal sekali. Mungkin karena massa kawin atau karena pria ini mengganggu otoritas mereka. Tapi untungnya Abi belum terlambat. Kau tahu, Nimas. Satu menit saja Abi tidak sampai sana. Pria ini sudah dipastikan tinggal tulang saja."
Nimas membulatkan netranya. Kepalanya menggeleng spontan.
"Abi jangan bilang gitu. Aku yakin dia bisa selamat, Bi. Mungkin saat ini keluarganya sedang sibuk mencari dia. Dan tugas kita menjaga dia sampai ditemukan," tutur Nimas jadi dewasa.
Pak Majid mengangguk maksum. Nimas benar, tak seharusnya dia berputus harapan sementara Yang Maha Penentu bukanlah dirinya.
Namun, sekali lagi Nimas benar. Keluarga Fawaz memang sedang mencarinya. Tepatnya kini sedang terpukul atas berita menghilangnya Fawaz.
***
Meski regu Pierre dan yang lain belum kembali ke Ibukota. Tetapi kabar yang Ayla terima sudah sampai ke telinga orangtua Fawaz, Amena.
"Ya Allah, Aa' Fawaz!" Zulaekah terus menangis seraya menyebut nama abang kandungnya. Sedang ibu mereka-tak lain mertua Ayla pingsan setelah mendengar berita itu. Beliau dibawa ke kamar dan didatangkan dokter keluarga. Ingin Ayla menemani ibu mertuanya itu. Akan tetapi, kehadirannya saja di keluarga ini adalah satu kesalahan.
Bertahun-tahun menikah dengan anak pertamanya tak membuat hati wanita itu terbuka untuk menyayangi Ayla. Terkadang, Ayla merasa kedatangannya tak pernah diharapkan.
Bahkan kelahiran Yusuf dan Balqis tidak mampu meluruhkan dinding beton di hati wanita yang telah melahirkan suaminya. Amena tetap merasa bila Ayla membawa sial untuk hidup Fawaz dan kini, dugaan itu semakin terbukti.
Perih itu kini bertambah. Tanpa Fawaz di sisinya. Ayla merasa cacat! Kehampaan menggerogoti naluri. Meski kedua telapaknya memegang tangan Yusuf dan Balqis tapi rasanya masih kurang. Ayla tidak tahu kapan mereka akan menyudutkannya atas hilangnya Fawaz.
Ia seperti berjalan di dinding es yang tipis. Sewaktu-waktu bisa pecah kapan pun hingga menenggelamkannya ke dasar. Meski semua juga bukan salahnya.
Apa pernah, Ayla berharap sang suami hilang ketika pergi bertugas. Malah, tiada malam yang ia lalui tanpa bermunajat meminta perlindungan Allah agar Fawaz selamat sampai tujuan. Cuma, karena Ayla terlalu hafal dengan tabiat Zulaekah. Ia yakin sebentar lagi gadis belia itu meronta dan melemparkan kesalahan di bahu Ayla.
Baru saja Ayla terpejam. Zulaekah sudah mendekatinya, menatap nanar ke arah Ayla. Tangannya terkepal siap merenggut hijab yang Ayla gunakan.
"Lo tuh!" Kedua tangan Zulaekah sudah menjenggut hijab syar'i yang Ayla kenakan. Walau sudah memperkirakan di awal. Tapi Ayla tetap kaget dengan reaksi Zulaekah. Sempat tatapan mereka berada dan Ayla sadari jika Zulaekah telah terbakar api kebencian. Pijarnya berkobar.
Tak peduli melukai keponakan-keponakan kecilnya yang menangis sambil menarik rok Zulaekah.
"Eama, Eama. Lepaskan Bunda kami!" pekik Yusuf. Tangannya terkepal dan memukul-mukul paha Zulaekah. Ayla semakin bimbang. Ia tak mau Yusuf bersikap tak baik seperti ini.
Kadang-kadang orang dewasa bisa bertengkar. Tetapi anak kecil tak seharusnya terlibat. Ayla tak lagi mencoba melerai jambakkan Zulaekah. Dia malah memegang tangan mungil Yusuf. Meminta anak itu berhenti.
Karena tarikkan kuat dari Zulaekah. Hijab syar'i itu terbuka semua. Tanpa sengaja aurat atas Ayla terlihat. Kebetulan di sana banyak sodara-sodara Fawaz yang berkumpul. Melihatnya, Samir--calon suami Zulaekah meneteskan air liur. Sungguh, Zulaekah tidak ada apa-apanya ketimbang Ayla. Netra sepekat malam dengan kulit putih s**u terjaga. Jangan lupakan leher jenjang mulus itu.
Samir berniat melerai. Bukan maksud melindungi Zulaekah. Tetapi dia punya misi lain.
"Berhenti!"
"Gak, Mas. Dia harus diginiin biar tahu diri," ucap Zulaekah murka. Ayla meraih hijabnya kembali memakai dengan tergesa dan menatap Zulaekah nyalang.
"Kamu salah Zulaekah. Aku gak layak untuk diperlakukan seperti ini. Karena aku kakak kamu!" bela Ayla tak ingin lemah. Di pundaknya ia membawa nama Fawaz. Akan Ayla tunjukkan dirinya bisa kuat dan tegar seperti pengajaran Fawaz selama ini.
Tapi pembelaan itu sia-sia belaka. Amena yang baru siuman meradang mendengar Ayla sangat berani pada Zulaekah. Semua kata yang tak pantas diucapkan mertua pada mantunya malam ini terlontar dengan mudah. Kata cacian bahkan ancaman jika Ayla sudah tidak dianggap menantu keluarga ini dengan mudahnya terucap. Ayla terdorong dalam gulungan kebenciaan. Dia jadi terpojok tak lagi mampu membela diri. Karena jika ia lakukan, sama saja ia membantah orangtua, bukan?
Ayla cuma bisa memohon sedikit pengertian dari Amena. Namun hasilnya nihil. Ia malah diusir dari rumah megah itu.
"Bunda ...." Yusuf mengepal tangan Balqis yang terlihat ingin menangis. Sampai di luar, tangis anak kecil itu tak mampu lagi di bendung. Mungkin tadi ia mengalami trauma. Entah apa saja kata-kata yang ditangkap ke dalam memori Yusuf juga Balqis. Ayla semakin merasa bernas. Dia, kan sudah tahu sikap keluarga Fawaz. Mengapa masih mengajak anak-anaknya ke sini. Sekarang mereka harus menanggung ketakutan. Mungkin juga, Balqis jadi tak suka dengan neneknya.
"Maaf ... maafin Bunda,ya!" ucap Ayla terjongkok dan memeluk Balqis dan Yusuf secara bersamaan.
Demi memenangkan kedua anaknya. Ayla pergi ke mini market sekedar membelikan es krim kesukaan Yusuf dan Balqis.
Disaat memilih, ia jadi teringat Fawaz lagi. Biasanya Fawaz yang akan membelikan es krim sedang Ayla dan anak-anak menunggu di depan. Air matanya keluar lagi tanpa komandonya. Melihat Yusuf seorang diri yang menjaga Balqis di depan toko.
'Mas, tolong kembalilah. Aku gak akan kuat hidup tanpa kamu. Anak-anak kita masih membutuhkan kamu, Mas. Mereka butuh sosok kamu untuk tumbuh!'
***
Di rumah Amena, keluarga Fawaz melakukan rembukkan dadakan. Awalnya mereka sedang makan malam membahas pertunangan Zulaekah dan Samir sebelum tahu-tahu Ayla datang membawa berita buruk. Sekalian saja, mereka memikirkan langkah selanjutnya.
"Umi. kak Ayla dan Aa' Fawaz harus kita pisahkan. Nanti kalau Aa' Fawaz sampai ketemu. Dia mesti menceraikan wanita itu."
Amena mengamini ucapan Zulaekah. Anaknya benar. Sudah lama sekali Amena menyarankan Fawaz mentalak Ayla. Tetapi Fawaz tetap bersikukuh mempertahankan Ayla. Tidak puaskah Ayla, karenanya usaha Fawaz naik jabatan harus gagal. Sebab Ayla yang tak suka suaminya mendapat jabatan tinggi dengan cara instan.
Padahal om Syarif--paman kandung Fawaz sudah mengusahakannya. Keluarga yang semestinya memberikan dukungan moral pada jiwa Ayla yang kini rapuh malah semakin menambah beban di pundaknya.
"Aah, gini. Menurut saya. Lebih baik pertunangan ini ditunda saja." Samir menyela pembicaraan. Dan itu membuat Zulaekah mendelik kaget.
"Apa-apaan sih, Mas?!" sahutnya tak suka. Dia susah mengatakan pada teman-temannya sebentar lagi akan menikah dengan pria lulusan S2 di salah satu universitas ternama. Lalu sekarang semudah itu Samir membatalkan pertunangan mereka. Zulaekah mencekal bahu Samir. Dia memang tidak selembut Ayla. Zulaekah selalu saja memakai kekerasan apabila ada hal yang tidak dia sukai terjadi.
"Kamu tuh jangan macem-macem,ya, Mas. Kamu fikir siapa yang biayain biaya kelulusan kamu!"
Bahkan tanpa segan Zulaekah mengancam Samir di depan keluarga mereka. Ayah Samir berdehem. Melirik ke sang istri tidak senang. Kalau baru begini saja sudah perhitungan. Terus bagaimana nanti mereka hidup bersama.
"Eehh ... lepasin!" pinta Aaliyah, ibu Samir seraya menekuk wajahnya. Aaliyah berhasil menarik Samir meski kemejanya agak lecek setelah tadi dijengut paksa. Dia membersihkan tubuh anaknya seakan Zulaekah wanita penuh kuman.
"Samir lulus cepat itu, kan juga untung dikamu sebagai calonnya. Jadi apa salahnya sih ngbantu calon suami sendiri." Aaliyah masih dalam uneg-unegnya. Kini giliran keluarga Fawaz yang naik pitam. Uang dua ratus juta agar dia cepat lulus dibidang kedokteran tidak bisa disebut HANYA. Apalagi mereka berencana menunda pernikahan yang pastinya bisa mempermalukan nama keluarga.
Om Syarif ingin angkat bicara. Namun sebelum itu Samir menjelaskan alasannya.
"Bukan begitu. Tapi saat ini kan A' Fawaz sedang menghilang dan kita gak tau dia ada di mana. Apa gak sebaiknya menunggu A' Fawaz sampai ketemu."
Samir terlihat begitu yakin memberikan solusi. Ia bahkan memasang wajah begitu prihatin dengan kehilangan Fawaz. Yang tadinya keluarga Fawaz ingin marah jadi terlihat berfikir ulang. Betul juga, pastinya Fawaz sangat ingin melihat pernikahan adiknya itu kan. Menunda untuk kebaikan bersama apa salahnya.
Amena kembali menangis haru, ia gak bisa menutupi rasa sedihnya kehilangan Fawaz. Dan juga diundurnya pernikahan Zulaekah untuk waktu yang tidak bisa ditentukan. Sebagai seorang ibu tentu masalah anaknya menjadi pukulan berat untuk beliau. Hanya satu yang ia syukuri. Apabila karena peristiwa ini, Fawaz bersedia mentalak Ayla.