Della Coming

1502 Kata
“ Bukan pa, kakak senang papa menjemput kakak..” Jawab bocah kecil di gendongannya dengan tas masih terpasang di punggungnya. “ Hmm, kalau papa ajak kak Albert jemput Issabel kayak tadi malem gimana.? “ Tanya nya menatap sang putera menunggu jawaban apa yang akan keluar dari bocah kecil itu. “ Apah.! Bella papah? Serius pah? “ Binar mata bocah kecil itu mmebuat Dendi tersenyum sembari mengangguk perlahan, dan tak di sangka putera kecilnya kegirangan. “ Asyikkk.!! Albert punya temaan.. yeaay.! Albert sayang papah, tapi papah yang sekarang..” Celotehnya dengan nada cadel khas anak kecil, membuat mata Dendi berkaca - kaca, ia menyadari puteranya kesepian selama ini. Mereka bercengkrama di dalam mobil, menuju sekolah Issabella berada, situasi saat itu membuat Albert terlihat bahagia, hingga anak kecil itu tak henti - hentinya tersenyum. Sesampainya mereka di gerbang sekolah Issabella, Albert dengan riang memanggil Issabella yang tampak berdiri menghentak - hentakkan kaki nya di tanah dengan wajah tertunduk lesu, tersirat kesedihan di balik wajah polosnya. Wajar saja gadis kecil itu bersedih, jika semua teman sekolahnya sudah tidak ada satupun yang tinggal disana, hanya tersisa dirinya dan guru yang masih menunggu ibunya datang menjemputnya. “ Bellaa..! “ Teriak riang Albert dari kejauhan, hingga membuat Issabella tersentak dan mengangkat bahunya. Seketika binar diwajahnya terpancar jelas, melihat sosok yang baru di kenalnya berlari kearahnya, sedangkan Dendi berdiri dengan tersenyum dari kejauhan menatap putra kecilnya yang terlihat akrab menyapa putri Vania. “ Albert.!! Kamu kok disini? Ada apa? “ Tanya Issabella menatap di kejauhan, dan yang ia lihat hanya Dendi, tidak ada ibunya disana, hal itu berarti ia masih harus menunggu lagi ibunya menjemput di sekolah, seperti biasa selalu terlambat, hingga terkadang membuatnya kesal dengan keadaan. “ Kakak disini mau jemput Bella..ayoo kita pulang.? “ Albert menarik tangan Issabella dengan antusias. “ Hah.!? Jemput. Serius nih? Asyiiikkk... akhirnya pulang...” Issabella melompat - lompat kegirangan. “ Miss, Issabella pulang duluan, terimakasih sudah selalu menunggu Issabella..” Issabella berpamitan kepada ibu gurunya dengan mencium tangan ibu guru, lalu lari bergandengan tangan berdua menuju Dendi berada. Setelah Dendi menjemput anaknya sekaligus Issabella, kemudian mereka langsung menuju kantor Vania berada. “ Bella, sudah pernah lihat kantor mama?” Tanya Dendi menatap Issabella ke belakang. Gadis kecil itu menggeleng polos “ Belum pernah sama sekali oom..” Jawabnya polos. “ Hmm, mau gak kalau hari ini kita jemput mama ke kantor, sekaligus lihat kantornya mama? “ Dendi menatap Issabella, terlihat ada binar bahagia di bola mata gadis kecil itu. Gadis kecil itu mengangguk senang “ Mau...mau.. Bella pengen lihat kantor mamah..” Ucapnya dengan senyum mengembang di wajah polosnya. “ Okee, kalau gitu kita bersiap ketemu mama bentar lagi..” Jawab Dendi di iringi teriak keduanya di kursi belakang. Mobil terus melaju, hingga akhirnya sampai di pelataran parkir sebuah gedung pencakar langit di kota metropolitan itu. Tak lama berselang, terlihat Vania berjalan menuju mobil Dendi berada, karena Dendi telah mengabarinya jika ia akan menjemput Vania ke kantor. Dan Vania terkejut ketika ia membuka pintu dan mendengar suara riang bocah cilik berkata “ Surprisee.!! “ Tawa Vania melihat sang puteri menjemputnya, sejenak lelah di wajahnya hilang seketika setelah melihat puteri semata wayangnya tersenyum ceria. “ Woahh..! Dapet kejutan nih..! Anak - anak pinter udah pada pulang sekolah? Dan sekarang ikutan kesini? Pasti capek donk? “ Tanya Vania kepada kedua bocah itu dan duduk di tengah - tengah diantara mereka. Mereka menggeleng kompak dan menjawab “ Kami tidak capek..yang penting selalu barengan..” sontak mereka tertawa dalam mobil. *** Kebahagiaan kecil seperti ini tidak terasa telah berlangsung sebulan, mereka berkumpul dan bercengkrama di malam hari, sepulang beraktivitas masing - masing. Mereka biasanya mengisi waktu malam dengan makan malam bersama dan bermain bersama. Semua tampak sangat bahagia, sampai akhirnya Della mencium aroma perubahan Dendi yang biasa mencarinya, ketika Dendi membutuhkan kehangatan tetapi ini sudah sebulan bahkan Dendi hanya menjawab sekedar ketika Della bertanya atau mengunjunginya di Rumah sakit untuk makan siang bersama. Dendi yang selalu menggebu - gebu ketika bersamanya, kini berubah dingin dan terkesan menghindar darinya. Tak ingin mati karena penasaran, akhirnya Della mencari tahu penyebab perubahan yang ada pada diri Dendi. Tak hanya berubah dalam menyikapi terhadap Della, Dendi kini telah merubah penampilan menjadi lebih fresh dan terlihat semakin tampan, ia bahkan sudah mencukur Brewok dan rambutnya, sehingga ia jauh lebih rapi saat ini dan tampak terlihat muda. Tak hanya perubahan di rambutnya, bahkan cara berpakaiannya pun lebih Dendi perhatikan. Ia tak lagi berpakaian sembarangan ketika pergi bekerja, atau sekedar bermain dengan Vania dan anak - anak mereka. Vania membawa perubahan yang positive untuk diri Dendi dan anak - anaknya. Tapi ternyata perubahan drastis yang di miliki Dendi tak membuat Della senang, ia justru merasa terabaikan meski uang tetap mengalir ke dalam rekeningnya, tapi tetap saja hal ini mengganjal di hatinya, dan itu membuatnya berfikir panjang, hingga akhirnya ia mempercayakan misteri ini kepada orang ketiga. Ya, Della menyewa orang untuk membuntuti Dendi secara diam - diam dan mencari tahu apa gerangan yang menyebabkan sumber uangnya tersebut berubah dingin kepadanya, bahkan menolaknya untuk memadu kasih bersama, yang biasa mereka lakukan dengan penuh gairah. Akhirnya Della mengetahui penyebab berubahnya pria yang selalu memenuhi hasratnya di ranjang itu. Hati Della tidak dapat menerima dengan adanya perbubahan yang di lakukan Dendi. Hingga ia mulai mencari berbagai macam cara, untuk memisahkan Dendi dengan Vania, sehingga tidak mengganggu kesenangannya, ia tak mau jika Dendi hanya milik satu wanita, karena dengan begitu ia akan berada dalam kekalahan. Ia lebih suka melihat Dendi berbagi kehangatan di ranjang dengan banyak wanita, tak masalah meski Dendi bergonta ganti wanita setiap harinya, yang terpenting dirinya akan tetap menjadi pusat perhatian Dendi, karena hanya dirinya yang mengenal keluarga Dendi secara menyeluruh. Demi memuluskan rencananya, Della tidak segan untuk berhubungan dengan Mafia, Della menyewa kelompok Mafia yang ia tugaskan untuk merusak citra Vania. Della sengaja memberi pelajaran ringan kepada Vania, hal ini ia lakukan agar Vania sadar diri bahwa ia tak pantas untuk Dendi, karena dirinya memang bukan orang yang sepadan dengan Dendi. Aksi Della di mulai dari suatu sore ketika Vania sepulang kantor. Hari itu Vania sudah menyusun rencana di perjalanan pulang dari kantor, bahwa ia akan membersih2 kan rumah, untuk mengisi kesepian karena putri semata wayangnya liburan kerumah neneknya untuk berkumpul bersama sepupu- sepupu yang lain mengisi libur panjang sekolah, seperti biasa ketika musim libur tiba. Sesampainya di rumah ia di kejutkan dengan keadaan pintu rumah yang terbuka dan perabotannya sudah tidak di posisinya, bahkan ada beberapa barang yang sudah pecah berserakan di lantai. Vania masuk dan terduduk di lantai, terlebih ketika dirinya mendapati Foto bersama sang puteri sudah bergabung menyemarakkan suasana lantai sore itu, Bathin nya menangis mengapa seperti ini ? siapakah yang telah tega melakukan hal ini, ia merasa tidak memiliki musuh. Vania memandangi sekeliling rumah, kemudian ia beranjak ke kamar karena ia penasaran dengan kamarnya, dan ternyata tempat tidur yang sudah susah payah ia cicil menggunakan kartu kredit sudah hancur patah jadi 2 divan nya, sedangkan Mattressnya sudah koyak koyak. Vania melirik lemarinya yang terbuka, lalu pandangannya beralih kearah tumpukan baju yang telah terbakar beberapa, Vania menggigit bibirnya, tak terasa air mata mengalir membasahi pipinya “ Ohh, TUHAN..! mengapa cobaan ini begitu berat untuk seorang janda sepertiku?Apa yang harus aku lakukan, bagaimana aku mengembalikan semua ini sebelum puteriku kembali kerumah ini, Apa yang harus aku Lakukaaaannnn..?!? “ Jeritnya dalam hati. Ia menangis pilu mengingat banyak perlakuan buruk yang di terima sejak ia menjadi Janda. Ketika suami para tetangga tidak pulang selalu saja, meskipun tengah malam para ibu ibu mencari kerumahnya, meskipun setiap kali mereka mencari, tak pernah menemukan suami mereka dirumahnya barang sekalipun. Tapi seolah tak jera dan mengambil pelajaran, hal itu terus berulang di lakukan para ibu - ibu tetangganya, seolah menjadikan Janda sebagai image penampung semua suami orang. Pedih, tapi itu yang ia hadapi sendirian selama ini. Tak hanya di lingkungan rumahnya ia mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari para tetangga dan sekitarnya, bahkan di lingkungan kantornya, tak sedikit yang mencurigainya sebagai simpanan Boss. Sedangkan kenyataan yang terjadi, sejak dirinya bercerai, ini adalah kali pertamanya ia berkomunikasi lumayan intens dengan pria. Dan itu terjadi hanya dengan Dendi,dirinya juga tidak mengerti,ketika selama ini ia selalu berhasil menjauh dari pria, tapi entah mengapa ia selalu gagal menolak setiap ada panggilan dari Dendi. Selama ini semua penderitaan ia jalani dengan hati ikhlas dan pasrah, karena berkeluh kesahpun akan percuma. Dahulu sering ia meminta bantuan kepada ketua RT di tempatnya tinggal, berharap ketua RT tersebut bisa meluruskan kepada warganya, agar tidak menyudutkan status jandanya, tetapi ketua RT tersebut hanya menasihatinya agar ia sabar menghadapi fitnahan yang terjadi, sehingga membuatnya belajar dari setiap peristiwa, bahwa apapun yang terjadi dengannya tidak akan ada yang peduli atau berbelas kasih, hanya karena dirinya seorang janda muda. Meski berat jalan yang ia lalui dalam menjalani kehidupannya yang berstatus janda, tapi setiap peristiwa yang menyakitinya ia tak mau memperlihatkan kesedihan yang menyelimuti hatinya di hadapan sang puteri, ia hanya diam dan selalu tersenyum tiap menghadapi cobaan hidup. Tapi kali ini berbeda, saat ini ia hanya sendiri, sehingga ia bebas menumpahkan semua air mata yang terpendam selama ini, ia meraung sejadi - jadinya, lalu pandangannya terhenti pada sebuah amplop putih di atas meja rias yang luput dari pandangannya tadi. Dengan menggigil ia beranjak untuk mengetahui apa isi dari amplop yang berada di atas meja, ia mengambil amplop dan membukanya perlahan, ia segera membaca isi amplop itu, karena ia penasaran. Vania mengingat dengan jelas sepeninggalnya tadi pagi ia tidak ada meletakkan amplop apapun di atas meja riasnya tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN