Cerita Oleh Aji Setiawan1978
author-avatar

Aji Setiawan1978

bc
Menulis Cerita
Diperbarui pada Dec 29, 2022, 22:35
Media Tengah Sekarat Di Tengah Pandemi Jurnalisme itu hidup ditentukan khalayak. Rumus ini terpatri kuat oleh Goenawan Muhammad sang pendiri Majalah Tempo. PT Tempo, selain menggarap majalah, koran juga online, komunitas Utan Kayu,JIL, Obat-obatan,KBR 68H. Saya kira Tempo adalah rujukan garda terdepan jurnalisme bermutu yang paling unggul saat ini karena akurat, tajam dan banyak membela kepentingan khalayak.Selain Tempo , raksasa media lainnya adalah Kompas dan Jawa Pos.Media cetak memang lain, di banding media online, media daring, media elektronik (televisi dan radio) apalagi setelah WiFi masuk ke desa-desa, khalayak mempunyai ruang pilihan yang sangat beragam. Tentu berbeda saat Orde Baru berkuasa di mana narasi pemerintah adalah sama idemnya dengan narasi media. Seragamisasi wacana itu diproduksi oleh Orba melalui Menteri Penerangan. Media yang berlawanan dengan pemerintah, pasti disikat(diberangus-breidel-red)SIUPP pasti dicabut, wartawannya di bui dengan berbagai alasan menentang pemerintah. Media-media yang masih bertahan hari ini adalah media yang sudah pasti kaya modal, idiologi medianya jelas, iklan banyak, oplah tinggi, kesejahteraan jurnalis terjamin, uang lembur dan transpot di luar gaji pokok, pekerja pers dapat saham dan dapat asuransi JAMSOSTEK.Kondisi mainstream lembaga pers semacam itu hanya dimiliki oleh tokoh-tokoh pers yang punya idiologi, integritas dan berpihak serta mencintai kebenaran dan kejujuran. Bila menengok sejarah penerbitan Pers Kebangsaan, kiranya para sejarawan Pers Indonesia bisa membaca kembali kehadiran Tirto Adhi Soerjo dengan “Medan Prijaji” adalah permulaan pertambia menjadikan pers sebagai alat pergerakan. Surat Kabar “Medan Prijaji” yang terbit pertama kali pada pada hari Jum’at, 1 Januari 1907 mempunyai jargon kebangsaan ini kemudian berfungsi sebagai pers, baik tugasnya sebagai jurnalistik yang memberi kabar, sekaligus mengadvokasi publik dari kesewenang-wenangan kekuasaan maupun kemauan untuk membangun perusahaan pers yang mandiri dan otonom.Dalam sejarah mencapai Indonesia merdeka, wartawan Indonesia tercatat sebagai patriot bangsa bersama para perintis pergerakan di berbagai pelosok tanah air. Di i masa pergerakan, wartawan bahkan menyandang dua peran sekaligus. Wartawan berperan sebagai aktivis pers yang melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan penerangan guna membangkitkan kesadaran nasional. Selain itu wartawan juga berperan sebagai aktivis politik yang melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan membangun perlawanan rakyat terhadap penjajahan. Kedua peran tersebut mempunyai tujuan tunggal, yaitu mewujudkan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wartawan Indonesia masih melakukan peran ganda sebagai aktivis pers dan aktivis politik. Dalam Indonesia merdeka, kedudukan dan peranan wartawan khususnya, pers pada umumnya, mempunyai arti strategi sendiri dalam upaya untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Setelah mengetahui sejarah awal pers di Indonesia, kita dapat melihat bahwa pers di Indonesia memiliki arti yang sangat penting. Pers Indonesia turut memberikan kesaksian, mencatat dan sekaligus menjadi pendorong perjuangan bangsa untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Saat ini diharapkan pers Indonesia dapat memberikan kontribusi positif untuk mengembangkan Indonesia ke arah yang lebih baik. Reformasi telah bergulir, kebebasan pers saat ini bisa dinikmati oleh siapa saja dan berdampak besar bagi kemajuan hak berdemokrasi dan penegakan HAM. Episode Lengsernya Soeharto dan berlanjut dengan Pemerintahan Reformasi secara berturut-turut Habibie, Gus Dur, Mega ternyata membawa dampak luarbiasa dalam perkembangan pers nasional. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia langsung masuk ke dalam barisan tiga negara yang dikategorikan memiliki kebebasan Pers, sesudah Filiphina dan Thailand. Beberapa organisasi pers, semacam AJI malah membentuk South East Asia Press Alliance (SEAPA), yang bertugas mengekspor kebebasan pers ke negara-negara tetangga. Indikasi pers bebas di Indonesia kini memang tidak ada yang menyangkal. Media Massa, baik cetak maupun elektronik, sekarang nyaris tidak punya hambatan lagi dalam meliput dan menyiarkan berita. Semua tampil berani. Hampir tidak ada lagi tabu-tabu politik yang semasa Orba berkuasa begitu membelenggu ruang gerak pers. Apapun bisa ditulis: Keluarga Cendana, Cikeas, Century, Wisma Atlet, Proyek Hambalang sampai masalah HAM dan SARA. Semua bisa ditulis dan disebarkan. Begitupula dalam organisasi wartawan, semua bebas membentuk organisasi. Tapi di balik cerita manis prosesi demokrasi dengan adanya kebebasan pers sendiri masih tersisa wajah buruk pers. Kekerasan demi kekerasan terhadap wartawan terus terjadi. Simak saja laporan Tahunan AJI (Aliansi Jurnalis Independen).Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat ada 84 kasus kekerasan yang menimpa wartawan di berbagai daerah sejak 1 Januari hingg
like
bc
Rembulan Pagi Di Pertengahan Ramadan
Diperbarui pada Dec 29, 2022, 04:27
Sebuah seni melipat waktu, menrata ruang. Ruang publik berbeda dengan ruang private Hijab adalah soal mukasyafah. itu tidak mudah, melalui migrab, dulu ifet mrnyebut "lorong waktu" alias lubang hitam..aku teringat, aku bukan orang sakti.ibarat orang ke jawa timur.rek, pake motor , sku ke jogja dulu. Lewat kartasuro ke Boyolali, Karanganyar, Gobogan lewat Langitan, Tuban Bojonegoro, Surabaya.Muter lagi lewat Gresik,Sifosrjo, Laongan,Tuban.
like
bc
Peta Jalan NU Mendunia
Diperbarui pada Dec 27, 2022, 18:45
Peta Jalan Tantangan NU Mendunia Ibarat perahu, bahtera lautan luas dunia terbentang bukannya berombak tenang.Semakin ke tengah, angin dan badai semakin kuat. Namun, pelaut yang tangguh dan nahkoda yang tangguh, sekali layar terkembang pantang surut ke tepian. Perahu besar itu bernama NU, kini terus mengarungi dunia untuk menyebar maslahah bagi ummat dunia. Tantangan Nahdlatul Ulama (NU) ke depan adalah bagaimana menjadikan NU mendunia telah lama digulirkan oleh KH Ma'ruf Amin dalam berbagai kesempatan kegiatan NU. Ini menjadi pedoman dan arah NU, agar nilai-nilai NU diterapkan oleh masyarakat Muslim dunia. "NU saat ini sudah terkenal bukan saja di Indonesia, tapi juga di luar negeri. Bahkan, ada perwakilan NU di sejumlah negara. Karena itu, tantangan NU ke depan, adalah menjadikan paham NU yang diterapkan penduduk muslim di seluruh dunia," kata KH Ma'ruf Amin. Menurut Mustasyar PBNU ini, tantangan Indonesia ke depan bagaimana menjadikan NU mendunia. Harapan pada 100 tahun kedua NU, tidak hanya dikenal di dunia tapi tapi diterapkan masyarakat muslim dunia. Menurut Kiai Ma'ruf, wajar jika NU menargetkan perluasaan organisasi dan paham ke dunia internasional, karena NU sudah menjadi organisasi terbesar se-Indonesia. "NU juga memiliki lambang bola dunia, yang sasarannya agar NU dapat mendunia," kata mantan Rais Am PBNU ini. Kiai Ma'ruf menyerahkan tugas menjadikan NU dunia pada generasi muda NU. Ia berharap generasi muda NU mendapat tempaan pendidikan berkualitas dari kader NU senior agar mampu bersaing di dunia internasional. "Ini tugas generasi mendatang yang kita siapkan," katanya.  Untuk mencapai target tersebut, ia menekankan agar NU terus memperbaiki diri, sehingga dapat menjadi organisasi berkinerja efektif dan efisien. Ia juga mengingatkan bahwa Khittah Nahdliyah (garis perjuangan NU) adalah Khittah Nabawiyah (garis perjuangan para nabi), dan Khittah Nabawiyah adalah Khittah Ishlahiyah (garis perjuangan perbaikan)," lanjut KH Ma'ruf. Gayung pun bersambut, melanjutkan periodesasi PBNU di bawah kepemimpinan KH Said Aqil Siradj, KH Yahya Cholil Staquf ketua PBNU terpilih menyampaikan pidato pertamanya dalam penutupan Muktamar, Jumat (24/12) menyinggung dua agenda besar PBNU yakni membangun kemandirian warga dan mewujudkan perdamaian dunia. "Yang pertama adalah agenda membangun kemandirian warga dan yang kedua adalah meningkatkan peran dalam pergulatan Nahdlatul Ulama untuk mendukung perdamaian dunia," kata Yahya dalam tayangan YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama. Dalam dua agenda tersebut, kata Yahya, NU sudah memiliki rintisan-tintisan yang sangat kuat dan berharga. Selanjutnya, yang diperlukan adalah bagaimana menjahit berbagai macam inisiatif yang sudah dilakukan dalam pengembangan ekonomi rakyat, pemajuan pendidikan, pengembangan layanan kesehatan, dan lainnya menjadi satu agenda nasional. Hal ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup warga NU dan rakyat banyak. Sementara, dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia, Yahya mengklaim, NU telah berhasil melakukan berbagai inisiatif yang diapresiasi oleh masyarakat internasional. Langkah berikutnya adalah bagaimana melakukan akselerasi lebih jauh sekaligus melakukan sinergi dengan inisiatif-inisiatif pemerintah. "Karena apabila kita melihat lanskap dinamika internasional hari ini tidak ada yang memiliki posisi paling tepat untuk berkontribusi bagi perdamaian dunia lebih dari negara kesatuan Republik Indonesia," kata dia. Harapan senada juga disampaikan Rois Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmah 2021-2026, KH Miftachul Akhyar berharap agar kiprah NU di dunia global bisa lebih maksimal, sebagaimana tema Muktamar ke-34 NU yaitu Satu Abad NU: Kemandirian dalam Berkhidmat untuk Peradaban Dunia. “Saya yakin NU akan segera menggapai cita-citanya menuju dunia untuk memberi solusi-solusi kehidupan. Saya percaya dengan Ketua Umum PBNU terpilih yang (juga) memiliki pikiran-pikiran mendunia,” katanya.  Lebih lanjut kiai kelahiran Surabaya, Jawa Timur itu menjelaskan, untuk bisa mencapai cita-cita kemandirian NU, warga nahdliyin harus memiliki karakter mandiri dan tidak mudah terprovokasi oleh kelompok lain. Selanjutnya, Kiai Miftach mendasari argumennya dengan mengutip hadits Nabi yang artinya, "Janganlah kalian menjadi orang yang plin-plan dan latah. Kalian mengatakan, Jika orang-orang berbuat baik, kami juga ikut baik. Dan jika mereka berbuat zalim, kami pun ikut zalim’. Namun mantapkanlah jiwa kalian; jika masyarakat berbuat baik, kalian tetap melakukan kebaikan, dan jika mereka melakukan kejahatan, maka jangan ikut berbuat zalim." (HR At-Tirmidzi)  Ia juga berharap pada periode kepengurusan NU lima tahun ke depan mampu merealisasikan putusan-putusan penting Muktamar kali ini yang ditetapkan dalam sidang-sidang komisi.  
like
bc
NU Untuk Perdamaian Dunia
Diperbarui pada Dec 4, 2022, 07:03
Dedikasi NU untuk Agama, Bangsa dan Peradaban Dunia NU di dirikan para Ulama pada 31 Januari 1926 di Surabaya, maka gerakan NU adalah gerakan para ulama yang berusaha menjaga, memperbaiki, memberikan pelayanan kepada umat. Gerakan NU tersebut dengan menyebut NU sebagai gerakan memperkuat dan melindungi akidah warga NU dengan cara dan praktik Ahlussunah wal Jama’ah. Nahdlatul Ulama yang lahir 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H) menyimpan sejarah kelahiran yang berliku-liku. Selain menghadang arus modernisasi pemikiran yang bertentangan dengan kaum tradisionalis, juga menjadi wadah para ulama dalam memimpin umat menuju terciptanya izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin) Kongres Al-Islam keempat di Yogyakarta (21-27 Agustus 1925) dan kongres Al-Islam kelima di Bandung (5 Februari 1926), kedua rapat akbar umat Islam Indonesia ini untuk memilih utusan untuk menghadiri Kongres Islam se-Dunia di Mekah. Kongres Al-Isalam di Yogyakarta dan Bandung sangat didominasi oleh kalangan Islam modernis. Bahkan sebelum kongres di Bandung itu kalangan modernis sudah mengadakan pertemuan terlebih dahulu (8-10 Januari 1926) yang salah satu keputusannya menetapkan H.O.S. Tjokroaminoto dari Sarekat Islam dan KH Mas Mansur dari Muhammadiyah sebagai utusan untuk menghadiri kongres di Mekah. KH A Wahab Chasbullah dari kalangan tradisionalis yang “disingkirkan” dalam perhelatan itu, mencoba mengajukan usul-usul atas aspirasi Islam tradisonalis agar Raja Ibnu Saud menghormati tradisi keagamaan seperti membangun kuburan, membaca doa seperti Dalailul Khayrat, ajaran madzhab, termasuk tradisi yang menggurat di Mekah dan Madinah. Tetapi usul-usul tersebut nampaknya dikesampingkan oleh kalangan modernis. Akhirnya Kiai Wahab beserta tiga orang pengikutnya meninggalkan kongres dan mengambil inisiatif tersendiri dengan mengadakan rapat-rapat di kalangan ulama senior. Musyawarah-musyawarah kecil itu awalnya hanya melibatkan beberapa tokoh yang datang dari sekitar daerah Ampel, Kawatan, Bubutan, Sawahan dan daerah sekitarnya, semuanya kebanyakan dari Surabaya. Uniknya, rapat semacam itu dilakukan di sebuah mushala yang didirikan oleh H. Musa. Mushala itu terletak Jalan Ampel Masjid (sekarang menjadi Jl Kalimas Udik). Baru setahun kemudian, tepatnya pada 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H), dalam sebuah pertemuan di rumah Kiai Wahab di kampung Kawatan, Surabaya, yang dihadiri sejumlah ulama dari beberapa pesantren besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, para kiai sepuh sepakat mendirikan Komite Hijaz untuk mengantisipasi gerakan Wahabi, yang didukung secara politik oleh Raja Ibnu Saud. Pertemuan bersejarah itu memang dihadiri oleh beberapa ulama senior yang berpengaruh, seperti KH Hasjim Asj’ari dan KH Bisri Syansuri (Jombang), KH R. Asnawi (Kudus), KH Ma'sum (Lasem, Rembang) KH Nawawi (Pasuruan), KH Nahrowi, KH. Alwi Abdul Aziz (Malang), KH Ridlwan Abdullah, KH Abdullah Ubaid (Surabaya), KH Abdul Halim (Cirebon), KH Muntaha (Madura), KH Dahlan Abdul Qohar (Kertosono), KH Abdullah Faqih (Gresik) dan lain-lain. (sumber: Pengurus Wilayah NU Jawa Timur, Khitthah Nahdhlatul Ulama, Surabaya, Lajnah Ta’lif Wan Nasr, t.t hal 10-11). Pertemuan para ulama di kediaman Kiai Wahab itu juga menyepakati pembentukan sebuah jam’iyah sebagai wadah para ulama dalam memimpin umat menuju terciptanya izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin). Jam’iyah itu diberi nama Nahdlatoel Oelama (kebangkitan kaum ulama), yang antara lain bertujuan membina masyarakat Islam berdasarkan paham Ahlusunnah wal Jama’ah seperti tertuang dalam Pasal 3 ayat a & b, (Statuten Perkoempulan Nadlatoel Oelama 1926, HBNO, Soerabaia, 1344 H), yakni: ”Mengadakan perhoebungan di antara oelama-oelama jang bermadzhab” dan “memeriksa kitab-kitab sebeloemnya dipakai oentoek mengadjar, soepaja diketahoei apakah itoe dari pada kitab-kitab Ahli Soennah wal Djama’ah atau kitab Ahli Bid’ah.” Dalam forum ulama yang cukup sederhana itu, Haji Hasan Gipo (1869-1934) ditunjuk oleh KH Wahab Chasbullah menjadi ketua Tanfidziyah HBNO (Hoofd Bestuur Nahdlatoel Oelama) dengan diampingi KH Rois Said (Paneleh, Surabaya) sebagai Rois Syuriah. Pertemuan tersebut juga memutuskan, mengirim delegasi (Komite Hijaz) antara lain: KH Wahab Hasbullah (Jombang), KH Khalil Masyhudi (Lasem) dan Syekh Ahmad Ghunaim Al-Mishri untuk menghadiri Kongres Islam se-Dunia di Makkah sekaligus menemui Raja Ibnu Saud. Mereka membawa pesan para ulama agar Ibnu Saud menghormati ajaran madzhab empat dan memberikan kebebasan dalam menunaikan ibadah. Dalam jawaban tertulisnya, Ibnu Saud hanya menyatakan akan menjamin dan menghormati ajaran empat madzhab dan paham Ahlusunnah wal Jama’ah. Muktamar Lampung NU terus berkembang. NU memiliki peran besar dalam memajukan agama, sosial, dan politik di Indonesia. Tidak hanya itu NU juga banyak berperan dalam dunia global. Kehadiran NU di berbagai belahan dunia, menjadi dinanti dan menjadi bagian penting sejarah perada
like
bc
Kumpulan Cerpen
Diperbarui pada May 7, 2022, 18:24
BAB 1 Elegi Masa Lalu SETIAP waktu di bawah basement FTI UII Jogjakarta, aku dengan Pak Anggodo, Paijo, dan sederet pegawai FTI UII senantiasa hidup berdampingan. Aktivitasku yang seabrek membuatku harus membagi waktu, selain bekerja sebagai penulis yang gajinya hanya pas pasan Rp150.000,- di tahun 1998. Aku terus berkeliling kampus, di empat kabupaten di Jogjakarta. Apa saja bisa ditulis, dari menyensus kampus, orang diteror, orang demontrasi, sampai seminar, pesta musik dan diskusi di kampus. Rasanya aku ketemu dengan banyak orang, membuka dialog dan ruang bercerita. Ada sesuatu yang hilang, kekasih yang direbut orang, kuliah berantakan, nilai ancur-ancuran. Yang ada jaringan orang, tentang sebuah cinta humanisme, berselempangkan tali silaturahmi, sebagaimana jaman Wali Songo. Islam tidak disebarkan dengan perang dan terror, namun cara-cara yang lebih santun, penuh toleran dengan dakwah dan dagang. Setelah belajar tentang bertemunya dengan sesama manusia dari banyak orang. Pagi berangkat, pulang petang. Cerita didiskusikan setiap pagi melalui rapat proyeksi, Pak Yahya Ombara dengan semangat berkobar memberikan catatan tema dan pertanyaan arah tulisan. Itulah Koran pagi Yogya Pos Kabar Kampus yang diliput sedari pagi hingga petang bahkan terkadang sampai malam hari, terbit sehari kemudian. Sebagaimana makanan khas daerahku, mendoan. Disajikan saat hangat bahkan panas, jadi langsung bisa santap. Sesekali diteruskan beberapa komentar pendek Pak Teguh Ranusastra dan R Harun. Sederet bangku kosong kembali penuh serasa ruang kuliah, ada Sunu, Wahid Ma’ruf, Yulia, Waluyo dll. Jauh sebelum aku masuk kantor ini, Emha Ainun Nadjib mengisi rubrik kopi sore Yogya Pos yang racikannya dari kopi, campur jahe, campur merica. Rasanya sangat pedas, menggigit membuat siapa saja ingin membaca lembar demi lembar Yogya Post Sore. Elegi itu aku baca, disaat umurku baru 17 tahun, dimana aku baru sering membaca, jarang bicara. Aku terkenal diam, dikampuspun aku termasuk orang paling bingung sedunia. Bagaimana tidak, aku masuk di fakultas yang luar biasa pergaulannya, di mana letak kampus terpadu diapit dengan 4 fakultas besar yakni Fakultas Sipil, Psikologi, MIPA dan FTI Sendiri. Fakultas kedokteran dibuka pada tahun keempat aku kuliah. Aku justru sering keliling dari kampus Fakultas Hukum, Ekonomi, Agama dan Ekonomi. Namun yang paling sering aku sapa di daerah Demangan. Karena aku dulu sering berdiskusi dengan Tatang Setiawan, anak Tasikmalaya. Seluruh PU LPMF di kampus UII aku kenal, maka tak heran saat Musyawarah Anggota Musang Himmah UII (1998) aku sempat didapuk menjadi wakil pimpinan sidang Musta LPM Himmah UII. Selain beraktifitas di kampus FTI UII, saya juga menjabat Ketua PWI-Reformasi Jogjakarta, padahal sebelumnya dedengkot JPPR dan PWI R ada Bambang Soen (Republika, mantan ketua PDI Perjuangan Bojonegoro, Masduki Atamimi (LKBN Antara) yang dikenal sebagai ketua Tim Pencari Fakta PWI Yogyakarta yang menangani Kasus Udin Bernas, Arto Naziarto dan Sugiarto (Suara Merdeka), Heri Purwata (Kab Biro Republika-sekarang) jauh sebelum itu sudah lama merumuskan sikap tentang Kasus Udin Bernas. Aku kemudian menghubungi Gatot Indroyono di LPM Arena Sunan Kalijaga di Jalan Solo atau Jalan Adisucipto. Selain aku sering mampir di Kopma IAIN Sunan Kalijaga. Aku kemudian dipertemukan dengan Sunu Budi Purwanto yang kemudian diangkat sebagai Sekretaris Korda. Beberapa sahabat kentalku mulai Kholid Haryono (Sek Dosen Teknik Informatika FTI UII), Shohibul Hidayah (sekarang jadi petinggi wartawan se Indonesia di Banjarmasin). Ada yang terlupa aku kost di salah satu rumah Dosen IAIN Jogja, yang sampai hari ini saya tidak tahu namanya. Karena saya hanya membayar kost lewat teman yang membawa saya kost. Aneh bin ajaib. Selepas rapat, sekretaris redaksi kantor di bilangan Cemara Tujuh, Mba Ratri Kumaraningsih memanggil ku, untuk mengambil gaji sebulan yang belum diambil. “Ntar mbak.” Aku langsung memacu cepat motorku kea rah kampus pusat UII di Cik Di Tiro. Kulihat di bangku lincak bambu wulung, segelas teh manis panas yang masih berkebul asap air mendidih segera saja aku hirup. Minuman segar pengisi perutku yang keroncongan sedari pagi. Segar kurasa, kepalaku terasa enteng, Teh Himmah memang beda. Gratis. Ada banyak teh yang ada diberbagai penjuru Nusantara,mulai Teh Tubruk, Teh Keroncong, Teh Geprek, Teh Tarik yang jelas bukan Teh dari Jawa Barat, cewek sunda yang paling dicari-cari, Teh Roris namanya. Namun teh paling nikmat adalah teh serbuk Palembang dan Lampung, khas Rumah Makan Padang. Memang beda. Pergaulan dunia membuat kita semakin konsumtif. Apa saja pengin kita beli. Sementara harga-harga selangit, pendapatan tidak ada. Besar
like
bc
Biografi Habib Anis bin Alwi al Habsyi
Diperbarui pada May 5, 2022, 11:25
Peran Habib Anis bin Alwi al Habsyi Peneguh Thariqah Alawiyin di Surakarta Oleh: Aji Setiawan ajisetiawanst@gmail.com Cipawon 6/1, Bukateja Purbalingga-Jawa Tengah 53382 simpedes BRI 372001029009535 ABSTRAKSI Peranan Habib Anis bin Alwi al Habsyi dalam dakwah Islam di tengah gempuran pembaharuan Islam di Surakarta pada tahun 1953 hingga 2006. Permasalahan utama penelitian ini adalah ajaran Habib Anis bin Alwi al Habsyi dalam melestarikan ajaran Islam di Surakarta pada tahun 1953 hingga 2006. Pertanyaan pokok studi ini adalah bagaimana ajaran Habib Anis bin Alwi al Habsyi, serta peran dan pengaruhnya terhadap masyarakat luas, khususnya masyarakat Surakarta. Jawaban atas pertanyaan dikaji dari sumber primer dan skunder seperti sumber lisan, surat kabar, dan beberapa referensi yang relevan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kegiatan Habib Anis selain kegiatan di Masjid seperti pembacaan Maulid Simthud Durar dan haul Habib Ali Al-Habsyi setiap bulan Maulud, juga ada khataman Bukhari pada bulan Rajab, khataman Ar-Ramadhan pada bulan Ramadhan. Sedangkan sehari-hari beliau mengajar di Zawiyah pada tengah hari. Wasiat Habib Anis adalah empat hal yang penting: “Pertama, kalau engkau ingin mengetahui diriku, lihatlah rumahku dan masjidku. Masjid ini tempat aku beribadah mengabdi kepada Allah. Kedua, zawiyah, di situlah aku menggembleng akhlak jama’ah sesuai akhlak Nabi Muhammad SAW. Ketiga, kusediakan buku-buku lengkap di perpustakaan, tempat untuk menuntut ilmu. Dan keempat, aku bangun bangunan megah. Di situ ada pertokoan, karena setiap muslim hendaknya bekerja. Hendaklah ia berusaha untuk mengembangkan dakwah Nabi Muhammad SAW. Gerakan menghidupkan tradisi salaf dengan kitab-kitab standart seperti Shahih Bukhari, Ihya Ulumiddin, Nashoih Diniýah, Kalam Salaf dll yang berpusat di masjid Riyadh bersambut luas tidak hanya jamaah masjid, namun klan (fam) serta jaringan ulama akhirnya berkembang. Lewat keistiqomahan Habib Anis, jaringan ulama lokal Solo Raya terbentuk, bahkan pada era 96 an ada forum remaja masjid militan (Forsmil) yang bergerak dari kalangan remaja masjid. Adanya kontinuitas, istoqomah gerakan yang kukuh dengan tradisi salaf serta penguatan jaringan, tidak hanya lokal (Solo Raya), namun muhibbin (pencinta) habaib yang tersebar luas ke seluruh Indonesia berdatangan menjadi koneksitas lokal dan menasional, bahkan menyebar luas tidak saja konteks lokal, nasional namun juga go internasional Kata Kunci : Habib, Islam Tradisional, Tradisi Salaf, Maulid, Muhibbin, Pasar Kliwon Solo, Solo Raya PENDAHULUAN Habib Anis lahir di Garut Jawa Barat, Indonesia pada tanggal 5 Mei 1928. Ayah beliau adalah Habib Alwi. Sedangkan ibu beliau adalah Syarifah Khadijah. Ketika beliau berumur 9 tahun, keluarga beliau pindah ke Solo. Setelah berpindah-pindah rumah di kota Solo, ayah beliau menetap di kampung Gurawan, Pasar Kliwon Solo. Ayah Habib Anis yakni Habib Alwi bin Ali bin Muhammad bin Husein bin Abdullah bin Syekh bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Ahmad Shahib Syi’ib bin Muhammad Ash-Shoghir bin Alwy bin Abu Bakar Al-Habsy bin Ali-Al-Faqih bin Ahmad bin Muhammad Assadullah bin Hasan At-Turabi bin Ali bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqadam bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khali Qasam bin Alwy bin Muhammad bin Alwy Ba’Alawy bin Ubaidullah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam Husein As-Sibthi bin Amirul mukminin Ali Abi Thalib ibin Sayidatina Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah SAW.
like
bc
singa podium betawi
Diperbarui pada May 4, 2022, 00:37
Habib Novel bin Salim bin Ahmad Jindan                Singa Podium Betawi  Ceramah di Banyak Tempat                                      Jakarta-Pada tahun 1970-1990 -an, di ibukota Jakarta nama Habib Novel bin Salim Jindan adalah muballig ternsma ibukota. Ceramahnya terdengar lantang dan berapi-api.Tampil selalu dengan pakaian dan gamis perlente.Ceramahnya tanh sarat dengan muatan kalam salaf, padat dan berisi membuat jamaah betah dan tak bosan untuk mendengarnya.                        Habib Novel Sabtu pagi, 2 Rabits Tsani 1361 H / 18 April 1942 M di Bidara Cina Otista Jati Negara.                                       Ibu Habib  Novel adalah Syarifah Aisyah binti Al Habib Usman bin Abdullah Syatho. Al Habib Usman adalah salah seorang ulama dari Makkah yang datang ke Sulawesi untuk berdakwah dan kemudian menikahi salah seorang wanita berdarah biru dari Bugis hingga lahir dari perkawinan tsb Syarifah Aisyah binti Al Habib Usman Syatho. Al Walid Al Habib Novel sangat bakti kepada ibunya. Yang saya ketahui dari beliau adalah kepatuhannya kepada ibunya. Tidak pernah berucap kata “Tidak” kepada ibunya. Hingga wafat sang ibu pada tahun 1990 atau 1991. Sebagaimana bakti beliau yang sangat luar biasa kepada sang ayah, Al Habib Salim bin Ahmad bin Jindan. al Habib Salim yang senantiasa mendidik beliau. Al Walid Al Habib Novel selalu mendampingi sang ayah.                               Sekitar tahun 1967  berangkat ke Makkah, dan tinggal di sana selama kurang lebih 2 tahun. Menimba ilmu dari para ulama yang ada di sana, diantaranya As Sayyid Alwi bin Abbas Al Maliki. Al Walid sangat disayang oleh As Sayyid Alwi hingga dipersaudarakan dengan putranya Al Muhaddits As Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al Maliki. Sebagaimana juga menimba ilmu dan dekat dengan As Sayyid Muhammad Amin Kutbi, Asy Syeikh Hasan Masysyaath dan para ulama ulama Al Haramain yang Saat itu berada di sana. al Habib Salim berniat untuk pindah ke Makkah bersama seluruh keluarga besarnya, sehingga Al Walid menunggu kedatangan beliau dan mempersiapkan segalanya, namun karena beberapa hal hingga kepindahan Al Habib Salim tidak terwujud dan batal. Ketika Al Walid mendapat kabar bahwa kepindahan ayahnya batal, maka habib Novel bergegas untuk pulang ke indonesia karena khawatir akan keadaan ayahnya.                    Setibanya di Indonesia sang ayah sangat gembira dan bahagia. Al Walid pernah bercerita  bahwa pernah bersama dakwah dengan Al Habib Salim sang ayah. Terkadang dalam suatu acara, sohibul bait mengundang Al Habib Salim dan Al Walid agar keduanya berceramah.  Dan di waktu yang sama ditempat lainpun mengundang keduanya, sehingga Al Habib Salim mengatakan kepada Al Walid, engkau sekarang ke acara yang di sana sedangkan aku di acara yang di sini, setelah engkau selesai maka bergegas untuk hadir di acara yang di sini sedangkan aku akan beranjak ke acara yang di sana. Habib Abdul Qodir bin Muhammad Al Haddad Al Hawi bercerita bahwa pernah dalam acara maulid Al Walid Al Habib Novel diminta berceramah di hadapan ayahnya Al Habib Salim dan saat itu hadir pula para habaib dan ulama lainnya. Setelah berceramah, sang ayah Al Habib Salim berdiri dan mengatakan dengan bangga, “wahai Hadirin, beginilah para Habaib dan keluarga Rasulullah SAW, mereka bagaikan pohon pisang, tidak mati induknya melainkan setelah tumbuh sempurna anaknya”. Hingga suatu hari dalam sebuah kesempatan Al Habib Salim melepaskan Imamah yang beliau pakai dan beliau letakkan dan pakaikan Habib Novel bin Salim bin Jindan. Habib Salim bin Ahmad bin Jindan Wafat pada Malam senin tahun 1969. Dan meninggalkan putra putri yang solih dan solihah yang bertaqwa kepada Allah.         Dan tidak lama kemudian Habib Novel menikah dengan Habib Muhammad bin Ali bin Abdurahman Al Habsyi. Habib Novel juga berguru kepada Al Habib Ali bin Abdurahman Al Habsyi, Al Habib Ali bin Husain Al Attas, Al Habib Muhammad bin Ahmad Al Haddad Al Hawi, dan senantiasa mendampingi mertua dan berguru kepadanya Habib Muhammad bin Ali bin Abdurahman Al Habsyi Kwitang, dan  juga berguru dari para ulama lainnya. Bahkan hampir sebagian besar guru-guru Habib Salim bin Ahmad bin Jindan adalah guru Habib Novel. Sebab Al Habib Salim setiap kali meminta Ijazah dari para gurunya selalu memintanya juga untuk anak dan keturunannya. Seluruh hidupnya hanya untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, hanya untuk berdakwah dan berjuang di jalan Allah hingga akhir hayat beliau. Dorongan beliau kepada putra putrinya untuk menempuh jalan agama, dakwah di jalan Allah. Hingga Habib Novel kirim semua anak-anaknya untuk menimba ilmu. Dan setiap anak dari mereka saat berangkat,selalu berpesan kepadanya dengan apa yang di katakan oleh ibunda Asy Syeikh Abdul Qodir Al Jailani saat berpisah dan melepas anaknya menimba ilmu, "Wahai anakku, belajarlah bersungguh-sungguh dan jangan pernah berfikir kembali dan berjumpa, sebab aku akan menunggumu di depan telaga Rasulullah SAW di hari kiamat".                        Almarhum dikenal sebagai mu
like
bc
Sosok Pejuang Mbah Idris Kacangan Boyolali
Diperbarui pada Apr 30, 2022, 07:51
Sosok Pejuang, KH. Muhammad Idris Kacangan Salah satu tokoh thoriqah dan pejuang dari Andong, Boyololali adalah Mbah Idris. KH. Soeratmo atau yang lebih dikenal dengan Mbah Muhammad Idris Kacangan lahir pada tanggal 1 April 1913 M. Beliau merupakan putra dari pasangan KH. Amir Hasan Yogyakarta dan Ny. Aisyah binti KH. Idris Boyolali. Mbah Muhammad Idris Kacangan memulai pendidikannya dengan belajar di Manbaul Ulum Slompretan sampai tamat kelas XI dengan nilai yang sangat memuaskan. Selain itu beliau juga pernah belajar dibeberapa Pondok Pesantren, diantaranya, Pondok Pesantren Jamsaren, Solo dibawah asuhan KH. Idris, Pondok Pesantren Tremas Pacitan, Pondok Pesantren Bangkalan Madura, Pondok Pesantren Kaliwungu Kendal dan pernah mengikuti Majlis Ta’lim dibawah asuhan Habib Muhsin Bin Abdullah, Solo untuk mempelajari Hadits Bukhori Muslim. Selain itu beliau juga telah terbiasa dengan riyadloh seperti Puasa sunah, Sholat lail dan tahan tidak tidur dimalam hari. Beliau juga menekuni olah raga seni pencak silat dan bergabung dalam Pendekar solo. Tidak ketinggalan beliau juga mendalami ilmu tasawuf. Maka dengan tempa’an-tempa’an tersebut terbentuklah sosok pribadi Mbah Muhammad Idris Kacangan menjadi ulama’ khas yang berwawasan luas dan menghabiskan hidupnya untuk mencari ridlo Allah Swt. Sejak muda  sangat senang bergaul dengan siapapun tanpa mengenal status sosial maupun agama dan golongan. Mbah mendalami dan Bai’at Thoriqoh Szadziliyyah sejak muda kepada beberapa mursyid/Guru Thoriqoh, antara lain : KH. Abdul Mu’id Tempur Sari (Klaten), KH. Ahmad Siroj Keprabon ( Solo), KH. Abdul Rozaq(Termas Pacitan), KH. Ahmad (Ngadirejo),KH. M. Idris(Jamasaren – Solo), Syeikh Mufthi Kamal( Makkatul Mukaromah), Syeikh Muhtarom (Makkah) dll. Semenjak beliau menjadi Mursyid, telah puluhan ribu jumlah anggota yang diasuh, terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat. Habib Luthfi bin Aly bin Hasyim bin Yahya Pekalongan sempat mengambil ijazah thoriqah Syaziliyah dan Naqsabandiyah dari Mbah Idris, pun demikian dengan Habib Syekh Abdul Qodir Assegaff juga mengambil bai'at thoriqah. Bahkan beberapa bulan sebelum beliau wafat, beliau masih sempat memba’aiat sekitar 200 orang sambil tiduran karena sudah udzur atau sakit, dan dilakukan bersama atau dijama’. Mbah Idris termasuk pejuang 45, pada saat pertempuran menghadapi pasukan penjajah Belanda di Mranggen, beliau bergabung dalam barisan Hizbullah. Dalam memerangi faham Komunisme pun , Mbah Idris adalah tokoh sentral ulama terdepan di kawasan MMC (Merapi-Merbabu Compleks- catatan Haul tahun 2009). Dalam berdakwah  dilakukan dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami. Contoh-contoh pengalaman syariat agama dilaksanakan secara sederhana, tidak selalu harus memaparkan dalil-dalil, namun mengutamakan tata krama dan akhlakul karomah. Beliau sangat peduli terhadap pelestarian budaya Jawa yang relevan dengan ajaran Islam, misalnya, wayang kulit, tata busana jawa dan lain-lain. Beliau sangat fasih apabila menuturkan Babat tanah Jawa yang penuh dengan nilai filsafahnya. Mbah Idris termasuk ulama Ahli falak. Namun hal ini sanagat disimpan rapi, alasannya sangat sederhana “Jangan sampai diartikan atau dianggap sebagai ahli nujum”. Karena sifat kehati-hatian beliau, maka Mbah Idris sangat rapat dalam menyimpan rahasia kekhususan yang dimiliki. Adapun kejadian-kejadian yang merupakan karomah yang diungkap disini adalah sebagian kecil yang sempat direkam semasa beliau masih hidup. Mbah Idris sangat menghormati tamu (ikramu dhuyud), pernah suatu ketika beliau kedatangan tiga orang tamu dari jauh. Pada saat itu ibu nyai dan pembantu tidak ada dirumah. Tiga tamu tadi dihidangkan minuman yang diambil dalam teko persediaan beliau sendiri. Anehnya dalam satu teko yang biasanya berisi teh, ketika dituangkan digelas para tamu tersebut isinya berbeda-beda sesuai dengan kesukaan tamu tersebut. Satu gelas pada saat dituangkan berisi kopi, satu berisi teh dan satunya lagi berisi susu. Hal ini membuat ketiga tamu tadi tertegun sambil berbisik :”Mengapa Kyai sudah tahu minuman kesukaan kami padahal kami belum pernah silaturahmi dan ketemu kyai, dan kami saat ini memang betul-betul haus”. Mbah Idris melaksanakan ibadah haji baru tiga kali. Namun kenyataan tiap tahun banyak saudara yang pergi haji berjumpa beliau baik di Makkah dan Madinah.Hal ini pernah dialami oleh KH. Ahmad Zarkasy, KH. Abu Shihab, KH. Taubatan Nasuha. Ketika mereka bertiga yang tergolong sudah sepuh melaksanakan ibadah haji, ketiganya disana di pandu oleh KH. Soeratmo/Mbah Idris. Maka setelah ketiganya pulang tersebarlah berita tersebut. Dan mereka menuturkan Kiai Soeratmo atau mbah Idris setiap paginya sudah di Makkah, tetapi setiap sore slalu pamit untuk pulang. Dengan berita tersebut, para jama’ah majlis ta’lim asuhan beliau merasa heran dan dalam hati membantah berita tersebut, karena selama musim haji beliau setiap malamnya selalu aktif memberikan ceramah tafsir al Qur’an di Gedung Batik PBB Kacangan.
like
bc
Kumpulan Mutiara Rasulullah SAW
Diperbarui pada Apr 29, 2022, 15:47
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadlirat Allah SWT Jalajalluhu warahmatuhu atas terselesaikannya bunga rampai kumpulan Mutiara-mutiara Rasulullah SAW yang dimuat majalah alKisah dan sebagian kisah Hikmah Harian Umum Republika. Dan tidak lupa seiring salam dan shalawat penulis haturkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membawa kita dari dunia yang penuh kegelapan menunju kehidupan yang terang benderang.  Naskah-naskah buku ini sebelumnya tercerai berai, namun setelah mendapat respon positif dari teman-teman sesama penulis, penulis terpacu untuk mengumpulkan kembali bahan-bahan tulisan tentang kehidupan sehari-hari Rasulullah SAW. Dengan diterbitkannya buku ini, penulis mengajak pembaca agar benar-benar menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi Akhirul Jaman, Nabi terakhir yang mempunyai misi besar untuk menyempurnakan akhlaq manusia. Dengan membaca buku yang berjudul Kumpulan Hikmah, harapannya semoga pembaca dapat mengambil suri tauladan (uswatun khasanah) dari kehidupan beliau di masa lampau, untuk dihidupkan kembali pada masa-masa sekarang dan mendatang. Akhirul kalam, akhirnya, semoga buku ini dapat bermanfaat untuk kita semua kaum muslimin pada saat ini dan umat yang akan datang hingga datang ketetapan Allah. Dan semoga Allah SWT berkenan membuka pintu Hidayah sehingga semakin banyak orang bisa mengambil manfaat bagi umat Islam dan kaum muslimin. Amin Ya Robal Alamin. Aji Setiawan
like
bc
Ensiklopedia Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaff Bukit Duri
Diperbarui pada Apr 25, 2022, 13:06
Abdurrahman bin Ahmad Assegaf Guru Thoriqah Alawiyyin di Tanah Betawi Abad 20 ABSTRAKSI Nama Habib Abdurrahman as-Segaf tak asing bagi masyarakat di sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Pemilik sapaan lengkap al-Walid al-Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qodir Assegaf ini merupakan salah satu ulama penting yang berperan besar dalam perkembangan Islam di kawasan metropolitan tersebut. Tokoh kelahiran 1908 di Cimanggu Bogor ini dikenal sebagai pendidik yang tulus ikhlas. Ia mendedikasikan hidupnya untuk mengajarkan ilmunya kepada umat. Bahkan, sejak usianya masih muda, ia dipercaya mengajar di Madrasah Jami'at al-Khair, lembaga pendidikan Islam formal tertua yang ada di Batavia, ketika itu. Semangat untuk berjuang mengajarkan ilmu dari al-Walid, demikian ia akrab disapa, telah mengkristal saat usianya muda. Pada umur 20 tahun, ia hijrah ke Bukit Duri, Jakarta Selatan. Berbekal ilmu agama yang telah diperoleh selama menimba ilmu, ia mendirikan lembaga pendidikan sendiri yang diberi nama Tsaqafah Islamiyah. Lembaga yang fokus pada pengajaran ilmu agama itu masih tetap bertahan hingga kini di tengah-tengah hiruk pikuk Jakarta. Key Word; Habib, Betawi, Alawiyyin, Thariqah, Majelis Taklim A.PENDAHULUAN Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir bin Ali bin Umar bin Segaf bin Muhammad bin Umar bin Thoha bin Umar bin Thoha bin Umar ash-Shofi bin Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in. Sayidil Walid adalah pribadi yang ulet dan ikhlas. Terlahir di Cimanggu, Bogor, 98 tahun silam, ia adalah putra Habib Ahmad bin Abdul Qadir Assegaf. Ayahandanya sudah wafat ketika ia masih kecil. Tapi, kondisi itu tidak menjadi halangan baginya untuk giat belajar. Pernah mengenyam pendidikan di Jamiat Al-Khair, Jakarta, masa kecilnya sangat memprihatinkan, sebagaimana diceritakan anaknya, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaff berkusah. “Walid itu orang yang tidak mampu. Bahkan beliau pernah berkata, ‘Barangkali dari seluruh anak yatim, yang termiskin adalah saya. Waktu Lebaran, anak-anak mengenakan sandal atau sepatu, tapi saya tidak punya sandal apalagi sepatu’. Tidurnya pun di bangku sekolah. Tapi, kesulitan seperti itu tidak menyurutkannya untuk giat belajar.” Ketika masih belajar di Jamiat Al-Khair, prestasinya sangat cemerlang. Ia selalu menempati peringkat pertama. Nilainya bagus, akhlaqnya menjadi teladan teman-temannya. Untuk menuntut ilmu kepada seorang ulama, ia tak segan-segan melakukannya dengan bersusah payah menempuh perjalanan puluhan kilometer. “Walid itu kalau berburu ilmu sangat keras. Beliau sanggup berjalan berkilo-kilometer untuk belajar ke Habib Empang,” tutur Habib Ali. Habib Empang adalah nama beken bagi (almarhum) Habib Abdullah bin Muchsin Alatas, seorang ulama sepuh yang sangat masyhur di kawasan Empang, Bogor. Selain Habib Empang, guru-guru Habib Abdurrahman yang lain adalah Habib Alwi bin Thahir Alhadad (mufti Johor, Malaysia), Habib Alwi bin Muhammad bin Thahir Alhadad, Habib Ali bin Husein Alatas (Bungur, Jakarta), Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi (Kwitang, Jakarta), K.H. Mahmud (ulama besar Betawi), dan Prof. Abdullah bin Nuh (Bogor). Semasa menuntut ilmu, Habib Abdurrahman sangat tekun dan rajin, meski tak terlalu cerdas. Itulah sebabnya, ia mampu menyerap ilmu yang diajarkan guru-gurunya. Ketekunannya yang luar biasa mengantarnya menguasai semua bidang ilmu agama. Kemampuan berbahasa yang bagus pun mengantarnya menjadi penulis dan orator yang andal.
like
bc
Awasi Peredaran Daging Sapi
Diperbarui pada Apr 24, 2022, 03:49
Aneh, Stok Daging Sapi Cukup Kenapa Harganya Naik Tajam??? Jakarta-Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) memastikan stok sapi siap potong aman hingga lebaran nanti. Ketersediaan pasokan daging dipastikannya surplus, baik daging sapi atau kerbau produksi lokal, sapi bakalan siap potong, maupun daging impor beku. “Stok kita masih aman hingga nanti Lebaran” kata Yasin Limpo awal April.Bahkan Sapi Brahma dari India dan daging Kerbau India juga sudah datang untuk memenuhi kebutuhan daging. Namun memasuki pertengangan akhir Ramadan, situasi berubah cepat. Sejak adanya Ppn 11% dan memicu kenaikan harga di semua kebutuhan pokok dan barang, termasuk daging Sapi. Jaringan Pemotongan dan Pedagang Daging Indonesia (Jappdi) memprediksi harga daging sapi bakal mengalami kenaikan hingga hari Raya Idul Fitri atau Lebaran. Ketua Jaringan Pemotongan dan Pedagang Daging Indonesia (Jappdi) Asnawi mengatakan, naiknya harga daging sapi di dalam negeri jelang Idul Fitri nanti tergantung seberapa banyak ketersediaan sapi hidup siap potong. Bahkan Asnawi memprediksi, lima hari sebelum Lebaran, harganya bisa meroket mencapai Rp 200.000 per kilogram. "Harga daging sapi diproyeksikan bisa terus naik hingga Lebaran nanti. Menjelang lebaran, H-3 atau H-5 bisa terjadi lonjakan harga lagi. Nggak semua pasar sama. Tapi bisa tembus Rp 200.000 per kilogram," lanjut Asnawi. Kelangkaan daging sapi sudah terjadi seminggu terakhir, dibarengi kenaikan harga yang sangat tajam dari 120 ribu-170.000 per kilogram. Lonjakan harga daging sapi yang cukup menggiurkan ini membuat ada sebagian oknum pedagang nakal mencampur daging sapi glonggongan dan bahkan daging babi. Peredaran daging babi (celeng) berasal dari luar pulau Jawa atau dari hutan itu hasil berburu (Perbakin atau hasil buruan) yang dipasok ke pasar-pasar membuat was-was para pedagang pasar dan pembeli. Karenanya Hj Nurul Hidayah Supriyati ,SH MSi ,anggota FPPP DPRD I Jateng asli Purbalingga mengajak para pedagang, Pengawas Ketahanan Pangan, Kepolisian untuk mengawasi benar-benar beredarnya daging babi ke pasar-pasar. "Sebenarnya pintu masuk pasar-pasar harus di awasi.Jangan sampai kecolongan lagi," katanya. Hampir setiap hari, penggeledahan beredarnya daging babi di Pelabuhan Bakahuni (Lampung) berhasil menyita 7,1 Kwintal daging celeng. Untuk memastikan daging sapi beneran, Hj Nurul menyarankan pedagang untuk memasok daging dari distributor yang dijamin kehalalannya. Tidak saja daging Celeng, daging sapi glonggongan juga beredar. Untuk membedakan daging sapi berkualitas segar itu, belinya harus pagi benar, dagingnya masih segar, nggak pucat atau hanya kemerah-merahan."Saya sembelih sendiri sapinya, jadi saya jamin halal dan daging sapinya bukan sapi glonggongan," kata H Anif Damanhuri pedagang dan distributor daging Sapi asli Sayangan, di barat tugu Knalpot Sayangan, Purbalingga,Jawa Tengah. "Yen Ragu Lebaran ra usah tuku daging.Tuku Ayam, entog aku Lebaran. InsyaAllah ming ngonoh... Di olih-olihi ya ..," kata Sumiyarso. Lain lagi pendapat orang jelang lebaran."Orang pasti sudah disiapkan biaya untuk mudiknya mas.jadi kenapa harus bingung dengan kenaikan.daging sapi mahal. Ya beli sedikit aja perlu hati-hati. Ganti ayam.gitu aja repot," kata Andre Darmaji. Tentu berpuasa di Tahun ini lebih bermakna.Sebagisn ada yang anti daging, tentu tak masalah bukan , karena bisa mengganti pasokan energi bukan dari senyawa hewani namun dari nabati (sayur, telur, ikan). La tahzan....! (***) Aji S
like
bc
habib syekh
Diperbarui pada Apr 23, 2022, 07:03
Guru para Kiai dan Habaib Ia dikenal sebagai guru para ulama dan habaib. Seperti ulama yang lain, masa mudanya dihabiskan untuk menuntut ilmu. Habib Syekh bin Ahmad Al-Musawa, seorang ulama, ia dikenal sebagai muballigh di berbagai majelis taklim di Jakarta. Bisa dimaklumi jika cukup banyak santrinya yang kini menjadi ulama di Jakarta, seperti K.H. Abdurrahman Nawawi, K.H. Thoyib Izzi, K.H. Zain, dan lain-lain. Lahir di Purwakarta, Jawa Barat, pada 1921, Habib Syekh Al-Musawa putra pasangan Habib Ahmad bin Muhammad Al-Musawa dan Sayidah Sa’diyah. Sejak kecil, putra kedua dari tiga bersaudara ini dididik langsung oleh ayahandanya, seorang ulama yang cukup terkenal di masanya. Pada 1930, menginjak usia sembilan tahun, ia belajar ke sebuah rubath (pesantren) di Tarim, Hadramaut. Di sana ia berguru kepada Habib Ahmad bin Umar Asy-Syathiry, pengarang kitab Al-Yaqut an-Nafis, dan Habib Abdullah bin Umar Asy-Syathiry, pengasuh Rubath Tarim. Ia belajar fiqih, tafsir, nahwu, sharaf, balaghah, dan tasawuf, selama 10 tahun. Namun yang paling ia senangi ialah tasawuf. ”Pelajaran tasawuf sangat saya senangi, karena merupakan salah satu jalan manusia mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf juga menganjurkan orang menjadi bijaksana dan lebih berakhlak,” kata Habib Syekh bin Ahmad Al-Musawa. Selain itu, menurut dia, tasawuf mudah dipelajari – baik dalam keadaan senang maupun susah. Maka ia pun dengan tekun mempelajari kitab tasawuf karya Imam Ghazali, seperti Ihya’ Ulumiddin, Bidayah al-Hidayah, dan lain-lain. Semangat belajarnya yang tinggi membawanya belajar ke Makkah Al-Mukarramah. Meski waktu itu Timur Tengah tak lepas dari imbas suasana Perang Dunia I, tekadnya yang besar tak menyurutkan langkahnya menuju Makkah. Di tengah kecamuk perang itulah, dengan mengendarai unta ia berangkat dari Tarim ke Makkah. Di tengah perjalanan Habib Syekh Al-Musawa terpaksa singgah di beberapa desa, bahkan sempat pula mengajar di perkampungan Arab Badui. Bisa dimaklumi jika perjalanan itu makan waktu sekitar dua bulan. Di Tanah Suci, ia langsung belajar kepada Sayid Alwy bin Muhammad Al-Maliky. Bermukim di Makkah sekitar lima tahun, Habib Syekh bin Ahmad Al-Musawa juga berguru kepada Habib Alwy Shahab, Habib Abdulbari bin Syekh Alaydrus, dan Sayid Amin Al-Kutbi. Di Makkah, ia sempat bertemu para santri asal Indonesia, seperti Habib Ali bin Zain Shahab (Pekalongan), Habib Abdullah Alkaf (Tegal), Habib Abdullah Syami Alatas (Jakarta), Habib Husein bin Abdullah Alatas (Bogor). Islamic Centre Pada 1947 Habib Syekh Al-Musawa pulang, lalu menikah dengan Sayidah Nur binti Zubaid di Surabaya. Tak lama kemudian ia mengajar di Madrasah Al-Khairiyah, sambil berguru kepada Habib Muhammad Assegaf di Kapasan, Surabaya. Setelah gurunya itu wafat, ia menggantikan mengajar di majelis taklim almarhum. Tiga tahun kemudian Habib Syekh bin Ahmad Al-Musawa pindah ke Jakarta, mengajar setiap Minggu pagi di majelis taklim Kwitang yang diasuh oleh Habib Muhammad Alhabsyi selama enam tahun. Ia membantu Habib Muhammad membangun Islamic Centre Indonesia (ICI), antara lain berangkat ke beberapa negara Islam di Timur Tengah pada 1967 untuk mencari dana pembangunan ICI. Setelah pembangunan ICI selesai, Habib Syekh Al-Musawa mengajar majelis taklim asuhan K.H. Muhammad Zein di Kampung Makassar, Kramat Jati, selama setahun. Dan sejak 1971 ia mengajar di Madrasah Az-Ziyadah asuhan K.H. Zayadi Muhajir selama 30 tahun. Setelah Kiai Muhajir wafat, Habib Syekh bin Ahmad Al-Musawa menggantikan almarhum mengasuh taklim sampai 2003. Selain mengajar di Az-Ziyadah, ia juga mengajar di majelis taklim Habib Muhammad bin Aqil bin Yahya di Jalan Pedati, Jakarta Timur. Bukan hanya itu, ketika itu ia juga mengajar di 30 majelis taklim lain di berbagai tempat di Jakarta. Pada 2003, Habib Syekh Al-Musawa kembali ke Surabaya, tinggal di rumahnya yang sekarang di Jalan Kalimasudik II. Bapak delapan anak ini (dua putra, enam putri) sekarang lebih banyak beristirahat di rumah. Meski begitu, banyak santri dari sekitar Surabaya yang datang mengaji kepadanya. Ia mengajar fiqih, nahwu, sharaf, balaghah, tafsir, dan tasawuf. Saat ini fisiknya memang sudah berubah. Dulu gagah dan tampan, kini agak kurus, sementara wajahnya tampak agak cekung. Hanya dua-tiga patah kata yang ia bisa ucapkan, itu pun tentu saja tak lagi lantang seperti dulu ketika masih muda, saat ia masih bergiat sebagai muballigh. Jalannya pun tak lagi gesit. Meski begitu, semangatnya untuk membangkitkan dakwah masih bergelora. Ia, misalnya, tetap menyampaikan tausiah, meski hanya kepada para tamunya. Sorot matanya pun masih jernih, pertanda jiwa dan kalbunya bersih pula. Dengan segala keterbatasannya, Habib Syekh bin Ahmad Al-Musawa menerima tamu dengan hangat. Meski sulit berbicara, ulama yang selalu mengenakan gamis dan serban putih ini justru lebih sering menanyakan kondisi kesehatan tamunya. Selain mengajar privat para santri yang datang ke rumah, ia masih sempat mengajar tasawuf di Majelis Burdah as
like
bc
percikan pemikiran
Diperbarui pada Apr 19, 2022, 16:27
Sebuah kumpulan tulisan artikel yg dimuat di berbagai media cetak dan online.Hampir 7 tahun tulisan ini tersebar di berbagai media nasional.Dengan dibukukan, hatapan artikel lebih mudah dibaca, trrsusun rapi menjadi sumber referensi yg layak.
like
bc
Nyaru
Diperbarui pada Feb 9, 2022, 05:02
KAWASAN Kebon Baru Jalan O, Tebet Jakarta Selatan kembali terendam banjir setengah meter. Di dekat Madrasah Tsaqofah. Kuketuk pintu pedagang keliling peci Palembang dan busana muslim. “Asalamualaikum….” “Wa’alaikumsalam..” Dengan ramah, penghuni pedagang keliling menyambutku. Hairullah, saya menyebut pedagang peci keliling ditiap majelis taklim yang ada di seantero Jakarta Raya. “Mas Aji sukanye nyaru…” Dengan muka merah padam kudesak ia, apà itu “Nyaru?” Habisnya nýaru itu tidak serupa dengan kata ‘saru’, kata paling jorok dalam konotasi bahasa Jawa. “Di Betawi, kata dia, pekerjaan ”nyaru’ itu  menyamar….” kata Hairul. Kutatap wajahnya dengan tajam, ya kehidupan telah menempaku khusnudzan dengan segala kejamnya ibu kota. Tapi, bukankah “Khairunnas anfa uhum linnas?” Kita harus berprasangka baik dan sekaligus berperilaku baik dengan sesama manusia. Apalagi kepada Allah, wajib itu. “O, begitu..kalao begono, ‘nyaru’ di dalam cerita pewayangan bisa jadi samar, nyamar. Dan sosoknya digambarkan menjadi sang Semar. Semar adalah bapak moyangnya Punakawan, sang hyang jagad wenang. Sosoknya dalam pakem pewayangan muncul setelah terjadi “Goro-Goro”. Kecuali wayang yang keluar dari pakem, ketika Punakawan menjadi Subjek cerita, itu lakon carangan, contohnya Petruk Dadi Ratu, Semar Mbabar Jati Diri dlsb itu kreasi dalang. Sekarang, dalang-dalang sudah banyak meninggal. Sekalipun bisa bertahan hidup, dunia seni serasa makan tanah dan oli. Ya, bertahan hidup dari jual tanah dan kendaraan besi. Melakukan pekerjaan yang tidak kentara. Umpamanya sambil berdagang, sambil mengintai. Wah, jadinya nggak ada takutnya. Asyikin aja lagi. Jalan gelap di atas pekuburan, sering kutungguin. “Nih gimane, wong acara maulud, gue masa nungguin di atas kuburan berumput, malem malem lagi. Dari pada membuang sepi, kunyalakan rokok filter berteman sepi. Cerita Entong Gendut, Si Pitung, H Darip, Robin Hood Betawi kala itu, belum aku membuat penasaran. Hilir mudik itu, kubuang jauh bersama pergiliran waktu. Senjakala pagi yang berubah siang menjadi màlam. Waktu berputar cepat terasa, pagi berubah siang, sore melintas malam dan berubah lagi menjadi pagi. “Iye. kerja wartawan, berjuang, ikut dagang….kalo jadi wartawan jadi wartawan aja, aye khan nggak enak dikira Hairu nih linknya banyak,” tak kalah joke segar Hairul di pagi buta. “Belum lagi ada order,” kata dia sambil memasukan kartu majlis taklim yang biasa rutin di sebelah utara istana negara, “Nurus Salam”. Hampir aku juga curiga lagi, sebuah jaket hitam klas “Sang President”  jadi hadiah. Kadang uang pinjaman, nggak usah dikembalikan. Tapi dengan halus, kukembalikan. Gimana, terlanjur basah, kerja profesional, jadi wartawan, bermalam di Tebet dan jadi imam sholat di musala kecil. Aku termenung di kawasan padat penduduk ini. Masih kuingat, di ujung jalan KH Facrurrazy Ishack dan KH Rhoma Irama bertaklim maulid sepanjang ujung aspal. Aku serasa tak sendirì, di tanah ini seperti di rumah sendiri. Kadang setiap malam minggu keliling, minggu pagi ke Tsaqofah. Baru ke Kwitang. Baru pada malam Senin Pancoran. Entah siapa Hairulloh itu, pedagang keliling, yang ramah, suka membantu. Pejuang keluarga di mana saja. Dalam karungnya penuh peci dan segepok majalah yang siap di gelar di atas tikar tiap pengajian. “Gimana saya nggak kaget, gile. Seumur-umur kerja jadi sirkulasi dan iklan dari tahun 1997. Benar-benardi Betawi, jadi semakin asyik saja. Ibarat teori perusahan dari hulu sampai ke hilir industri itu paling terdepan di depan lapak,” bisikku dalam hati. Tsun Zu, seorang panglima perang tentara Cina pernah menyatakan, a general is soldier in front off in the war (Seorang jenderal adalah seorang prajurit yang berada di garis terdepan medan pertempuran).
like
bc
Islam Masuk Betawi
Diperbarui pada Feb 3, 2022, 02:37
SEJARAH ISLAM MASUK BETAWI Oleh: Aji Setiawan Abstraksi Di Batavia dahulu, Orang Selam adalah sebutan pembeda orang Betawi dari kelompok etnis lain. R. A. Sastradama, seorang turis lokal dari Surakarta yang berkunjung ke Batavia tahun 1870 menuturkan bahwa pendudukan kota itu umumnya menyebut diri orang Selam. Istilah Selam adalah pengucapan lokal untuk kata Islam. Suku/etnis Betawi adalah salah satu suku/etnis yang ada di Indonesia, dan diyakini sebagai penduduk asli wilayah Jakarta dan sekitarnya. Meskipun secara geografis mereka penduduk pulau Jawa, namun secara sosio-kultural mereka lebih dekat dengan Melayu. Key word; ulama, habaib, jaringan, betawi, sunda kelapa A. PENDAHULUAN Pada masa sekarang ini, masyarakat Betawi yang dikatakan sebagai warga asli Jakarta ini sebagian besar sudah terpinggirkan dari pusat-pusat kota Jakarta akibat pembangunan. Kebanyakan masyarakat Betawi kini meninggali wilayah Jakarta pinggiran dan sekitarnya seperti Depok, Tanggerang, Bekasi, atau Parung. Selain karena pembangunan besar-besar di Jakarta yang menyebabkan tempat tinggal masyarakat Betawi tergusur, banyaknya pendatang dari luar Jakarta ikut memberikan pengaruh atas memudarnya kebudayaan Betawi di Jakarta. Namun, jika kita telisik lebih jauh lagi ternyata etnis Betawi ini sendiri memiliki sejarah yang panjang sebagai warga asli tanah Jakarta. Selain itu mereka juga memiliki kebudayaan dan kearifan lokal tersendiri yang menjadi ciri khas mereka yang menambah keragaman Bangsa Indonesia. Agama Islam sendiri memberikan warna yang cukup banyak dalam kehidupan masyarakat Betawi. Karena itu nilai-nilai ajaran agama Islam pun sering kali mempengaruhi suatu kebudayaan orang Betawi. B.Sejarah dan Asal-Usul Orang Betawi Para ahli memiliki kesulitan dalam melacak asal-usul suku Betawi ini karena kurangnya sumber dan peninggalan yang ada. Adapun kata Betawi sendiri merupakan kata turunan dari kata Batavia, sebutan kota Jakarta pada masa Kolonial Belanda yang diberikan oleh J. P. Coen. Selanjutnya, orang-orang yang tinggal di Batavia disebut Betawi. Dalam konteks ke-Jakarta-an etnis Betawi jelas merupakan penduduk Jakarta dengan ciri-ciri bahasa, budaya, dan adat-istiadat yang berbeda dari pendatang lainnya. Menurut pendapat Ridwan Saidi, orang-orang asli Betawi sudah ada sejak sebelum kedatangan bangsa Barat, meskipun saat itu kata Betawi belum dikenal, namun sudah ada orang-orang yang tinggal di daerah yang sekarang disebut kota Jakarta itu. Pendapat ini diambil oleh Ridwan Saidi atas beberapa alasan, pertama menurut Prof. Slamet Mulyana, mengungkapkan bahwa di daerah Condet, Jakarta Timur telah ditemukan kapak genggam dari zaman neolithikum. Hal ini memberikan bukti bahwa kawasan Condet sudah ada hunian sejak zaman pra-sejarah (Saidi, 2004: 4). Kedua, adanya prasasti Tugu yang berasal dari abad ke-5 M yang ditemukan di simpang tiga Kramat Tunggak, Tanjung Priok. Batu ini berasal dari zaman Tarumangera, oleh orang-orang berbahasa Croel disebut sebagai Tugu, tapi orang Betawi menyebutnya sebagai Tunggak, dan sebagian masyarakat menganggap batu ini keramat, maka disebutlah daerah itu Kramat Tunggak. Dalam prasasti Tugu ini disebutkan tentang penggalian Sungai Chandrabagha oleh Raja Purnawarman. Pada tahun ke-22 pemerintahan Raja Purnawarman digali pula Sungai Gomati sampai ke Laut dan dikerjakan selama 21 hari. Setelah selesai, diadakan upacara besar dan Raja menghadiahkan 100 ekor lembu kepada rakyat dan para Brahmana. Jadi saat masa Tarumanegara itu sudah banyak orang-orang atau komunitas masyarakat, terbukti dengan adanya upacara penghormatan yang dilakukan oleh Purnawarman itu, dan juga tentu para pekerja yang juga banyak untuk menggali sungai yang panjang tersebut (Saidi, 2004: 5). Ketiga, bahwa nama-nama seperti Angke, Ancol, dan Kalimati berasal dari khazanah purba yang berasal dari bahasa Sansakerta, atau mengimitasi dari nama-nama tempat di India. Misalnya nama Angke berasal dari bahasa Sansakerta yakni Ankee yang artinya air yang dalam. Sedangkan Ancol juga asalnya adalah dar bahasa Sansakerta yang artinya air yang menggenang (Saidi, 2004: 6). Hingga abad ke-10, sudah ada pembentukan komunitas baru yang membentuk suatu etnis baru hasil dari proses asimilasi orang-orang yang awalnya berbahasa Sunda Kuno dengan pendatang bar
like
bc
khittah nu
Diperbarui pada Jan 9, 2022, 00:00
Menjaga Netralitas dan Khittah NU 1926 DALAM kaitannya dengan wawasan kebangsaan, pemikiran politik NU selalu memadukan antara nilai kebangsaan dengan nilai keagamaan (Islam). Perpaduan antara keduanya didasarkan pada landasan hukum Islam yang memberikan pedoman bahwa Islam tidak mengenal pemisahan agama dari politik. Menurut Gus Dur, hubungan antara agama dan negara harus terjalin secara proporsional. Hal ini dimaksudkan agar proses berfikir kaum muslimin tidak mengganggu perkembangan negara yang sedang merintis dan membangun tatanan negara yang mantap dan berfungsi untuk jangka panjang. Sikap politik tersebut merupakan perwujudan dan perpaduan antara wawasan keagamaan dengan wawasan kebangsaan. Berdasarkan sikap politik kemasyarakatan tersebut dan sesuai dengan budaya politik Indonesia, pemikiran politik NU selalu terbingkai pada sikap selektif, akomodatif, dan integratif dengan tetap memegang teguh nilai dan prinsip dasar yang telah ditetapkan. Sikap demikian diterapkan oleh NU dalam menjawab setiap permasalahan baru yang muncul dan mencarikan pemecahannya tanpa menimbulkan gejolak. Inilah yang menjadikan NU bersikap netral dalam berpolitik dengan senantiasa kembali ke Khittah NU 1926. Politik, baik secara praktik maupun teori tidak asing bagi para ulama, khususnya di kalangan pesantren. Sebab dalam khazanah keilmuan Islam, politik dipelajari dalam kitab-kitab fiqih siyasah. Namun, politik yang dijalankan oleh para ulama dan kiai selama ini ialah praktik politik untuk memperkuat kebangsaan dan kerakyatan. Bahkan KH MA Sahal Mahfudh (Rais 'Aam PBNU 1999-2014) menambahkan konsep etika politik. Dalam konsep yang dicetuskan oleh Kiai Sahal Mahfudh, ketiga entitas tersebut ialah bagian dari politik tingkat tinggi NU atau siyasah ‘aliyah samiyah. Praktik politik ini digulirkan demi menjaga Khittah NU 1926 yang telah menjadi kesepakatan bersama dalam Munas NU 1983 di Situbondo, Jawa Timur. Menurut Kiai Sahal Mahfudh, politik kekuasaan yang lazim disebut politik tingkat rendah (siayasah safilah) adalah porsi  partai politik bagi warga negara, termasuk warga NU secara perseorangan. Sedangkan NU sebagai lembaga atau organisasi, harus steril dari politik semacam itu. Kepedulian NU terhadap politik diwujudkan dalam peran politik tingkat tinggi, yakni politik kebangsaan, politik kerakyatan, dan etika berpolitik. Sejarah mencatat, NU memang pernah memutuskan menjadi partai politik pada 1952. Kemudian tahun 1955 merupakan pemilu pertama yang diikuti oleh NU sebagai partai. Berjalannya waktu, keputusan NU menjadi partai politik pada tahun 1952 turut mendegradasi peran dan perjuangan luhur organsasi karena lebih banyak berfokus ke percaturan politik praktis sehingga pengabdian kepada umat seolah terlupakan. Berangkat dari kegelisahan tersebut, para kiai mengusulkan agar NU secara organisasi harus segera kembali Khittah 1926. Usulan tersebut sempat terhenti. Namun, seruan kembali ke Khittah 1926 muncul kembali pada tahun 1971. Kala itu Ketua Umum PBNU KH Muhammad Dahlan memandang langkah tersebut sebagai sebuah kemunduran secara historis. Pendapat Kiai Muhammad Dahlan itu coba ditengahi oleh Rais ‘Aam KH Abdul Wahab Chasbullah bahwa kembali ke khittah berarti kembali pada semangat perjuangan 1926, saat awal NU didirikan, bukan kembali secara harfiah. Setelah seruan kembali ke khittah sempat terhenti kala itu, gema tersebut muncul lagi pada tahun 1979 ketika diselenggarakan Muktamar  ke-26 NU di Semarang, Jawa Tengah. Seperti seruan sebelumnya, usulan untuk kembali menjadi jami’iyah diniyyah ijtima’iyah dalam Muktamar tersebut juga mentah. Apalagi NU sedang giat-giatnya memperjuangkan aspirasi rakyat dari represi Orde Baru lewat PPP. Namun pada praktiknya, kelompok kritis dari kalangan NU mengalami penggusuran sehingga menurunkan kadar perjuangan dari partai tersebut. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa peran aktif dalam berbangsa dan bernegara pernah diwujudkan oleh NU dengan menjadi partai politik. Dalam perjalanannya, sedikit demi sedikit NU memulai langkahnya berkiprah dalam dunia politik. Berawal dari MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia), NU akhirnya terlibat dalam masalah-masalah politik. Namun, eksistensi MIAI tidak berlangsung lama, pada Oktober 1943, MIAI akhirnya membubarkan diri dan digantikan oleh Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Pada awalnya, Masyumi merupakan sebuah organisasi nonpolitik. Tetapi, setelah Indonesia merdeka, Masyumi akhirnya ditahbiskan menjadi partai politik, dan memutuskan NU sebagai tulang punggung Masyumi. (Baca Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 2010) Pada tahun 1940-1950, Masyumi akhirnya menjadi partai politik terbesar di Indonesia. Masyumi merupakan partai yang heterogen anggotanya, sehingga perbedaan kepentingan politik banyak terjadi di dalamnya. NU dengan jumlah jamaahnya yang besar membuat Masyumi memperoleh dukungan besar. Namun yang terjadi justru NU dipinggirkan sehingga hanya menjadi alat pendulang suara. Hal it
like
bc
habib ali kwitang
Diperbarui pada Jan 8, 2022, 21:47
Manakib Habib Ali Kwitang -Jakarta Pusat Penggerak Majelis Taklim di Tanah Betawi Ia dikenal sebagai penggerak pertama Majelis Taklim di Tanah Betawi. Majelis taklim yang digelar di Kwitang, Jakarta Pusat, merupakan perintis berdirinya majelis taklim-majelis taklim di seluruh tanah air Setiap Minggu pagi kawasan Kwitang didatangi oleh puluhan ribu jamaah dari berbagai pelosok, tidak hanya dari Jakarta, saja namun juga dari Depok, Bogor Sukabumi dan lain-lain. Bagi orang Betawi, menyebut Kwitang pasti akan teringat dengan salah satu habib kharismatik Betawi dan sering disebut-sebut sebagai perintis majelis Taklim di Jakarta, tiada lain adalah Habib Ali bin Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi atau yang kerap disapa dengan panggilan Habib Ali Kwitang. Jamaahnya makin hari makin bertambah banyak. Begitu pula dengan peringatan Maulid. Jamaah yang hadir setiap tahun bertambah banyak. Bak lautan manusia, mereka memadati setiap ruas jalan yang berada di sekitar kawasan Masjid Kwitang, Jakarta. Mereka seperti tersedot oleh pesona Simthud Durar. Majelis taklim Habib Ali di Kwitang merupakan majelis taklim pertama di Jakarta. Sebelumnya, boleh dibilang tidak ada orang yang berani membuka majelis taklim. Karena selalu dibayang-bayangi dan dibatasi oleh pemerintah kolonial, Belanda. “Orang-orang Betawi sendiri baru menggelar majelis taklim setelah Habib Ali wafat. Sebelumnya tidak ada yang berani,” kenang K.H. Abdul Rasyid. Maka, untuk mengenang jasa-jasa Habib Ali, tiga majelis taklim tersebut selalu membuka pengajian dengan membaca Surah Al-Fatihah, untuk dihadiahkan kepada almarhum. Menurut beberapa habib dan kiai, majelis taklim Habib Ali Kwitang akan bertahan lebih dari satu abad. Karena ajaran Islam yang disuguhkan berlandaskan tauhid, kemurnian iman, solidaritas sosial, dan nilai-nilai keluhuran budi atau akhlakul karimah. Habib Ali, kata mereka, mengajarkan latihan kebersihan jiwa melalui tasawuf. Dia tidak pernah mengajarkan kebencian, hasad, dengki, gibah, ataupun fitnah. Sebaliknya, almarhum mengembangkan tradisi ahlulbait, yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, menghormati hak setiap manusia tanpa membedakan status sosial. Menurut K.H. Abdul Rasyid, banyak ulama Jakarta yang menjadi murid almarhum. Mereka belajar di Madrasah Unwanul Falah di Kwitang yang didirikan tahun 1920, sebagai madrasah modern pertama bersama Jam’iyyatul Khair. Sementara itu, oleh Habib Abdul Rahman, cucu almarhum, madrasah yang telah ditutup saat revolusi fisik dahulu sudah dibuka kembali. “Tanah yang dulu jadi tempat madrasah yang didirikan kakek saya sudah dibebaskan. Sekarang tinggal membangun kembali,” kata Habib Abdul Rahman. Dalam dakwahnya selama 80 tahun, Habib Ali selalu menganjurkan agar umat senantiasa berbudi luhur, memegang teguh ukhuwah Islamiah, dan meneladani keluhuran budi Rasulullah SAW. Ia juga menganjurkan kepada kaum ibu untuk menjadi tiang masyarakat dan negara, dengan mendidik anak-anak agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Habib Ali sendiri lahir di Kwitang, di jantung Jakarta Pusat pada 1286 H/1869 M. Dia adalah putra Habib Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi. Ayahandanya, yang kelahiran Semarang, adalah kerabat pelukis terkenal Raden Saleh Bustaman, seorang sayid dari keluarga Bin Yahya. Ketika ia mulai tumbuh remaja, ayahnya yakni Habib Abdurrahman wafat pada 1881, dimakamkan di sebidang tanah di Cikini, belakang Taman Ismail Marzuki – yang kala itu milik Raden Saleh. Adapun kakeknya, Habib Abdullah bin Muhammad Al-Habsyi, dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat. Dia menikah di Semarang. Dalam pelayaran kembali ke Pontianak, ia wafat, karena kapalnya karam. Adapun Habib Muhammad Al-Habsyi, kakek buyut Habib Ali Kwitang, datang dari Hadramaut lalu bermukim di Pontianak dan mendirikan Kesultanan Hasyimiah dengan para sultan dari klan Algadri. Simthud Durar Betapa erat hubungan antara ulama Betawi dan para habaib, dapat kita simak dari pernyataan (alm) K.H. M. Syafi’i Hadzami tentang dua gurunya, Habib Ali Al-Habsyi dan Habib Ali Alatas (wafat 1976). “Sampai saat ini, bila lewat Cililitan dan Condet (dekat Masjid Al-Hawi), saya tak lupa membaca surah Al-Fatihah untuk Habib Ali Alatas,” katanya. Supaya dekat dengan rumah Habib Ali, gurunya yang tinggal di Bungur, Kiai Syaf’i Hadzami pindah dari Kebon Sirih ke Kepu, Tanah Tinggi. Ia juga tak pernah mangkir menghadiri majelis taklim Habib Ali di Kwitang, Jakarta Pusat. Ketika ia minta rekomendasi untuk karyanya, Al-Hujujul Bayyinah, Habib Ali bukan saja memujinya, tapi juga menghadiahkan sebuah Al-Quran, tasbih, dan uang Rp 5.000. Kala itu, nilai uang Rp 5.000 tentu cukup tinggi. Demikianlah akhlaq para orangtua kita, akhlaq yang begitu indah antara murid dan guru. Kala itu para habib bergaul erat dan tolong-menolong dengan para ulama Betawi. Akhlaq yang sangat patut kita teladani sebagai generasi penerusnya. Pada 1960, KH Syafi’i Hadzami berhasil menulis sebuah kitab berjudul Al-Hujajul Bayyinah (argumentasi-argumentasi
like
bc
NU Untuk Perdamaian Dunia
Diperbarui pada Jan 3, 2022, 11:31
Dedikasi NU untuk Agama, Bangsa dan Peradaban Dunia                                           NU di dirikan para Ulama pada 31 Januari 1926 di Surabaya, maka gerakan NU adalah gerakan para ulama yang berusaha menjaga, memperbaiki, memberikan pelayanan kepada umat. Gerakan NU tersebut dengan menyebut NU sebagai gerakan memperkuat dan melindungi akidah warga NU dengan cara dan praktik Ahlussunah wal Jama’ah.  Nahdlatul Ulama yang lahir 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H) menyimpan sejarah kelahiran yang berliku-liku. Selain menghadang arus modernisasi pemikiran yang bertentangan dengan kaum tradisionalis, juga menjadi wadah para ulama dalam memimpin umat menuju terciptanya izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin) Kongres Al-Islam keempat di Yogyakarta (21-27 Agustus 1925) dan kongres Al-Islam kelima di Bandung (5 Februari 1926), kedua rapat akbar umat Islam Indonesia ini untuk memilih utusan untuk menghadiri Kongres Islam se-Dunia di Mekah. Kongres Al-Isalam di Yogyakarta dan Bandung sangat didominasi oleh kalangan Islam modernis. Bahkan sebelum kongres di Bandung itu kalangan modernis sudah mengadakan pertemuan terlebih dahulu (8-10 Januari 1926) yang salah satu keputusannya menetapkan H.O.S. Tjokroaminoto dari Sarekat Islam dan KH Mas Mansur dari Muhammadiyah sebagai utusan untuk menghadiri kongres di Mekah. KH A Wahab Chasbullah dari kalangan tradisionalis yang “disingkirkan” dalam perhelatan itu, mencoba mengajukan usul-usul atas aspirasi Islam tradisonalis agar Raja Ibnu Saud menghormati tradisi keagamaan seperti membangun kuburan, membaca doa seperti Dalailul Khayrat, ajaran madzhab, termasuk tradisi yang menggurat di Mekah dan Madinah. Tetapi usul-usul tersebut nampaknya dikesampingkan oleh kalangan modernis.  Akhirnya Kiai Wahab beserta tiga orang pengikutnya meninggalkan kongres dan mengambil inisiatif tersendiri dengan mengadakan rapat-rapat di kalangan ulama senior. Musyawarah-musyawarah kecil itu awalnya hanya melibatkan beberapa tokoh yang datang dari sekitar daerah Ampel, Kawatan, Bubutan, Sawahan dan daerah sekitarnya, semuanya kebanyakan dari Surabaya. Uniknya, rapat semacam itu dilakukan di sebuah mushala yang didirikan oleh H. Musa. Mushala itu terletak Jalan Ampel Masjid (sekarang menjadi Jl Kalimas Udik). Baru setahun kemudian, tepatnya pada 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H), dalam sebuah pertemuan di rumah Kiai Wahab di kampung Kawatan, Surabaya, yang dihadiri sejumlah ulama dari beberapa pesantren besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, para kiai sepuh sepakat mendirikan Komite Hijaz untuk mengantisipasi gerakan Wahabi, yang didukung secara politik oleh Raja Ibnu Saud. Pertemuan bersejarah itu memang dihadiri oleh beberapa ulama senior yang berpengaruh, seperti KH Hasjim Asj’ari dan KH Bisri Syansuri (Jombang), KH R. Asnawi (Kudus), KH Ma'sum (Lasem, Rembang) KH Nawawi (Pasuruan), KH Nahrowi, KH. Alwi Abdul Aziz (Malang), KH Ridlwan Abdullah, KH Abdullah Ubaid (Surabaya), KH Abdul Halim (Cirebon), KH Muntaha (Madura), KH Dahlan Abdul Qohar (Kertosono), KH Abdullah Faqih (Gresik) dan lain-lain. (sumber: Pengurus Wilayah NU Jawa Timur, Khitthah Nahdhlatul Ulama, Surabaya, Lajnah Ta’lif Wan Nasr, t.t hal 10-11). Pertemuan para ulama di kediaman Kiai Wahab itu juga menyepakati pembentukan sebuah jam’iyah sebagai wadah para ulama dalam memimpin umat menuju terciptanya izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin). Jam’iyah itu diberi nama Nahdlatoel Oelama (kebangkitan kaum ulama), yang antara lain bertujuan membina masyarakat Islam berdasarkan paham Ahlusunnah wal Jama’ah seperti tertuang dalam Pasal 3 ayat a & b, (Statuten Perkoempulan Nadlatoel Oelama 1926, HBNO, Soerabaia, 1344 H), yakni: ”Mengadakan perhoebungan di antara oelama-oelama jang bermadzhab” dan “memeriksa kitab-kitab sebeloemnya dipakai oentoek mengadjar, soepaja diketahoei apakah itoe dari pada kitab-kitab Ahli Soennah wal Djama’ah atau kitab Ahli Bid’ah.” Dalam forum ulama yang cukup sederhana itu, Haji Hasan Gipo (1869-1934) ditunjuk oleh KH Wahab Chasbullah menjadi ketua Tanfidziyah HBNO (Hoofd Bestuur Nahdlatoel Oelama) dengan diampingi KH Rois Said (Paneleh, Surabaya) sebagai Rois Syuriah. Pertemuan tersebut juga memutuskan, mengirim delegasi (Komite Hijaz) antara lain: KH Wahab Hasbullah (Jombang), KH Khalil Masyhudi (Lasem) dan Syekh Ahmad Ghunaim Al-Mishri untuk menghadiri Kongres Islam se-Dunia di Makkah sekaligus menemui Raja Ibnu Saud. Mereka membawa pesan para ulama agar Ibnu Saud menghormati ajaran madzhab empat dan memberikan kebebasan dalam menunaikan ibadah. Dalam jawaban tertulisnya, Ibnu Saud hanya menyatakan akan menjamin dan menghormati ajaran empat madzhab dan paham Ahlusunnah wal Jama’ah.    Muktamar Lampung          NU terus berkembang. NU memiliki peran besar dalam memajukan agama, sosial, dan politik di Indonesia. Tidak hanya itu NU juga banyak berperan dalam dunia global. Kehadiran NU di berbagai belahan dunia, menjadi dinanti dan menjadi bagian penting seja
like