Meet you again

1347 Kata
Dan Vania harus menjauhkan hp nya dari telinganya “ haha., wahh kamu lupa ya sama suara aku?” jawab pria di seberang yang masih terkekeh, belum sempat Vania menjawab pria di seberang langsung melanjutkan pembicaraannya “ aku Dendi yang kamu tolong minggu lalu, wahh kamu udah lupa ya aja Van sedih aku dengarnya” Dendi dengan suara lembut penuh wibawa dan entah kenapa hati Vania damai mendengar suara itu “ohh pak Dendi, iya Vania inget pak, bapak apa kabar ? sudah sembuhkah ?” jawab Vania sambil berkerut karena darimana Dendi bisa dapat nomor handphone nya sedangkan Vania merasa dia belum pernah memberikan kepada Dendi sebelumnya, apakah Dendi salah satu biss rentenir tempatnya meminjam uang?. “ Wahh syukur dah kamu masih inget Van kirain udah lupa aja, haha., aku udah sehat dong seperti yang kamu dengar dari suaraku” jawab Dendi lembut “Syukurlah kalo begitu pak, ada perlu apa pak sampai menghubungi Vania ?” potong Vania karena penasaran dan ingin memastikan apakah Dendi adalah bos rentenir atau bukan. “hmm., aku ada permintaan sam kamu Van, mau ya ? ya., ya., ya ?? please !!” rengek Dendi yang tiba - tiba manja ke Vania. Vania berkerut aneh samil tersenyum entah mengapa dia merasa senang dengan sikap Dendi kemudian menjawab “emang ada pilihan buat nolak pak ?” jawab Vania yang memang penasaran dan tak berniat menolak Dendi yang sudah membuatnya tersenyum ditengah tumpukan masalah “nahh, pinter kamu Van, haha” jawab Dendi disertai gelak tawa yang renyah “kamu pulang ngantor jam berapa Van ?” sambungnya lagi bertanya ke Vania seraya melirik jam tangannya “Vania pulang jam 5 pak, ada apa pak ?” jawab Vania heran dan jantungnya mulai berdegub kencang karena penasaran Vania takut bahwa Dendi adalah bos rentenir yang sengaja menunggunya di depan rumahnya sepulang kerja dan sepertinya Vania tak mengharapkan itu. “loh sudah jam 5 pulang donk sudah leat 15 menit malahan Van, kanapa kamu belum pulang Van ? lagi ada kerjaan atau gimana ?” tanya Dendi serya melirik jam tangannya lagi. “gag sih pak, Vania lagi beres - beres meja mau pulang kok pak”  jawab Vania masih bingung seraya mengintip sekeliling dari balik tirai di ruangannya dan hanya tersisa beberapa orang saja. “ya udah., buruan turun donk aku dari tadi loh nungguin kamu dibawah “ jawab Dendi sambil tersenyum simpul “lohh., pak kok., bapak tau Vania kerja dimana ?” baas Vania yang sudah sangat penasaran. “penasaran ?? pengen tau ?? buruan turun donk” goda Dendi. “oke pak, okee sampai ketemu byee” Vania mengakhiri obrolannya dengan Dendi di handphone dan dia pun bergegas untuk turun bahan sampai melupakan kunci sepeda motor dan helmnya, dia berlari dan tak menghiraukan kakinya yang sakit karena menggunakan highhells. Semua terabaikan karena rasa penasaran yang menyelimuti hatinya sedari tadi dan begitu pintu lift terbuka Vania lalu berlari ke lobby dan menuju parkiran motor yang berada di samping lobby gedung perkantoran itu dan ketika berlari menuju parkiran terdengar seseorang memanggilnya seraya melamaikan tangan ‘Vann !! VANIAA” lambaian tangan Dendi yang membuat para karyawan dan karyawati yang baru keluar gedung memandangnya dengan sinis terhadap Vania. Vania menoleh dan tersenyum lalu mendekat kearah suara pria yang memanggilnya “pak Dendi., kok bisa disini ? kok..” belum sempat Vania melanjutkan kata - katanya tapi Dendi sudah keburu menarik tangan Vania dan membukakan pintu mobil untuk Vania dan mendudukan di samping kursi pengemudi lalu Dendi menutup pintu kemudian berlari menuju kursi pengemudi dan melajukan mobil sport miliknya meninggalkan gedung tempat vania mengais rejeki, ia tersenyum simpul melirik Vania dibalik kacamata hitamnya melihat Vania yang terbengong kebingungan membuatnya semakin bersemangat mengemudi dan semakin lincah menembus jalan raya dengan kecepatan tinggi. Dendi sengaja membiarkan Vania dengan berjuta pertanyaan yang mugnkin tengah menyelimuti pikirannya, hal itu jelas terlihat dari ekspresi Vania yang masih kaku memegang tasnya dan akhirnya Dendi tidak tahan dengan suasana itu akhirnya gelak tawanya memecahkan keheningan suasana mobil itu dan tentu saja membuat Vania terkejut ketakutan “tenang Van, kamu gag diculik kok” ucapnya sambil meremas kepala Vania lembut “diam dan perhatikan saja kita bakal sampai okey” lanjut Dendi kembali konsentrasi mengemudi dan Vania kebingungan hanya bisa mengangguk lemah dan hal itu tak luput dari padangan Dendi. 20 menit berlalu dalam keheningan sampai akhirnya memasuki perumahan kawasan elite dan Dendi memarkirkan mobilnya tepat di depan sebuah rumah nan megah “yuk Van, kita sudah sampai nih” ujarnya sambil membuka pintu dan berjalan menuju pintu mobil di sebelah Vania duduk sedangkan ketika Vania hendak membukanya ternyata Dendi sudah sigap membuka pintu tersebut terlebih dahulu kemudian Vania keluar dari mobil dan mengikuti langkah Dendi yang memasuki rumahnya itu dan disambut hangat oleh bu Innah sebagai kepala asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja dengan Dendi. Dan Dendi tersenyum menyapa bu Innah dengan ramah seperti biasanya “sudah selesai semuakan bu Innah ?” tanya Dendi yang sudah sangat mengenal sosok perempuan paruh baya yang dipanggilnya bu Innah tadi. Bu Innah sangat terpecaya dalam hal urusan mengatur rumah tangganya mulai dai hal yang kecil sampai hal yang besar dan Dendi sudah berpesan kepada bu Innah bahwa ia akan mengundang seseorang yang spesial untuk makan malam di rumah dan bu Innah sudah paham akan perintah tersebut “bueresss donk pak pokoke aman selagi Innah dirumah ini” kelakar bu Innah dengan logat jawa yang khas. Dendi mengangguk mengerti lalu terus berjalan dan mengabaikan Vania yang masih bingung dengan situasi itu sampai akhirnya Dendi menghentikan langkahnya tepat di pintu menuju kolam renang belakang rumah yang sudah tersedia meja makan dan 2 kursi serta menu lengkap diatasnya dan tak lupa lilin diatas meja tersebut menambah suasana semakin menghanyutkan siapapun yang berada disana dan pandangan itu membuat Vania takjub lalu pandangan matanya tertuju pada taman anggrek di samping kolam terlihat dari wajahnya ia sangat mengagumi tanaman itu dan semua situasi di rumah itu begitu nyaman dan indah. Mungkin taman itu adalah hasil kreasi bu Della yang sudah menamparnya waktu itu pikirnya dan entah kenapa hatinya tiba - tiba perih mengingat nama Della lalu Dendi menarik salah satu kursi yang ada dihadapannya dan mempersilahkan Vania duduk “yuk Van, duduk udah laper pastikan ?” ujarnya seraya memberikan senyuman manis dibalik brewoknya itu lalu berjalan dan duduk di kursi tepat di hadapan Vania.   Vania mengangguk dan duduk dalam diam ia bingung harus berbuat apa sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya “pak, kenapa semua tiba - tiba seperti ini ? bapak ngundang Vania kesini dan cuma makan berdua gimana kalo ibu marah dan salah paham lagi pak ?” ujar Vania yang masih sedikit trauma akan kejadian di rumah sakit dengan Della waktu itu “ohh, kamu takut Della marah ?” jawab Dendi tersenyum menggoda “atau ibu Innah tadi ? haha” tambahnya diiringi gelak tawa melihat reaksi cemberut diwajah Vania yang merasa di olok olok Dendi “Saya serius lo pak” balas Vania singkat  “ Udah, udah kita makan aja dulu nanti kita berbincang bincangnya” ujar Dendi seraya meletakan daging yang sudah dia potong ke piring Vania sambil memperlihatkan wajah Vania dengan seksama  “ Hhmm, ntah kenapa aku merasa nyaman di dekatmu dan hatiku damai memandang wajahmu ada apa sebenarnya ini” lamunannya dikejutkan oleh suara telepon genggamnya dan seketika ia salah tingkah dan merogoh kantong celananya lalu melirik siapa penelepon yang mengejutkan lamunannya itu. Nama Della tertera di sana Dendi kemudian memasukan lagi telepon genggamnya setelah membuat mode pesawat karena ia tak ingin ada yang mengganggu waktu makan malamnya bahkan Dendi berpesan ke bu Innah untuk tidak menerima seorangpun selama Vania berada di rumah itu dan bu Innah memahami akan hal itu. “ Kenapa gag diangkat saja pak, siapa tau penting” ujar Vania memecahkan suasana " Hmm, aku ikutan kamua aja Van kalo yang nelp lebih sekali baru aku angkat” sindir Dendi karena Vania baru mengangkat setelah dua kali panggilan. Vania tertunduk malu dan terdiam wajahnya memerah lalu menjawab “terserah bapak deh, bapak pemilik rumah ini pasti punya prinsip pemilik rumah selalu benar kan”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN