Disaat Dendi hendak duduk, terdengar dari kejauhan suara anak nya yang sudah berteman akrab dengan Issabella puteri tunggal Vania.
Dendi tersenyum mendengar suara puteranya, memiliki antusias yang tinggi mengajak Issabella ke lantai atas dan berkata akan mengenalkan dirinya kepada puteri Vania.
Suara ceria sang putera terdengar jelas, bahagia seorang anak kecil tak bisa di tutupi, begitu pula dengan kesedihannya.
Dendi tersenyum lebar ketika melihat puteranya berlarian menaiki tangga dan menyongsong kearahnya.
Ia dengan sigap merentangkan tangan, bersiap memeluk puteranya yang tengah berlari memeluknya dengan riang, sedangkan Issabella menyapa hormat dan menyalamnya setelah menyalam sang ibu.
Dendi dengan sebelah tangannya mengusap kepala Issabella dan mendapat tatapan hangat dari puteri Vania.
Suasana hangat di ruang keluarga itu, dan tak satupun dari mereka yang merasa kesepian seperti biasa, yang di alami sang putera sejak kepergian sang ibu.
Mereka berbincang dan bersenda gurau, sekilas mata memandang mereka terlihat seperti keluarga yang sempurna.
Kebahagiaan terpancar jelas di wajah masing masing, baik anak - anak mereka maupun diri mereka sendiri, tanpa mereka sadari mereka baru saja di pertemukan.
Tak lama kemudian terdengar suara bu Innah memanggil Albert dan Issabella untuk makan malam.
Wanita tua itu sangat telaten dalam mengurus sang putera.
Dendi mengajak serta Vania dan serta anak - anak mereka untuk turun kebawah dan menikmati makan malam.
Terlihat semua patuh atas perintah Dendi, seolah mengikuti perintah kepala keluarga.
Vania duduk di samping sang puteri, sedangkan Dendi, memilih menemai sang putera di sampingnya.
Matanua menatap Vania yang tengah menyuapkan makan Issabella.
Pemandangan yang langka baginya, bahkan istrinya dulu tidak seperti itu.
Sorot matanya terlihat iri, melihat apa yang di lakukan Vania kepada sang puteri.
Sedangkan bagi Vania dan sang puteri, hal itu merupakan hal yang lumrah, karena sudah menjadi kebiasaan, ketika pagi dan malam makan, ia akan menyuapkan makan ke puteri semata wayangnya itu, begitu juga dengan malam ini.
Sehingga merasa biasa saja dengan rutinitas makan bersama anaknya saat ini, tetapi sejenak kemudian ia tersadar setelah Albert, putera dari pemilik rumah ini memandangi nya dengan tatapan sedih.
Tak ingin merusak suasana hangat yang telah terjalin beberapa waktu ini, Vania berinisiatif memperlakukan hal yang sama terhadap Albert.
Mendapat tawaran dari sosok ibu, membuat pria kecil itu bahagia bukan kepalang, tak biasanya ia lahap dengan makanannya, kali ini berkat tangan mungil Vania, Albert menikmati makanan dengan porsi double, hal itu tak luput dari mata jeli mbok Innah yang ikut tersenyum melihat ketulusan, di berikan wanita yang dibawa majikannya kerumah megah itu.
Setelah menikmati makan malam, mereka lanjut dengan belajar sejenak di kamar sang putera, lalu terdengar suara tawa riang keduanya, nenandakan mereka sudah tidak belajar lagi.
Waktu terus berlalu, bak sihir tak terasa akhirnya jam sudah menujukkan pukul 21.00 WIB, dan esok harus sekolah lagi, sehingga Vania memutuskan untuk pulang, setelah pengalaman mengesankan hari ini.
Vania memohon pamit kepada Dendi karena anaknya harus istirahat tetapi Albert menahan nya dan dengan penuh kelembutan Vania mengingatkan Albert bahwa Issabella juga harus istrahat.
Setelah negoisasi yang panjang akhirnya Vania diizin kan pulang, oleh putera kecil Dendi dengan syarat mereka akan sering - sering bertemu.
Vania hanya tersenyum dengan permintaan pria kecil itu, ia tak ingin membuat janji yang ia sendiri ragu akankah mampu untuk menepatinya.
Malam itu Dendi mengantarkan mereka pulang kerumahnya.
Dendi sudah sangat akrab dengan Issabella yang memang notabene haus akan sosok ayah, sepanjang perjalanan pulang mereka berdua mengobrol banyak hal, sampai melupakan bahwa Vania ada diantara mereka.
Tanpa terasa perjalanan panjang akhirnya berakhir, dan mereka telah tiba di rumah Vania yang terlihat bersih terawat walau tidak terlalu besar.
Setelah mengantar Vania dan Issabella sampai ke depan pintu rumah, dan berpamitan dengan Issabella, Dendi pun berpamitan karena sudah terlalu malam untuk mampir kerumahnya, walau sebenatnya ia masih ingin berlama - lama dengan wanita itu.
Ketika perjalanan pulang kerumah barulah Dendi menghidupkan Ponsel miliknya, dan tentu saja ponsel miliknya sudah masuk bertumpuk pesan dari Della dan orang- orang rumah sakit, tapi Dendi memilih hanya melirik saja, ponsel ia ia letakkan di atas dasbor mobilnya.
Entah mengapa ia seperti enggan membuka pesan tersebut, seolah ia enggan untuk menghilangkan semua kenangan yang baru saja terjadi.
Sesampainya dirumah ia langsung menuju kamarnya, sejak kebersamaannya dengan Vania, ia yang biasanya langsung menuju kamarnya, kini ia menyempatkan diri melihat ke kamar kedua anaknya yang sudah tertidur lelap.
Dendi memandangi wajah puteranya yang terlihat sudah mulai besar tanpa mendapat perhatian maximal darinya.
Dendi mendaratkan ciuman ke pipi sang putera dan membelai rambut puteranya, lalu ia melanjutkan langkahnya menuju kamar nya untuk merebahkan tubuhnya yang terasa ringan meski lalu tertidur lelap.
Sementara Della yang sudah menahan amarah karena di abaikan oleh Dendi, ia mengemudikan mobilnya menuju Salah satu club malam terkenal di kota metropolitan itu.
Begitu memasuki club malam beberapa pria menggodanya, tetapi Della terus berjalan menuju sebuah kursi dimana seorang pria melambai kearahnya, sembari memegangi rokok di tangan nya.
Della menghampirinya dan merebut rokok dari sela jari-jari pria itu memindahkan ke bibir sexy miliknya.
Della dengan wajah masam menuangkan minuman ke sloki, lalu meneguknya dengan sekali teguk, hal itu terjadi berulang ulang sampai akhirnya ia mulai mabuk, dan pria itu mengajaknya ke dance Floor untuk memanaskan tubuh.
Della yang sudah setengah mabuk itu tak menghiraukan sekitarnya, ia terus berjoget menikmati iringan music yang di sajikan sang DJ, sedangkan pria yang bersamanya sudah memeluknya dengan erat sambil mencumbu mesra dirinya, lalu pria itu berbisik ke telinganya, ia meminta agar mereka meninggalkan night club untuk melanjutkan aktivitas mereka berdua.
Della tersenyum simpul, lalu ia menyetujui dan mereka meninggalkan club malam menuju sebuah hotel yang masih satu gedung dengan night club tersebut.
Mereka bak sepasang kekasih yang sedang di mabuk cinta, mereka tak hentinya b******u dan bercinta sepanjang malam.
Pria itu adalah seorang pelajar SMA yang selalu Della panggil ketika ia haus akan kehangatan, atau merasa kesepian.
Della adalah wanita dengan kelainan s*x dan ia menyukai s*x yang bervariasi, menurutnya para Remaja sangat suka bereksperimen dan dapat memuaskannya berkali kali, tak seorangpun para pelajar yang ia dekati menolak kemolekan tubuhnya.
Para pelajar itu juga sangat menikmati dan mereka dengan senang hati untuk memuaskannya di atas ranjang, karena setelah itu biasanya para pelajar pulang dengan kepuasan bathin, plus isi dompet yang sudah Della persiapkan untuk uang jajan mereka.
Siapa pria yang akan menolak, diajak bercinta wanita cantik bertubuh sintal, dan setelahnya mendapatkan amplop.Tidak ada bukan?
Tapi Della adalah wanita yang cerdik, untuk pengeluaran yang maximal itu ia dapatkan dari jatah yang selalu Dendi berikan padanya, ia tak peduli dengan Dendi yang juga bermain dengan banyak wanita, karena sepengetahuannya yang di lakukan pria kaya itu hanya untuk bersenang - senang seperti dirinya.
***
Pagi itu, hangatnya cahaya mentari pagi menembus langsung ke balik tirai kaca kamarnya, dan menyapa Dendi pagi itu yang terbangun dengan wajah cerah.
Setelah sekian lama, ia hampir tak pernah tidur dengan tingkat kualitas yang begitu sempurna seperti tadi malam, hingga membuatnya enggan untuk meninggalkan kasur empuk dengan segala kenyamanannya.
Meski enggan untuk terbangun dan masih ingin bermalas - malasan di atas kasur dengan mood yang bagus pagi ini, tapi Dendi memaksakan dirinya untuk bangun, karena ia harus bekerja pagi ini.
Dendi adalah dokter bedah rumah sakit dan menjadi salah satu dokter bedah terbaik di rumah sakit tersebut, sekaligus merupakan seorang direktur di Rumah sakit tempat nya bekerja.
Dimana pemilik rumah sakit tersebut adalah orang tuanya.
Meski begitu, Dendi tak bisa semena - mena duduk sebagai direktur hanya karena ia seorang putera sang pemilik rumah sakit.
Duduknya Dendi sebagai direktur rumah sakit karena memang dirinya memenuhi persyaratan dan layak untuk menjadi pemimpin yang dapat mengembangkan rumah sakit tersebut.
Hal ini terbukti, sejak duduknya dirinya sebagai direktur rumah sakit, rumah sakit tersebut sudah banyak memperoleh provit yang baik, dan telah menjalin kerja sama dengan perusahaan - perusahaan bonafide di Indonesia.
Sosoknya yang ambisius dan pekerja keras membuat semua usaha nya dan karier kedokterannya semakin bersinar.
Dengan nama besarnya sebagai dokter bedah kardiovaskular, Dendi selalu menjadi pilihan favorite para pejabat untuk mengobati penykitnya.
Hanya saja, dibalik kesuksesan di dalam kariernya, jiwanya terasa kosong, di tambah setelah ia harus kehilangan istri tercinta.
Sehingga waktu luang yang ia miliki, selalu ia pergunakan untuk bersenang - senang dengan para wanita - wanita cantik yang memang sudah mengantre untuk mendapat giliran menikmati kebersamaan dengannya.
Tapi tidak dengan sore ini, sepulang dari prakteknya di rumah sakit, Dendi memilih untuk meluangkan waktu menjemput putera nya di sekolah.
Hal yang di luar kebiasaannya selama beberapa bulan terakhir, hingga membuat supir pribadinya heran melihat perubahan baik yang terjadi dengan majikannya.
Tak hanya supir pribadinya yang heran dengan sikapnya saat ini. Albert, sang putra juga sangat heran dengan kehadiran sang ayah di sekolahnya, ia merasa tidak melakukan kesalahan tapi mengapa sang ayah mendatanginya kesekolah seperti ketika ia bersalah, pikir sang putra.
“ Papa, kok ke sekolah, kakak kan tidak melakukan kesalahan pa..? “ Tanya Albert dengan wajah ketakutan.
Mendengar pertanyaan sang putra, membuat Dendi menghela nafasnya, ada getir melintasi hatinya, lalu ia tersenyum dan menggendong sang putra menuju mobil sembari menjawab “ memangnya, papa hanya boleh datang kalau kakak Albert bermasalah, hmm..? “ Dendi menatap wajah sang putra yang memasang mimik rasa bersalah.